Bab 2

30.8K 101 3
                                    


Pov Alifah



"Oi, bangun...dah sampai...."

Aku mengerjapkan mataku yang agak panas dan meraskaan ada sebuah tangan yang mencuil mukaku.

"Bangun oi...mau sampai kapan tidur."

Aku menggelengkan kepalaku. Berusaha memanggil kembali kesadaran yang sempat hilang seraya membuka mulutku lebar-lebar untuk menguap.

"Akhirnya batunya bangun juga..."

"Mmmmmm. Sudah sampai kak?"

"Belum masih jauh."jawab Kak Azizah."Ya sudah sampai lah. Noh liat."

Aku memalingkan pandanganku ke samping dan seketika langsung berseru takjub. Di sana terhampar pasir putih yang membentang luas seakan tak berujung. Di sana pula ombak kecil pelan menghampiri silih berganti. Di tambah beberapa villa dan pohon kelapa membuat suasana pantai menjadi semakin syahdu.

"Wah bagus banget. Kita lagi dimana?"

"Ini tempat villa kita tinggal selama di Lombok. Ya kecuali nanti pas acara pernikahan sih."

"Yang mana villanya kak?"

"Makanya turun dulu napa."

Aku akhirnya turun dari mobil dan membantu Kak Azizah menurunkan koper-koper kami. Di sana juga ada Alan yang langsung membawa koper kami masuk ke salah satu bangunan.

Rupanya villa yang kami tempati berbentuk seperti rumah panggung dari kayu. Terlihat kecil memang dengan hanya satu kamar dan satu ranjang double tapi itu sudah cukup terlebih ada fasilitas lain seperti kulkas, tv, lemari, dan meja rias. Yang membuatku tertarik adalah jendela di villa yang menghadap langsung ke arah laut sehingga aku bisa menyaksikan matahari yang perlahan turun menuju ufuk.

"Makasih ya lan tumpangannya,"ucap Kak Azizah di pintu villa.

"Sama-sama Zah. Sudah biasa ini mah. Apalagi yang nyuruh Mbak Luna."

"Aku masuk dulu ya...."

"Ok. Jangan lupa main-mainnya ya. Aku sudah sewain motor. Besok dianter orang villanya. Nanti makan juga dianter sama mereka."

"Sekali lagi makasih ya, Lan."ucap Kak Azizah.

"Sama-sama. Aku pergi dulu ya...."Alan segera turun dan menuju mobilnya."Selamat menikmati liburan.

"Hati-hati di jalan."

Kami berdua kemudian menata barang bawaan kami dan langsung membersihkan diri. Di dalam kamar mandi aku cukup terkejut karena untuk pertama kalinya aku melihat bathub dan juga shower. Aku sempat salah memakainya sebelum akhirnya Kak Azizah datang membantu. Rupanya tempat ini juga menyediakan air panas. Tak kusangka villa seminimalis ini punya fasilitas selengkap ini.

Setelah sembahyang bersama pertugas villa datang membawakan makanan yaitu ayam bakar. Ketika memakannya, aku langsung membelalakkan mata karena baru kali ini merasakan makanan senikmat ini.

"Oh ya kak, Ifah boleh tanya sesuatu gak kak?"tanyaku teringat sesuatu yang semenjak tadi mengganjal pikiranku.

"Mau tanya apa?"

"Itu Alan siapa sebenarnya kak?"

"Oh, Alan itu salah satu staffnya Mbak Luna. Atasan kakak. Cuma dia memang disuruh ngurus cabang di Mataram. Kakak pernah 2-3 kali ketemu sama dia."

"Kok kakak akrab banget sih sama laki-laki itu?"

Kak Azizah Cuma tersenyum."Kamu risih ya karena kakak meluk dan cium Alan?"

"Iyalah kak. Dia bukan mahram. Kakak harusnya tahu itu."

"Kamu nih Fah. Kita lagi liburan loh. Gak usah ketat-ketat banget lah."

"Gak bisa begitu lah kak. Itu dosa namanya."seruku dengan nada tinggi.

"Aduh kamu ini Fah. Lama-lama mirip ayah tahu. Kakak itu lagi liburan. Jadi plis dong biarin kakak bebas. Seminggu saja."

"Gak bisa."Aku menggeleng tegas."Aturan ya aturan lah kak. Gak peduli dimanapun itu."

"Alifah...."panggil Kak Azizah dengan nada tajam. Dia jarang memanggil nama lengkapku. Jika itu dilakukan berarti situasinya serius.

Aku yang semula siap berdebat dengan Kak Azizah langsung ciut.

"Kakak tahu ini semua mungkin gak sesuai sama kamu. Kakak tahu juga ini dosa. Tapi kakak mohon, biarkan kakak. Kakak Cuma mau menikmati semua ini. Hanya seminggu. Kakak gak mau terus-terusan hidup terkekang seperti di tempat asal kita."

Aku terdiam kembali. Kurasakan ada emosi yang campur aduk dalam saetiap kata yang Kak Azizah ucapkan.

"Kakak sudah pikirkan ini matang-matang dan kakak siap akan konsekuensinya. Jadi tolong kamu bisa biarkan kakak. Lagipula ini Cuma seminggu. Kita juga ada di Lombok. Gak akan ada yang kenal kita. "

Aku berpikir sejenak dan perlahan mulai setuju dengan kata-kata dari Kak Azizah. Dia benar. Dia dan mungkin aku perlu liburan dari kehidupan kami yang selalu saja dikekang. Lagipula ini Cuma seminggu. Itu tak sebanding dengan bertahun-tahun lamanya dalam ketaatan.

Seharusnya tidak ada masalah kan.

"Ya sudah. Aku minta maaf kak karena jadi keras begini."

"Gak papa. Kakak paham kok."

Kami berdua akhirnya berpelukan sebelum akhirnya kembali ke kamar.

Malam semakin naik hingga jam menunjukkan pukul 20.00. Sepanjang malam itu aku hanya memainkan ponsel dan melihat beberapa konten r****. Tapi Kak Azizah terlihat sibuk sekali. Dia tak melepaskan ponsel dari telinganya. Entah dia sedang menelepon siapa.

Aku mengibas-kibaskan jilbab yang kupakai untuk mengusir hawa panas yang tidak hilang meski malam telah datang. Aku memang biasa mengenakan jilbab meskipun di dalam rumah kecuali ketika aku tidur dan mandi. Bagiku rasanya sangat tidak nyaman jika harus melepaskan jilbab. Berbeda dengan Kak Azizah yang melepaskan jilbab setiap di dalam rumah.

"Kamu kenapa Fah?"Tanya Kak Azizah melihat tingkahku.

"Ini kak panas banget."

"Namanya juga Lombok. Apalagi sekarang kita di laut. Hawanya memang panas."

"Di sini gak ada kipas apa?

"Gak ada, Fah."

"Aduh terus bagaimana ini. Panas banget ini."keluhku yang masih mengibas-ibaskan jilbabku.

"Ya sudah lepasin saja jilbabmu."

"Masa aku lepasin jilbabku sih."

"Ngapain malu. Kan kita Cuma berdua saja. Lagian tempat ini sepi. Gak akan ada yang usil mengintip."

Aku berpikir sejenak. Ada benarnya juga kata kakakku. Akhirnya untuk pertama kalinya aku melepaskan jilbabku di dalam ruangan. Rasanya lega sekali bisa membebaskan rambut panjangku yang tergerai sepunggung.

"Ahhhh..enakkk...."

"Tuh kan enak. Makanya kamu jangan terlalu kaku begitu. Kita lagi liburan. Santai saja."

"Iya kak...."aku terkikik sambil kembali melanjutkan menscrol media sosialku.

Jam menunjukkan pukul 21.30 WITA. Aku mulai menguap pertanda kantuk. Aku pun menyudahi bermain ponselku dan beranjak untuk tidur.

Tapi aku terkejut melihat Kak Azizah yang ada di atas ranjang. Dia sepenuhnya bugil kecuali celana dalamnya yang berwarna merah yang masih setia menutupi kemaluannya.

"Ihhhh kakak kok telanjang sih."kataku memalingkan muka karena merasa malu melihat tubuh bugilnya.

"Hehehehe. Lagian panas sih fah."

"Tapi gak usah sampai telanjang juga napa kak."

"Masa kamu mau tidur sambil pakai baju yang basah sama keringat sih. Kamu nyaman apa pakai daster lebar begitu. Bukannya bajumu juga basah kena keringat"

Aku terdiam dan membenarkan Kak Azizah. Kulihat daster yang kukenakan sudah setengah basah akibat keringat yang terus menerus mengucur deras karena suhu panas yang tak biasa kurasakan.

"Sudah lepas saja dastrmu."

"Masa aku telanjang juga kak."

"Sekali-kali kan gak papa, Fah. Daripada kamu tidur pakai baju basah."

Aku kembali berpikir dan menimbang saran Kak Azizah.

"Ayo cepet. Kakak mau tidur nuh."

"Ya sudah deh kak."Aku akhirnya menyerah dengan bujukan dari Kak Azizah.

Perlahan kulepaskan resleting di belakang punggungku dan membiarkan dasterku jatuh ke lantai. Di baliknya aku masih memakai kaus panjang dan legging.

"Waduh. Kamu pakai baju rangkap-rangkap Fah?"

"Iyalah kak."

"Pantesan saja keringetan terus."

Aku hanya tersenyum tipis sembari melanjutkan membuka bajuku hingga akhirnya aku berdiri hanya menggunakan sepasang pakaian dalam berwarna hitam.

"Widih. Tetekmu kok gede sih,"komentar Kak Azizah saat aku naik ke atas ranjang.

"apaan sih kak. Biasa saja kali."

"Ayo sekalian dong lepasin bh mu."

"Gak mau ah kak malu tahu."

"Ihhhh. Ngapain malu."

Kak Azizah seketika langsung menerkamku dan meraih bh ku.

"Ahhhhh....lepasin kak nanti putus tahu."

"Biarin. Masa kakak doang yang tetekknya keliatan."

Pergumuluan kami terus terjadi hingga akhirnya tangan Kak Azizah berhasil menarik paksa bh ku sampai talinya putus.

"Ahhh kakak!"jeriktu marah."Bh ku putus nih."

"Hehehehe maaf-maaf."

"Ih, bh ku itu mahal tahu. Enak saja diputusin begitu."

"Iya iya. Besok kakak ganti deh. Sekarang kita tidur dulu yuk."

Aku sebenarnya hendak melanjutkan amarahku tapi aku yang sudah terlalu mengantuk akhirnya memutuskan untuk tidur. Awalnya aku masih risih karena hampir semua tubuhku kecuali payudaraku terkena udara bebas. Namun semakin lama akau justru semakin nyaman merasakan hembusan angin terutama yang mengenai payudaraku. Akhirnya aku tidur pulas di samping Kak Azizah.



Aku bangun tepat pukul 04.00 WITA. Begitu bangun aku bergegas meraih dasterku dan berjalan ke kamar mandi. Kulihat Kak Azizah sudah tidak ada di ranjang dan bahkan tidak ada di villa. Tapi aku yang terlalu ngantuk tidak terlalu memperhatikan hal tersebut. Aku pun segera sembahyang dan dilanjutkan dengan membaca kitab suci.

Ketika aku baru saja menyelesaikan rutinitasku, kulihat Kak Azizah yang tiba-tiba masuk ke dalam villa. Dia mengenakan jilbab pendek, jaket olahraga dan celana legging. Nampak naafasnya tersenggal dan ada begitu banyak bulit keringat di wajahnya.

"Loh kakak darimana?"

"Biasa. Abis joging."

"Subuh-subuh begini?"

"Iya kenapa emangnya. Kan sehat."

"Bukan begitu kak," keluhku menepuk dahi."Sekarang kan lagi gelap. Kalau misalnya kakak kenapa-kenapa bagaimana?"

"Ah, gak usah khawatir begitu, Fah. Ini lombok. Tempatnya aman banget kok. Lagian yang ada di sini Cuma wisatawan saja kok sama penduduk desa. Gak akan ada yang ganggu. Kakak malah hampir gak ketemu siapapun tadi."

Kak Azizah kemudian dengan santainya melepaskan jilbab, jaket, dan celana leggingnya. Rupanya dibalik itu dia mengekan sport bra dan juga sort pants yang hampir menyerupai celana dalam berwarna jingga. Dengan penampilan seperti itu, Kak Azizah berjalan menuju teras belakang yang menghadap langsung ke arah laut.

"Loh kakak mau apa lagi?"tanyaku panik.

"Mau yoga,"jawab Kak Azizah sambil lalu.

"Kok pakai baju kayak begitu sih."

"Kalau mau yoga memang begitu kali, Fah. Kamu sih kudet."

"Tapi gak diluar juga kali kak. Nanti kalau ada orang bagaimana?"

"Tenang saja. Jam segini mana ada yang keluar. Lagian liat tuh. Villa kita terpencil. Gak akan ada yang lewat kok."

Aku masih ingin mencegahnya tapi Kak Azizah sudah mulai meregangkan tubuhnya sambil menikmati udara pagi.

"Oh ya kamu kenapa gak gabung sama kakak saja sini. Biar olahraga sekalian merasakan udara pagi."

"Eh, gak mau ah kak."

"Sudah ikut saja. Lagian kamu juga jarang olah raga kan?"

Aku kembali terdiam. Benar juga katanya. Aku memang jarang olah raga bahkan bergerak. Paling Cuma membersihkan rumah dan memasak.

"Ayo cepetan sini. Mumpung enak ini suasananya.

Aku yang tidak bisa menolak ajakan Kak Azizah akhirnya keluar juga ke arah teras dimana Kak Aziah sedang pemanasan.

"Eh kenapa masih pakai gamisnya?"

"Memang kenapa kak?"Tanyaku memperhatikan gamisku.

"Mana ada sih yang olah raga pakai gamis gede begitu. Copot sana."

"Terus aku pakai apa kak?"

"Pakai saja bh sama cd mu."

"Ih, malulah aku masa pakai begituan di luar ruangan lagi."

"Kakak saja biasa saja, Fah,"timpal Kak Azizah sambil memamerkan bajunya.

"Itu kan kakak."

"Ya sudah leggingnya kamu pakai saja. Tapi atasanmu lepas semua kecuali bhmu."

"Mmmm. Yaudah deh kak."

Aku akhirnya menyerah dan melepaskan gamis dan kaus panjang ku sehingga memperlihatkan bh hitam dan legging dengan warna senada. Aku juga segera mengikat rambut panjangku menjadi ikat ekor kuda.

"Nah begitu dong. Eh kok kayaknya perutmu mulai gendutan sih."tanya Kak Azizah sambil menyentuh perutku yang tidak tertutup sehelai kainpun.

"Masa sih kak?"Tanyaku keheranan.

"Iya loh. Nih liat."

Bila kuperhatikan memang terlihatku agak mengembung dan memiliki lipatan. Entah sejak kapan begitu karena aku memang jarang memperhatikan tubuhku.

"Kayaknya iya kak. Perutku mulai gendutan."

"Tuh, makanya rajin-rajin olahraga."

"Iya ini kayaknya aku harus banyak-banyak olah raga. Eh kak tapi aku gak paham sama yoga."

"Sudah tenang saja. Nanti kakak bimbing kok."

Akhirnya dimulailah proses yoga kami. Awalnya aku mengikuti gerakan-gerakan Kak Azizah. Mulanya gerakan itu sederhana seperti meregangkan tangan, kaki, dan punggung, namun semakin lama gerakan itu semakin sulit untuk kuikuti.

"Aduh kak, kok susah banget sih gerakannya."keluhku yang jatuh saat mencoba gerakan kayang.

"Kamu sih gendutan. Coba kayak kakak."Kak Azizah menunjuk perutnya.

Aku menatap terpukau ke arah perut kak Azizah yang nampak sedatar papan dan juga kukuh seperti batu.

"Kok bisa sih kak perutnya jadi bagus begitu."

"Hehehehe. Makanya rajin-rajin olah raga. Sama kakak juga minum ramuan khusus."

"Ramuan khusus?"

"Iya. Pokoknya mujarab deh ramuannya."

"Aku mau dong kak!"pintaku penuh harap. Karena sepertinya setelah aku melihat bentukan perutku yang mulai gembul, aku ingin cepat-cepat mengempiskannya.

"Ok. Nanti kakak kasih deh."

"Tapi itu gak gratis loh,"Kak Azizah mengedipkan sebelah matanya menggoda.

"Bayar berapa kak?"

"Bukan bayar pakai uang kok, Fah."

"Terus?"

"Kakak mau selama di sini kamu gak boleh ngelarang-larang kakak. Apapun itu. Bagaimana? Kalau kamu janji, kakak kasih deh."

"Emmmmm...."Aku merenung sejenak. Aku yakin Kak Azizah pasti akan melakukan yang aneh-aneh lagi seperti sebelumnya. Namun iming-iming untuk menghilangkan kegemukanku membuatku mengabaikannya.

"Ok kak. Aku janji deh gak akan ngelarang-larang kakak lagi."

Liburan Kakak dan AdikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang