Aroma kopi memenuhi udara yang seolah tidak bergerak. Renjun duduk di depan coffee table Jeno, menunggu pemilik unit selesai menyeduh air. Kuku-kuku jari Renjun habis digigit dan sekarang kakinya bergoyang. Kegugupan menguasai Renjun, seperti ada mendung merundung di atas kepala.
Begitu Jeno muncul dengan dua cangkir kopi di tangan, Renjun langsung menarik ujung kemeja Jeno. Wajahnya begitu pias dan suaranya pelan, “Jen, aku mau minta maaf.”
“Tiba-tiba?” tanya Jeno, tergopoh-gopoh meletakkan kopi dan menggenggam tangan Renjun seraya ia duduk di seberang Renjun yang teramat sangat gugup.
Renjun meremas tangan Jeno, enggan melepaskannya. Renjun memejamkan mata, membiarkan cahaya biru melingkupi dirinya. Ketika Renjun membuka mata lagi luas samudera biru laut menatap Jeno balik. Beserta kuping serupa insang, sisik keperakan, dan ekor duyung kebiru-biruan; wujud asli Huang Renjun yang selama ini ia sembunyikan.
Jeno hanya bisa terkesima, melihat pemandangan bak lukisan cat air keluar dari buku dongeng. Renjun selalu terlihat seperti peri di mata Jeno, dan kini ia tahu pasti mengapa.
“Maafkan aku, aku sebenarnya bukan manusia. Aku seorang siren.” ujar Renjun, nada suaranya terkesan layu. Cahaya biru lagi-lagi melingkupi Renjun, sebelum ia kembali menjadi manusia dalam setelan sweater putih nyaman.
“Kekuatanku selama ini memperdaya kamu. Kamu boleh benci aku, boleh tinggalkan aku setelah ini, tapi kumohon dengar aku—” ujar Renjun, meremat sweater nya sendiri keras-keras.
Renjun mengeraskan air mukanya, “Aku berani bersumpah semua tingkah laku dan perasaanku itu nyata.”
Tak sampai sehirup nafas, Renjun langsung menunduk, sang siren meringis memejamkan mata seolah siap menerima betapa keras penolakan yang Jeno akan utarakan.
Namun anehnya, suasana unit itu cukup tenang.
Renjun membuka mata dan menemukan wajah Jeno yang tersenyum—condong lebih ke lega dibandingkan kecewa.
“Aish, aku kira ada apa…” bisik Jeno, pandangannya begitu lembut, menatap kosong pada tangannya yang terlipat di pangkuan.
Jeno kembali memandang Renjun, niatnya sama tulus dan murni, “Aku berulang kali berpikir, dimana salahku ya.”
“Apa badanku kurang bagus buat seleramu, Junnie?” tanya Jeno, seperti ada dua kuping anjing yang lemas di atas kepalanya.
Renjun sesungguhnya sangat tergila-gila pada badan Jeno. Jika suasananya mendukung Renjun akan berteriak supaya seluruh dunia tahu betapa hot and sexy Jeno itu. Tentu tidak ketika Jeno benar-benar khawatir, apakah dia menyakiti Renjun malam itu atau justru sangat tidak menarik, tak mampu memuaskan Renjun sampai Renjun berakhir meninggalkannya.
“Atau karena aku ketahuan bohong soal ngefans sama musiknya Vicky Jang.” ujar Jeno menduga-duga. Jeno tahu betapa Renjun menyukai lagu-lagu Vicky, sampai hafal semua koreografinya.
“Tidak mungkin, Jeno!” ujar Renjun semangat (dan malu) sampai wajahnya memerah. Memang Renjun harus akui dia agak fanatik untuk Vicky—karena tanpa diketahui publik, dia seorang siren!—tapi besar rasa ketertarikan Renjun pada Jeno jauh lebih besar dari itu.
Jeno mengusap tangan Renjun lembut. Kini tangan kecil si siren sudah tidak bergetar. “Aku juga harus mengaku sesuatu padamu… dan mau minta maaf juga.”
“Selama ini aku menyembunyikan sesuatu darimu.” ujar Jeno dari senyum dikulum.
Jeno menempatkan plushie cinnamoroll di antara telapak Renjun. Setelah diperhatikan lebih lanjut, itu sebuah kotak dengan sarung kain lucu.
KAMU SEDANG MEMBACA
midnight serenade [noren]
FanfictionTentang pekerjaan pertama Huang Renjun, hunter siren pemula dengan mimpi besar. Di tengah menjalankan misinya mendapatkan 1 milyar won, ia juga belajar jatuh cinta. 🌃🥂(noren bxb fantasy au, inspired by tim burton's sirens. cover art is ai generate...