Bab 5

17.2K 81 3
                                    

Aku memberikan tatapan tajam pada Kak Azizah. Menyiratkan bahwa aku belum selesai. Tapi setidaknya untuk saat ini aku harus menjaga imageku di hadapan Echa dan Icha.

Kami berdua berjalan ke bagian belakang villa yang berbatasan langsung dengan pantai. Rupanya di sana sudah ada tali yang digunakan sebagai pembatas lapangan juga ada tiang lengkap dengan netnya.

"Aku bakal setim sama Icha. Zah, kamu sama adikmu ya."ujar Echa langsung memutuskan.

"Ok siap."Kak Azizah langsung mengangguk setuju.

Kemudian mulailah kami semua bersiap. Seperti yang dikatakan oleh mereka, tak terlihat satu orang pun di pantai ini kecuali kami jadi setidaknya auratku bisa aman dari pandangan orang-orang yang bukan mahramku.

Kulihat Echa dan Icha melepaskan lilitan kain pantatinya sehingga menyisahkan bikini merah mereka yang sangat seksi hingga menampakkan tetek mereka dengan jelas. Aku bahkan sekilas melihat bagian bawah bikini yang cukup kecil sehingga hampir menampakkan seluruh pantat mereka.

Tapi yang membuatku lebih terkejut justru kakakku. Dia dengan tanpa ragu melepaskan gaun pantainya sehingga menyisahkan bikini warna biru yang menutupi tubuhnya. Dengan tanpa ras amalu terlihat, Kak Azizah mulai melakukan peregangan.

"Kakak! Kok bajunya malah dilepas?"

"Kamu main pakai baju itu? Repot kali."

"Tapi gak pakai bikini juga kali."

"Alah, ngapain mikirin itu. Toh Cuma ada kita berempat di sini."

Aku mendengus lagi. Sepertinya sulit sekali untuk mengingatkan kakakku ini.

Akhirnya kami berempat sudah bersiap untuk bertanding. Aku yang masih memakai gaun pantai dan cardigan cukup kerepotan karena hembusan angin pantai yang cukup kencang.

"Siap ya! Mulai!"

Pertandingan kemudian berlangsung dengan sangat sengit. Kombinasi serangan dan pertahanan Echa dan Icha sangat menakjubkan. Mereka seperti dapat berkomunikasi dengan saudara kembarnya tanpa menggunakan lisan. Di tambah lagi mereka termat lihai dalam mencari celahku dan Kak Azizah.

Sebaliknya, Kak Azizah memang sangat hebat. Tubuhnya yang tinggi membuatnya dengan mudah setiap serangan yang coba dilancarkan. Ditambah lagi dia sigap bergerak ke segala sisi lapangan. Jangan lupakan juga smash Kak Azizah yang cepat dan akurat membuat Echa dan Icha kerepotan.

Tapi kondisiku justru sebaliknya. Aku yang tidak terlalu sering berolah raga membuat ritmeku menjadi kacau. Belum lagi aku kerepotan dengan gaun dan kardigan yang kupakai. Hembusan angin membuatnya dengan mudah tersingkap jadi alih-alih aku fokus pada pertandingan, aku justru fokus untuk menutupi auratku.

Pertandingna berakhir. Skor 21-15

Kalau saja bukan karena Kak Azizah, aku pasti sudah kalah telak.

"Yah, segini saja kemampuamu, Zah?"ejek Echa.

"Tahu ini. Katanya jago main voli."

"Yaelah, menang tipis saja bangga."Kak Azizah bersungut-sungut.

"Menang ya menang. Iya kan?"

"Yoi, mbak!"tukas Icha.

Mereka berdua tertawa keras membuat beban penghinaan yang kami alami semakin banyak.

"Kak, maafin aku ya kak."kataku mendekati Kak Azizah.

"Maaf kenapa?"

"Gara-gara aku kita jadi kalah."

Kak Azizah hanya tersenyum tipis."Namanya juga permainan Fah. Pasti ada yang menang ada yang kalah."

"Tapi kan harusnya kita menang kak."Aku menggeleng tegas. Meskipun ini permainan, aku tak mau dihina begitu saja oleh orang yang baru saja kutemui."Kalau bukan karena aku yang hambat, pasti kita menang tad."

"Ya sudah. Kalau kamu nyesal, makanya bantuin kakak menang dong."

Aku mengangguk.

Sebelum pertandingan dimulai, aku melakukan hal yang membuat Echa dan Icha terkejut.

Aku membuka gaunku. Membiarkan tubuhku hanya berbungkus bikini berwarna biru.

Aku tak akan main-main sekarang. Aku akan membuktikan kemampuanku. Persetan dngan aurat. Aku hanya peduli pada kemenangan.

"Widih, cewek alim sudah berani pakai bikini ya,"ejek Icha.

"Awas loh ada laki yang liat."

"Diam kalian."Aku berujar dingin."Kubantai nanti."

"Ihhhhh...takutnya...."Echa semakin menjadi.

"Kalau kalah jangan nangis ya."

Maka dimulailah pertandingan ke-2

Meskipun aku sudah lama tidak berolah raga, namun isnting yang terasah lewat ribuan permainan yang kulakukan di pondok dan tahun-tahun awal masa kuliahku membuatku mampu memposisikan diri dengan baik. Kakiku seakan bergerak otomatis mencari celah dengan kordinasi sempurna dengan mata. Tanganku sigap menahan bola dan kemudian tanpa ampun disambar oleh Kak Azizah.

Selama pertandingan yang kujalani entah kenapa aku meraskaan perbedaan besar dalam tubuhku. Aku merasakan jangtungku berdegup kencang seiring dengan sebagian besar kulitku yang kini dapat merasakan hembusan angin. Aku tak merasa ini speerti adrenalin ketika berolah raga. Ini seperti....ada hal ian yang bangkit.

Meskipun Echa dan Icha sempat memberikan perlawanan yang sengit, namun mereka berdua masih tak berdaya dengan kombinasiku dengan Kak Azizah. Kami berdua menang dengan skor 21-13.

"Wuhu!!!!"Aku berseru girang sampai melompat tinggi.

"Begitu baru adikku!!!"sambut Kak Azizah yang memelkku dengan erat.

Ketika dipeluk oleh Kak Azizah, entah kenapa aku merasakan perasaan yang sangat aneh. Bersentuhnya payudaraku dengan payudara Kak Azizah entah kenapa membuat jantungku berdegup sangat kencang.

"Alah, beruntung saja itu,"kilah Icha dengan wajah kesal.

"Kalah jangan nangis."balasku meniru ejekkannya.

"Eh, kita tukeran pemain yuk. Biar seru,"usul Echa sebelum memulai set 3.

"Ayuk siapa takut."Kak Azizah langsung menyambut ide tersebut dengan semangat.

Maka disepakatilah pembagian tim kami. Aku akan se tim dengan Echa. Sedangkan Kak Azizah akan se tim dengan Icha.

"Oh ya biar seru bagaimana kalau kita bikin taruhan."usul Echa sebelum bola di service.

"Taruhan?"

"Iya. gimana kalau setiap satu tim dapat 7 poin, maka tim lawan harus ngelepasin salah satu bagian bikininya. Dimulai bagian atas. Bagaimana?"

Aku terpaku seketika. Apa maksudnya Echa ingin membuat kami bugil semua di pantai.

"Lah terus kalau misal sudah 21 bagaimana? Kan lawan sudah bugil."

"Berarti nanti yang kalah harus jadi budak yang menang sampai matahari terbenam. Pokoknya semua yang diminta pemenang harus diturutin. Bagaimana?"

"Wah seru itu."Kak Azizah seperti biasa langsung menyambutnya dengan semangat."Tapi jangan nyesel ya kalau kalah."

"Siapa takut. Ayo aja aku mah,"timpal Icha.

"Kamu ini maunya apa sih?"Tanyaku dengan nada kesal pada Echa yang sudah mengusulkan tawaran tak masuk akal itu.

"Biar seru lah, Fah. Begitu saja gak paham."

Aku ingin mendebatnya lagi tapi Echa keburu melakukan service dan menjadi pertanda mulainya pertandingan.

Di pertandingan awal, aku dan Echa berhasil mendominasi pertandingan hingga akhirnya kami unggul dengan skor 7-5.

"Yes, langsung lepas saja tuh atasannya,"seru Echa dengan nada mengejek.

"Alah, menang hoki saja bangga."

Jantungku seakan mau copot melihat dua tetek secara langsung. Toked Kak Azizah nampak bulat dan padat seperti buah melon dengan puting berwarna pink. Sementara tetek Icha nampak agak kecil mungil namun putingnya terlihat menggoda. Dengan keringat yang mengucur, aku merasa kalau toked mereka bersinar.

Pertandingan kembali dilanjutkan. Hanya butuh waktu singkat bagi Kak Azizah dan Icha untuk mengejar dan membuat kedudukan menjadi 9-7.

"Kubilang juga apa. Menang hoki saja itu."

"Awas saja nanti."Echa segera melepaskan tali bikininanya dan menjatuhkannya di atas pasir.

Aku nampak ragu sekenak. Tapi karena dsesakkan Echa untuk memluai kembali pertandingan, aku akhirnya menyerah dan melepaskan bikini atas ku. Menampakkan tetek yang agak kendur namun cukup besar dengan puting yang membulat.

"Hihihihi. Baru kali ini kakak liat tetekmu,"komentar Kak Azizah.

Aku berusaha menutupi tetekku dengan kedua tanganku tapi langsung ditepis oleh Echa.

"Bagaimana kita mau menang kalau kamu begini."

Akhirnya dengan terpaksa aku membiarkan tetekku kelihatan. Digelitik oleh hembusan angin yang nakal.

Pertandingan kembali dilanjutkan. Aku merasa sangat kewalahan sekarang karena tetekku yang berayun-ayun bagai bandul. Membuatku sangat sulit berkonsentrasi. Apalagi di depan aku melihat ada 2 pasang toked lainnya yang berayun-ayun bagai lonceng.

Entah kenapa ada perasaan aneh yang muncul ketika aku melihat toked mereka. Tapi perasaan itu makin menggelora ketika tetekku dapat terkespos dengan bebasnya.

Perasaan itu....seperti api yang menggelora. Tapi entah kenapa.....aku malah suka.

Kak Azizah dan Icha kemudian berhasil membalikkan keunggulan dengan skor 14-10.

"Hahahahaha. Mana nih kemampuanmu?"

"Tahu nih. Songong sih pakai ngajak taruhan segala."

"Jangan nyesel ya kalau kalah."

"Liat saja nanti."

Karena kami kembali kalah, terpaksa aku dan Echa harus merelakan penutup terakhir dari tubuh kami terlepas. Tanganku bergetar dengan hebatnya ketika harus membuka ikatan dari bagian bawah bikiniku.

Tapi entah kenpa sensasi getaran itu justru membuatku merasa nikmat. Seperti merasakan pedas. Makin sakit lidah merasakan, makin nikmat yang diterjemahkan otak. Apalagi ketika aku merasakan dsesiran angin yang membelai bulu halus yang tumbuh di sekitara vaginaku. Aku seperti merasakan aliran darah di sekitar vaginaku mengalir deras.

"Aduh bagaimana ini."Aku sekeika langsung berusaha untuk menutupi tubuhku yang kini tidak ada sehelai kain pun yang menutupinya.

"Ya lanjut tanding lah."timpal Echa santai tak peduli kalau dirinya sekarang juga bugil.

"Masa bugil gini?"tanyaku emosi.

"Woi, cepetan mulainya!"seru Kak Azizah."Atau kalian mau jadi budak kami."

"Hahahaha. Sudah gak sabat itu buat ngelayani kita."

"Ayo cepetan, Fah. Kamu mau jadi budak mereka."

Aku pun mengangguk dan bersiap. Membiarkan tubuhku yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi untuk bergerak di antara pasir pantai.

Pertandingan dilanjutkan dan......

Aku dan Echa kalah.

Liburan Kakak dan AdikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang