"Moderator bilang enggak lebih dari tiga, menurut kalian masih ada kemungkinan werewolf sisa dua atau bahkan kurang enggak, sih?" tanya Sura tiba-tiba.
Rizal tampak berpikir keras. "Bisa jadi, tapi kayaknya enggak bakal seribet itu. Kemungkinan paling besar itu antara pihak jahat yang dimaksud adalah para werewolf atau peran-peran yang bisa membunuh."
"Kalau yang benar adalah kemungkinan kedua, itu artinya Andrew termasuk salah satu dari ketiga itu, kan?" tanya Chita memastikan.
"Iya. Masalahnya, kalau ternyata yang benar adalah kemungkinan pertama, itu berarti masih ada lima peran yang bisa membunuh di sini," papar Resti.
"Tiga pihak werewolf, satu arsonist, dan satu serial killer, kan? Aku juga tadi berpikir begitu." Rav mengangguk setuju.
"Daripada pusing memikirkan dua kemungkinan itu, lebih baik yang udah jelas dulu gak, sih?" Haru mulai ikut berdiskusi.
Andrew mengangguk, masih dengan raut wajah kusutnya. "Untuk siang ini, vote aku aja. Sekali lagi, aku mau minta maaf."
"Jangan langsung gitu, ah. Mumpung waktu diskusi belum habis, kita harus kupas tuntas dulu. Aku yakin malam selanjutnya bakal ada dua korban," usul Karvin.
Rizal menoleh. "Emangnya apa yang mau kita bahas lagi? Jujur, aku udah enggak bisa mikir. Terlalu banyak kejadian dalam waktu singkat. Bukan berarti aku nyerah, sih. Lebih ke ... capek."
Sura menatap Rizal dengan tatapan horor. "Maksudmu? Kamu udah enggak peduli lagi sama nasib kita ke depannya?"
Rav dan Fuyu saling bertatapan dengan tatapan sendu dan kehilangan arah. Rav menutupi wajahnya dengan telapak tangan, menahan isak tangis. Sedangkan Fuyu hanya bisa bergumam sendiri dan menyalahkan keadaan.
"Kenapa semua yang berbakat untuk diskusi harus meninggal lebih awal?" racau Fuyu.
Sura berjalan mendekati kedua gadis itu. Perlahan ia mencoba untuk memeluk Fuyu dan Rav lalu menenangkan mereka. Hanya saja, aura positif yang ingin ia sebarkan masih kalah jumlah dengan suasana penuh tekanan di sekitarnya.
"Kita ... enggak punya harapan lagi, ya? Apa kita harus pasrah dan mati menyedihkan dalam permainan sialan ini?" Chita menunduk dalam.
'Waktu telah usai, anak-anak! Kalian begitu membosankan, padahal aku sudah memberi petunjuk pada kalian. Baiklah, silakan tunjuk satu orang untuk dieksekusi.'
Sembilan jemari yang tersisa, dengan tenaga yang seadanya bergerak menuju arah di mana Andrew berada. Remaja itu tersenyum getir, menghapus sedikit air mata yang bersembunyi di balik kacamatanya. Ia menunduk sebagai tanda permintaan maaf yang terakhir kalinya sebelum sesuatu seperti bola air raksasa tiba.
'Hukuman macam apa ini?' batin Andrew.
Matanya membola ketika badannya terseret masuk ke dalam bola air, membuatnya menahan napas sebisa mungkin meskipun tau bahwa semua itu akan sia-sia. Tubuhnya yang meronta-ronta perlahan berhenti seiring dengan matanya yang memudar.
'Kematian yang paling menyiksa itu ... mati tenggelam, kan? Jadi begini hukumanku? Ditenggelamkan sebagai balasan dari membakar tujuh nyawa sekaligus? Aku ... kupikir aku layak mendapatkannya.' Kesadaran remaja itu perlahan hilang total setelah kata-kata terakhir yang menari dalam pikirannya.
***
Karvin berjalan menyusuri jalan gelap menuju sebuah rumah dengan perasaan bimbang. Kepalanya hanya menunduk, menatap jalan tanpa menoleh ke arah mana pun. Satu hal yang ia ingin lakukan saat ini hanyalah berkunjung ke rumah Chita.
Tidak butuh waktu yang lama bagi remaja itu untuk menyadari suara bisikan beberapa orang dari arah gang sempit yang terletak tak jauh dari rumah tujuannya; rumah Chita. Merasa penasaran, Karvin bersiaga dengan sebuah pisau dan mengecek asal suara itu. Air mukanya berubah drastis ketika melihat tiga orang yang tampak sedang berdiskusi serius.
"Chita?" Karvin terkejut tak menyangka, "bukannya kata kak Fikri kamu bersih? Ngapain kamu di sini?"
Yang disebut namanya segera membalikkan badan. Netra mereka bertemu untuk beberapa detik sebelum Chita mencoba membela diri. "Karvin? A-aku harlot, kok. Aku nginap di sini. Kalau kamu ngapain di sini?"
"Harlot? Harlot itu cuma nginap di rumah satu orang, bukan diskusi bareng dua orang yang lain di gang sempit begini!" Karvin memasang kuda-kuda untuk menyerang, "jawab pertanyaanku yang benar, Chita!"
Gadis itu tertawa terbahak-bahak. Kacamata dan pakaian Chita yang dikenakannya luntur perlahan, begitu juga dengan wajah dan postur tubuhnya. "Chita? Chita udah mati sejak kemarin, dia menginap di rumah yang salah."
"Suara itu ... Kamu RZ? Bukannya kamu meninggal terbakar karena Andrew? Apa yang terjadi?" tanya Karvin kebingungan.
"Chita itu harlot, dia menginap di rumahku yang seorang chameleon. Ya sudah, aku bunuh aja sekalian," jawab RZ santai.
"Karena kak Karvin udah liat kami, kak Karvin tau akibatnya, kan?" Haru menyeringai lebar, kukunya memanjang beriringan dengan bulu kucing yang tumbuh begitu lebat di sekujur tubuhnya. Sura yang berada di sampingnya ikut tersenyum dengan senyuman jahat yang sama sekali belum pernah terlihat sebelumnya.
Karvin merasa dalam bahaya dan dengan segera mengambil gerakan. Ia berlari ke arah RZ yang posisinya paling dekat terlebih dahulu, kemudian mencoba menusuk leher gadis itu dengan cepat. Namun, Haru yang sudah berubah wujud menjadi werekitten sempurna berhasil menghalangi upaya remaja itu.
"Cih, satu lawan tiga?" decih Karvin.
Remaja itu mundur beberapa langkah sambil melempar pisaunya ke arah mata Haru, tapi tentu saja upaya itu ditepis dengan begitu mudah oleh Haru. Sura yang sudah selesai dengan perubahan wujudnya kini ikut membantu Haru. Ia melompat ke arah Karvin dengan lompatan yang cukup tinggi dan menghantam tanah dengan kuat.
Beruntung Karvin memiliki reflek yang cukup bagus. Bukannya menghindar ke arah belakang maupun samping, remaja itu justru berlari cepat menuju RZ yang bersembunyi di belakang Haru dengan melewati celah-celah kecil yang ada. Satu-satunya keuntungan yang ia miliki kali ini hanyalah tubuh kecilnya dapat mengecoh pergerakan Haru dan Sura yang ukurannya satu setengah kali lebih besar dari manusia biasa.
CRAAAK!
Senyuman terukir di wajah Karvin setelah berhasil menusuk leher RZ dengan belati yang ia simpan di balik jubahnya. Gadis itu mengeluarkan darah dari mulutnya, menatap Karvin dengan tatapan terkejut.
"Kenapa bisa ... begini? Pisaumu kan udah—," ucap RZ di sela napas terakhir.
Karvin menyela sambil tertawa puas. "Apa kau pikir seorang serial killer akan berkeliaran hanya dengan satu senjata?"
Tubuh gadis itu kini terjatuh dan meninggalkan bercak darah yang begitu banyak di atas tanah. Sesaat ketika Karvin memutar tubuhnya, cakar tajam dan besar milik Haru berhasil mengoyak wajahnya dan membuat anak itu berteriak hebat.
"SIALAN!" umpat Karvin sembari mengambil pisau lain di balik jubahnya.
KRAUK!
Terlambat. Sura yang entah sejak kapan berada di belakang Karvin berhasil menggigit kakinya sampai putus. Karvin berteriak kesakitan dan terjatuh. Haru dan Sura mendekat perlahan, membuat remaja itu sadar akan akhir dari hidupnya. Haru mulai menggigit lengannya ketika Karvin meneriakkan kalimat terakhirnya sekencang mungkin.
"TOLONG SELESAIKAN INI SEMUA, KAK FUYU, RAV, RIZAL! KAK RESTI, KUMOHON JANGAN MATI!"
***
'Siang telah tiba! Kepada tujuh pemain yang berhasil bertahan sampai siang kedelapan, harap berdiskusi sebaik mungkin untuk mencari sebab kematian dari kematian dua teman kalian, RZ the chameleon dan Karvin the serial killer!'
1085 kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Werewolf: The Chronicles
Misterio / SuspensoMalam tahun baru yang cukup meriah harus tertunda dengan kehadiran sebuah notifikasi game yang muncul mendadak di layar ponsel mereka, para member Four Leaf Clover. Alih-alih menutup tahun dengan manis, tahun mereka harus ditutup dengan cipratan dar...