Bab 3

29.2K 93 2
                                    

Pov Azizah



Setelah yoga singkat yang kami lakukan, kami berdua segera kembali masuk ke villa. Di sana Alifah sudah rapi memakai jilbab dan gamisnya. Aku pun kembali memakai jaket dan celanaku. Anak itu, bahkan saat di liburan seperti ini bisa-bisanya dia masih tidak mau melepaskan jilbabnya meski ada di dalam ruangan.

Petugas villa kemudian datang mengantarkan sarapan kami. Dia juga sekaligus mengantarkan kunci vespa yang sebelumnya sudah disewakan Alan. Dengan saning hati aku pun menerimanya.

"Ih, kakak kok gak dipake jilbabnya pas keluar?"protes adikku ketika aku masuk ke dalam villa setelah menerima sarapan dan kunci motor.

"Ehhhh...inget perjanjian kita?"kataku menggunakan kartu AS ku."Padahal baru loh."

"Huh...."Alifah mendengus tapi tidak melanjutkan protesnya.

Kami berdua kemudian makan dengan lahapnya hidangan sarapan berupa lontong sayur itu. Usai makan, kami segera membuang wadah plastiknya.

"eh kak mana obat yang kakak janjiin?"tanya Alifah tiba-tiba.

"Oh iya. Sini-sini."

Aku kemudian menuju tas ku dan mengeluarkan sebuah botol berisi cairan. Bagian kemasannya sudah kucabut jadi yang terlihat hanya sebuah botol obat polos.

"Ini bener obatnya?"Tanya Alifah mematut botol itu.

"Iyalah kamu gak percaya?"

"Kok gak ada labelnya?"

"Sengaja kakak lepas. Biar gak ketahuan kakak lagi diet."

"Yeee, apa lagi sampai segitunya."

"Suka-suka kakak lah."

Alifah membuka botol itu dan melihat isinya rupanya cairan yang sudah seperempat kosong.

"Ini cara makainya bagaimana kak?"

"Kamu tuangin beberapa tetes ke segelas air terus tinggal minum 5 kali sehari."

"Lima kali ? Banyak banget."

"Memang begitu. Pokoknya setiap kali habis makan, terus sebelum dan sesudah tidur harus dimunum obatnya kalau mau mujur efeknya."

"Ok deh kak. Aku minum dulu ya. Sekali lagi makasih ya sudah bagi obatnya."

Alifah kemudian meneteskan beberapa cairan dari botol itu kemudian mencampurkannya dengan segelas air dan meminumnya dengan cepat.

Aku tersenyum dalam hati melihat Alifah yang meminum campuran obat tersebut. Dia sama sekali tidak tahu apa yang baru saja dia minum.

Itu bukanlah obat diet sebagaimana yang kukatakan padanya. Itu adalah obat perangsang yang mampu meningkatkan gairah khususnya perempuan. Namun berbeda dengan obat perangsang lain yang bekerja secara instan, obat ini bekerja dengan sangat perlahan bahkan tidak disadari peminumnya.

Obat itu perlahan akan meningkatkan libido seseorang dan perlahan akan merusak pikirannya hingga ia akan kecanduan. Dia juga akan membuat peminumnya sulit fokus atau mengingat sesuatu termasuk moral apalagi ketika dia menerima rangsangan seksual. Obat itu juga dapat memunculkan halusinasi seksual yang akan semakin membuat penggunanya terangsang dan berakhir menjadi kecanduan sex.

Jika penggunanya sudah kecanduan, dia akan berusaha untuk menghilangkannya. Tapi hal itu hanya bisa dicapai jika dia mencapai klimaks. Namun klimaks hanya bersifat sementara. Sebab setelah itu dia akan kembali mengidamkannya lagi.

Sejujurnya aku tak tega memberikan obat itu pada adikku. Namun Mbak Luna menjanjikan ini hanya sementara. Setelah Alifah berubah total, maka dia akan diberi penawarnya jadi dia tidak selalu mendambakan klimaks.

Oh ya obat itu memang obat khusus yang dirancang langsung oleh perusahaan tempatku bekerja. Perusahaanku selain bergerak dalam bidang garmen juga terlibat dalam bisnis lain seperti pariwisata. Ada juga lini bisnis lain yang terbilang 'gelap'. Cuma kapan-kapanlah aku cerita mengenai sisi gelap perusahaanku.

"Bagaimana rasanya, Fah?"tanyaku setelah Alifah menghabiskan airnya.

"mmmmm...biasa saja sih kak. Gak kerasa apa-apa."

"Memang begitu obatnya. Tapi liat saja nanti. Lima hari langsung kerasa bedanya."

"Oh ya kak abis ini kita ngapain?"

"Kita jalan-jalan yuk. Kebetulan motornya sudah sampai."

"Ok kak. Tapi kakak yang nyetir ya."

"Siiip."

Kami pun segera menaiki vespa yang sudah disewakan tersebut dengan aku berada di depan. Seperti biasa Alifah duduk menyamping saat naik motor.

"Eh, fah kamu duduknya ke depan dong."

"Gak mau ah kak. Malu tahu nanti gamisku ke singkap."

"Ya nanti kakak malah susah nyetirnya. Jalannya kan gak selalu mulus. Apalagi kita pakai vespa. Nanti kalau kamu jatuh bagaimana."

"Iya juga ya kak. Yaudah deh aku duduknya ke depan."

"Nah begitu dong."

Alifah pun mengubah posisinya duduknya menjadi menghadap ke depan sehingga kini gamisnya tersingkap memperlihatkan celana abu-abunya.

"Ok kita berangkat."

"Lets go."

Motor yang kukendarai bergerak dengan kecepatan sedang melewati jalanan pulau lombok yang agak lenggang. Sesekali kami bertemu dengan anak-anak yang berangkat sekolah dengan seragam rapinya. Ada juga beberapa petani yang menggiring kerbau dan beberapa kali berpapasan dengan truk.

Sepanjang jalan Alifah tak henti-hentinya menengok ke sekeliling. Dia terpukau melihat bukit-bukit karang dan juga hamparan pantai sepanjang jalan. Baginya yang biasanya hanya melihat sawah, tentu ini menjadi pemandangan yang menakjubkan.

"Kak itu kok orang-orang pada gak malu ya?"Tanya Alifah setelah setengah jam kami berjalan.

"Gak malu bagaimana?"

"Itu kak tadi aku liat cewek-cewek bula pada pakai daleman doang."

"Oh, maksudmu bikini?"

"Iya itu kak."

"Memangnya kenapa?"

"Masa mereka gak malu sih. Itu perut sama teteknya kelihatan loh."

"Hahahahaha. Itu mah sudah kebiasan mereka kali."

"Tapi kan tetap saja aneh begitu. Gak malu apa diliatin orang-orang."

"Menurut mereka kamu yang aneh Fah. Masa ke pantai yang panas pakai baju terutup begitu."

"Lah kan mau menjaga aurat."

"Nah sama mereka begitu. Mereka punya nilai norma juga yang mungkin berbeda denan kita. Jadi maklumin saja. Sama kayak kamu suka tahu kakak suka tempe. Karena kamu suka tahu bukan berarti tempe gak enak kan?"

"Iya sih kak."

"Pokoknya kamu selama di sini diem saja. Semua punya pandangan dan prinsip masing-masing. Kita hormati saja. Toh kamu sekarang ada di tempat orang."

"Baik kak."

Kami terus berkendara selama satu jam. Sampai ke tengah kota yang ramai dengan beragam aktifitasnya. Setelah puas berkeliling, aku segera membelokkan motorku untuk kembali ke villa.

Begitu kembali, Alifah langsung menghabur masuk. Sepertinya perjalanan tadi sangat melelahkan buatnya apalagi dengan udara panas yang menerpa.

"KAK!!!!"teriak Alifah dari dalam villa.

"Kenapa lagi sih Fah?"

"Cepetan ke sini kak."

"Kenapa emangnya."

"Sudah cepetan ke sini."

Aku pun masuk dan melihat sudah berdiri sambil berkacak pinggang. Matanya menatap cemas ke arah lemari yang terbuka.

"Liat ini kak. Baju kita pada hilang."

"Hah masa sih."

Aku ikut melongo ke arah lemari baju. Tak ada satupun baju yang ada di sana.

"Bagaimana ini kak. Kok bajunya bisa hilang."

"Mmmm....coba kakak telpon dulu ke petugas villanya."

Aku pun segera menghubungi petugas villa dan berbincang beberapa menit sebelum akhirnya berkata.

"Fah, petugasnya bilang baju kita lagi di laundry."

"Apa di laundry?"

"Iya. Tadi sebenarnya kakak salah juga. Kakak bilang supaya semua baju kita di laundry. Kakak lupa bilang harusnya yang di luar lemari. Bukan semuanya sampai di dalam-dalamnya."

"Aduh kak kok bisa begitu sih."Alifah mulai uring-uringan. Membayangkan selama beberapa hari ke depan tanpa pakaiannya.

"Ya mau bagaimana lagi. Namanya juga silap."

"Terus baju kita bagaimana? Gak bisa diambil."

"Susah Fah. Soalnya sudah dikirim begitu dan memang kebijakan dari laundrnya gak bisa ambil sebelum selesai."

"Sampai kapan selesainya?"

"Paling cepet 3 hari."

"Tiga hari?!!!!"Mata Alifah langsung membelalak terkejut."Apa gak bisa lebih cepet lagi."

"Ya gak bisa lah. Soalnya sudah dipilihin paket reguler."

"Aduhhhhh...."Alifah mendengus marah sambil berjalan mondar-mandir. Tangannya tanpa sadar menjambak rambutnya.

"Tenang fah."

"Bagaimana aku bisa tenang kak. Aku pakai apa selama 3 hari. Masa aku gak ganti baju."

"Kakak paham kamu cemas. Tapi tenang saja. Pihak villa sudah minta maaf kok."

"Aku gak butuh minta maaf!"seru Alifah garang."Aku mau bajunya balik!!!"

"Ehh. Sabar dulu. Belum juga kakak selesai ngomong."Aku mencoba tersenyum untuk mencairkan suasana."Jadi sebagai bentuk permohonan maaf mereka akan kasih kita 3 pasang baju baru."

"Baju baru?"

"Iya. Kebetulan villa ini punya toko bajunya juga. Di sana kita bebas milih mau ambil 3 pasang baju. Sekalian kita boleh ambil baju renang."

Alifah terdiam sebentar. Amarahnya perlahan menghilang.

"Begitu ya...."

"Ya sudah. Kita ke sana yuk. Cuma lima menit dari sini kok."

"Iya deh kak."

Kami segera menaiki kembali vespa dan menuju toko baju yang diberitahu petugas villa. Jaraknya memang tak jauh karena masih satu kompleks dengan villa. Bedanya tempat itu terletak dekat gerbang masuk.

Toko itu terlihat cukup sepi. Hampir tak ada pengunjungnya. Tokonya juga tidak terlalu besar. Mungkin setara dengan 4 petak.

Begitu kami masuk, aku langsung disambut dengan seorang petugas kasir yang terletak dekat dengan tempat masuk. Aku langsung menunjukkan ponselku yang memuat percakapanku dengan petugas villa.

"Oh ini atas nama Kak Azizah ya."

"Iya."

"Silahkan kak. Kami sudah diberitahu kalau kakak boleh ambil 3 pasang bebas di toko kami."ujar penjaga toko tersebut.

"Terima kasih."

Aku lalu mengajak Alifah untuk melihat-lihat koleksi baju yang dimiliki oleh toko ini. Kebanyakannya adalah baju pantai dan juga bikini karena toko ini memang diperuntukkan untuk turis yang hendak membeli baju pantai.

"Kak kok gak ada gamis sama jilbabnya?"

"Gak ada lah, Fah. Namanya juga toko baju pantai."

"Loh terus aku pilih yang mana?"

"Pilih yang mana saja lah. Kan sudah dibilang bebas."

"Kak!!!!"seru Alifah kesal.

Aku mengangkat bahuku."Mau bagaimana lagi fah. Cuma di tempat ini kita bisa beli baju. Kamu bisa saja beli gamis di kota. Tapi memang uangnya cukup."

Alifah langsung terdiam.

"Udahlah. Pilih saja cepat. Daripada kamu gak ganti baju."

"Iya deh kak. Aku pilih dulu ya."

"Ya sudah sana."

Aku terkikik melihat kebingungan di wajah Alifah. Dia tak sadar kalau sudah kembali jatuh dalam perangkapku.

Sebenarnya petugas villa sudah bersekongokol denganku. Mereka kusuruh untuk mengambil semua baju kami kemudian membuat skenario yang memaksa kami berdua untuk mengambil baju di toko ini. Tentu baju itu sudah dibayarkan oleh Mbak Luna demi melancarkan aksi kami.

Aku lalu mengambil beberapa baju favoritku. Tentunya aku mengambil sepasang bikini warna biru dan putih dengan motif bunga. Lalu aku mengambil sepasang dress pantai dengan motif bunga berwarna kuning cerah dan satu lagi yang berwarna biru tanpa lengan. Keduanya memiliki potongan rendah di atas lutut. Terakhir aku membeli hotpants dan tanktop crop top.

"Fah, sudah belum milihnya?"

"Gak ketemu kak bajunya."

"Gak ketemu bagaimana?"tanyaku seraya menghampiri Alifah.

"Ini kak bajunya semua terbuka. Gak ada yang terututp."

"Ya wajarlah, Ini kan khusus untuk baju pantai."

"Terus aku bagaimana kak. Masa aku pakai baju kayak begitu."

"hmm...kamu pakai ini saja."Aku lalu mengambilkannya 2 buah dress pantai panjang namun tidak cukup panjang sampai mata kaki. Aku juga mengambilkan kaus berwarna putih dengan tulisan 'i love lombok' dan juga legging berwarna abu-abu yang sepertinya untuk olaharga.

"Loh ini masih terbuka kak!"

"Kamu tutupin pakai kardigan ini."Aku meraih sebuah kardigan putih yang agak transparan.

"Aduh bahannya tipis banget lagi."keluh Alifah.

"Sudah, pakai saja. Daripada lenganmu keliatan."

"Iya deh kak. Terus jilbabnya pakai apa. Di sini gak ada jilbab ya?"

"Gak ada lah."Aku lalu melirik sesuatu dan mengambil kain pantai berwarna putih dengan sedikit motif bunga-bunga."Kamu pakai ini saja ya."

"Ini bagaimana makenya?"

"Kamu lilitin saja gini."Aku kemudian melilitkan kain itu di kepala Alifah sehingga menyerupai jilbab instan. Namun jilbab itu hanya menutupi kepalanya sehingga tonjolan dadanya bisa terlihat. Bahkan beberapa helai rambutnya masih terlihat.

"Waduh kayaknya gak semua ketutupan ini kak?"keluh Alifah sambil berusaha membetulkan jilbab daruratnya.

"Mau bagaimana lagi. Adanya Cuma ini. Atau kamu gak usah make saja."

"Eh iya-iya. Pakai gini saja."

"Ok. Kita balik yuk.

"Eh tunggu kak. Ini dalemanku bagaimana?"

"Gak usah pakai Fah. Di sini gak jual."

"Masa gak make sih kak? Malu lah aku."

"Aduh kamu ini repot banget deh. Ya sudah pakai bikini saja bagaimana buat daleman."

"Bukannya itu baju renang kak? Memang bisa dijadiin daleman."

"Yaudah kalau gak mau."

"Eh iya-iya. Tapi bukannya kita Cuma boleh ambil satu baju renang? Terus sisanya bagaimana. Masa dalemanku gak ganti."

"Kakak beliin bagaimana? Mau gak?"

"Kakak ada duit?"

"Ada dong."Kataku memamerkan dompetku."Tapi kayak tadi, ada syaratnya."

"Apa itu kak syaratnya?"

"Hehehe liat saja nanti."

"Jangan aneh-aneh ya."

"Terserah kakak lah. Eh, jadi bagaimana ini. Mau kakak beliin kak bikininya."

"Iya deh kak. Beliin bikininya."

"Nah begitu dong."

Liburan Kakak dan AdikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang