12. Solved?

19 6 55
                                    

'Siang telah tiba! Kepada tujuh pemain yang berhasil bertahan sampai siang kedelapan, harap berdiskusi sebaik mungkin untuk mencari sebab kematian dari kematian dua teman kalian, RZ the chameleon dan Karvin the serial killer!'

"Eh? RZ? Bukannya RZ udah kebakar sama Andrew malam sebelumnya? Kenapa dia bisa mati dua kali?" Baim bertanya-tanya keheranan.

Resti menatap sekeliling dan tidak menemukan sosok Chita di sana. Tidak butuh waktu yang lama baginya untuk mengambil kesimpulan. "Sesuai namanya, kayaknya Chita harlot dan menginap di rumah RZ yang seorang chameleon. Jadi, RZ copy tubuhnya dan berbaur dengan kita kemarin dengan identitas Chita palsu."

Hening dan tegang adalah satu-satunya hal yang tepat untuk menggambarkan perasaan tujuh orang yang tersisa setelah Resti selesai dengan kalimatnya. Mereka menatap satu sama lain dalam diam, mencoba mencari tahu siapa yang memiliki ekspresi mencurigakan meskipun itu berakhir sia-sia. Mereka semua memiliki satu ekspresi yang sama.

"Di antara kita yang jago akting siapa, sih?" gerutu Rav.

"Yang pasti bukan aku," jawab Fuyu singkat.

Haru yang sejak tadi menggaruk dagu dengan telunjuk seolah berpikir keras menyeletuk, "Kalau arsonist dan serial killer udah mati, itu berarti pihak jahat tinggal satu orang, kan?"

Rizal mengangguk. "Bener, tapi itu kalau pihak jahat yang dimaksud adalah siapa pun yang bisa membunuh. Sebaliknya, kalau yang dimaksud pihak jahat adalah pihak werewolf, itu berarti masih ada maksimal dua werewolf di antara kita."

"Itu juga kalau chameleon termasuk bagian dari pihak werewolf, kan?" tanya Sura lemah.

"Kalau dari game sebelah sih, harusnya iya," jawab Baim sembari membenarkan posisi kacamatanya.

Rav yang sudah memantapkan tekadnya kini menarik napas dalam, kemudian mengarahkan keenam temannya untuk membuat lingkaran kecil dan duduk bersila di atas rumput yang terhampar luas menutupi permukaan lapangan. Usai menatap semua wajah pemain yang tersisa, ia tersenyum dan berusaha tetap tenang meskipun masih dihantui oleh rasa panik.

"Oke, jadi sekarang kita tinggal bertujuh. Ada aku, kak Fuyu, kak Baim, kak Resti, kak Sura, Haru, dan Rizal. Aku mau masing-masing dari kita semua mengurutkan dari orang yang paling mencurigakan sampai ke orang yang paling dipercayai," komando Rav.

"Maaf sebelumnya, Rav. Kalau menurutku pribadi, aku enggak setuju dengan cara itu. Aku mau aja spill urutan kecurigaanku, tapi kalau kita semua langsung spill barengan begitu aku takut kita bakal langsung pecah." Pendapat yang keluar dari mulut Rizal itu langsung disetujui oleh Sura.

Resti yang mengemban posisi penasehat dalam komunitas mereka juga mengangguk mantap. "Iya, aku juga sependapat. Saat-saat begini kita harus menghindari perpecahan sebisa mungkin supaya bisa tetap berdiskusi dengan kepala dingin."

Hening. Usai kalimat Resti selesai terlontar, tak ada satupun dari mereka yang membuka mulutnya lagi. Keheningan yang cukup lama membuat sang moderator bosan dan kembali membocorkan informasi penting lainnya.

'Pihak jahat yang kumaksud kemarin adalah pihak werewolf. Puas? Sekarang berdebatlah! Hibur aku dengan debat kalian!'

Bagai lampu yang menerangi ruangan, informasi kedua dari sang moderator berhasil menerangi semangat mereka yang sudah meredup. Rizal tersenyum lebar sembari menatap Fuyu dengan sumringah.

"Kita masih punya harapan!"

Baim berkacak pinggang. "Kita belum ada bukti atau petunjuk apa pun untuk siapa yang di-vote siang ini. Menurut kalian gimana? Ada yang mau menyerahkan diri?"

"Vote Haru aja," usul Sura.

Mata Haru membelalak kaget. "Kenapa harus Haru?"

"Kan bagimu semua ini cuma game? Kenapa protes?" Senyuman sinis kini terpatri dengan jelas di bibirnya.

Resti dan Fuyu saling bertatapan untuk waktu yang cukup lama. Rizal dan Baim menunduk ke bawah, berusaha memutar otak sebaik mungkin untuk mencari jalan terbaik.

"Aku baru ingat kita belum spill role. Aku udah pasti bersih, kan? Aku necromancer," papar Baim.

"Aku villager," sahut Fuyu.

"Aku juga," sahut Sura.

"Kok banyak villager, ya? Aku juga villager soalnya," imbuh Rizal.

Resti mengernyit bingung. "Eh? Seriusan lima villager? Maksudku, enggak ada role lain gitu? Virgin gi———."

"Kayaknya Haru tau kenapa semua ngaku villager," Haru menyela tiba-tiba, "soalnya kalau ada yang ngaku selain villager, mudah kalau mau buktikan dia berbohong. Suruh aja pakai kekuatannya, pasti enggak akan ada hasil, kan?"

'Waktunya tinggal semenit, anak-anak!' ujar sang moderator.

"Hah? Kenapa cepat banget?" protes Fuyu.

'Kalian hanya bertujuh. Di mana keadilanku jika waktu diskusi tujuh orang disamakan dengan waktu diskusi tiga puluh tujuh orang?'

"Kalau gitu, vote aku aja. Waktu kita enggak banyak, aku mau aja berkorban kalau kalian bisa janji buat mengungkap semua werewolf itu untuk aku," ucap Rizal tiba-tiba.

Rav menatap Rizal dengan sedih. Ia kemudian menatap teman-temannya yang lain bergantian. Setelah menerima persetujuan dari yang lain, ia pun menyetujui perkataan Rizal. "Kami janji, pihak villager bakal menang sampai titik darah penghabisan."

'Waktunya habis!'

Seperti biasa, enam jemari pemain mengarah ke Rizal seorang. Remaja itu tersenyum tulus dan menutup mata sebelum sebuah petir menyambarnya dalam sekejap mata, tak menyisakan apapun dari jasadnya.

Hukuman yang tak menyiksa, begitu cocok untuk dia yang mengorbankan dirinya.

***

'Siang kesembilan! Seorang mayat laki-laki ditemukan tergeletak tak bernyawa di dalam kamarnya. Jasadnya begitu hancur sehingga cukup sulit untuk dikenali. Namun, kacamata pecah dan tongkat sihir yang tergeletak di sebelah mayat menjadi satu-satunya bukti kuat bahwa yang mati di malam kesembilan adalah Baim, the necromancer! Silakan diskusi!'

Rav, Resti, Sura, Fuyu, dan Haru. Hanya lima orang yang tersisa, dengan dua werewolf yang masih bersembunyi dengan baik. Seharusnya permainan ini sudah berakhir kalau saja salah satu dari mereka tidak beruntung di malam ketujuh.

"Keputusanku udah bulat. Siang ini kita harus vote Haru," ucap Resti tiba-tiba.

Yang disebut namanya langsung terlonjak kaget. "Loh, mana bisa gitu? Diskusi dulu, dong? Nuduh Haru atas dasar apa emangnya?"

"Enggak tau, aku ngerasa udah yakin aja kalau Haru adalah salah satu dari werewolf yang tersisa," balas Resti serius. Tatapan matanya tajam dan lurus ke arah Haru.

"Yah ... aku setuju kalau vote Haru. Enggak tau kenapa, tiba-tiba yakin aja gitu," sambung Rav.

"Kita memang enggak bisa bikin kesalahan di siang ini. Kalau salah vote, werewolf menang. Walau begitu, aku yakin Haru salah satunya," lanjut Fuyu.

Haru menatap Fuyu dengan tatapan yang sulit diartikan. Tak lama kemudian, ia membuang muka dan segera menjauh dari gadis itu. Melihat apa yang baru saja terjadi, Resti tersenyum tipis, mencoba menahan tawanya yang hampir keluar.

"Kenapa gitu, Haru? Kamu kecewa rekanmu ikut menuduhmu? Ada tiga orang yang nuduh kamu, tapi kenapa cuma ketus begitu kepada Fuyu?" Resti berdiri dengan puas, merasa permainan ini sudah terpecahkan.

"Eh?" Fuyu yang mendengar itu hanya bisa terkejut dan terdiam.

Rav kini berdiri di sebelah Resti dan Sura. Raut wajah kecewa terpampang begitu jelas di wajah sang ketua dari komunitas kepenulisan bersimbol semanggi itu. Ia menatap Haru dan Fuyu secara bergantian.

"Yah ... gimana, ya? Udah solved kan, harusnya?"

***

1080 kata.

Werewolf: The ChroniclesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang