14. Siapa Kita?

23 6 60
                                    

Usai pengumuman atas kemenangan serial killer, semua bangunan yang ada di dalam dunia buatan sang moderator mulai runtuh. Langit gelap tiba-tiba mengeluarkan cahaya yang menyilaukan mata. Resti menutup matanya cukup lama dan membukanya ketika suara berisik mulai terdengar.

"Selamat ya, Teh. Teteh keren banget," sambut Steven ketika Resti sampai di perkumpulan mereka.

"Enggak puas, ah. Haru dikit lagi menang jadi gagal karena kak Resti," keluh Haru.

Resti tertawa pelan dan menepuk pundak Haru lembut. "Maaf, ya. Kan ini semua cuma permainan."

Resti menatap Fuyu yang terlihat masih bingung dan shock dengan apa yang terjadi. Tatapannya kosong melihat tiga puluh tujuh orang yang ada di hadapannya. Semua anggota Four Leaf Clover masih hidup, mereka berkumpul di lokasi ini. Resti segera memeluk erat dan menenangkan sahabatnya itu.

"It's okay, Fuyu. Semua ini emang cuma game. Enggak lama lagi moderator bakal jelasin ke kita semua," bisik Resti lembut sambil mengusap punggung Fuyu.

"Semua udah berkumpul, ya?"

Berbeda dengan suara moderator sewaktu permainan berlangsung yang merupakan suara menyebalkan seorang bocah laki-laki, kali ini suara yang terdengar menggema justru suara indah dari seorang gadis. Mereka bergegas mencari arah sumber suara untuk melihat siapa yang berbicara. Mata mereka berbinar ketika melihat gadis yang mereka kenali, sedang tersenyum puas menatap mereka.

"ANA!"

Resti yang paling akrab dengan Ana spontan berlari dan memeluknya. Beberapa member yang lain juga memberikan reaksi yang beragam. Ada yang tersenyum haru, terkejut, bahkan kebingungan. Melihat Fuyu yang tampak tertekan dengan beragam kejadian dalam waktu singkat, Ana tersenyum lebar dan memutuskan untuk mengumumkannya.

"Kalian bingung kenapa ini semua bisa terjadi, kan? Langsung aja, kalian tau tentang bintang jatuh di Karang Anyar satu bulan yang lalu? Waktu itu, aku memohon diberikan kesempatan untuk bertemu dengan seluruh anggota Four Leaf Clover, entah dengan bencana, kekuatan, atau apapun itu. Gak lama kemudian, sesuatu berbentuk bola kecil bercahaya biru masuk menembus jendela kamarku dan mendarat tepat di atas meja belajarku.

"Benda itu bilang kalau dia bisa mengabulkan tiga permintaanku. Aku sebenarnya enggak langsung percaya, sih. Bola kecil itu kusimpan di dalam laci sampai malam tahun baru tiba. Aku yang merasa bosan mengeluarkan bola itu dan mulai meminta hal pertama; mempertemukan Four Leaf Clover dalam bentuk permainan werewolf dengan aku sebagai moderatornya. Dan ternyata, bola itu benar. Permintaanku dikabulkan gitu aja."

"Terus, permintaan kedua dan ketiga?" tanya Chacha penasaran.

"Kedua, aku minta suaraku disamarkan jadi suara bocah laki-laki selama permainan dimulai. Ketiga, aku minta supaya kita pulang di detik yang sama dengan detik di mana kita masuk ke sini."

Aldo tertawa puas mendengar penjelasan Ana dan mulai berbicara. "Kalian mau tau kenapa ada sepuluh orang yang bersikeras menganggap semua ini cuma game? Itu karena kami dapat surat lain tepat di sebelah list role di dinding kamar."

"Surat lain? beo Andrew.

Aldo mengangguk. "Surat itu bertuliskan 'Semua ini hanyalah permainan. Aku adalah bagian dari kalian yang menemukan keajaiban. Aku menunjuk sepuluh dari kalian untuk mengetahui hal ini dan memancing keributan di antara para pemain. Spread the chaos!'".

Beberapa dari mereka tersenyum ketika melihat secarik kertas kecil yang terletak tak jauh dari catatan lainnya. (Bab 01)

Mereka mengangguk paham dan merasa lega atas apa yang terjadi. Ana juga memberitahu bahwa waktu mereka berkumpul di sini hanya tersisa delapan menit lagi. Setelah itu, mereka akan kembali ke detik di mana mereka mendapatkan notifikasi aneh di dunia nyata. Mendengar itu, para anggota komunitas segera menghabiskan waktu yang tersisa untuk mengobrol bersama.

Werewolf: The ChroniclesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang