Bab 6

16.3K 73 6
                                    


Aku dan Echa berdiri berdampingan. Tentu dalam kondisi bugil. Tepat di pantai. Di hadapan Kak Azizah dan Icha yang duduk santai bersandar di kursi pantai sambil dipayungi oeh payung besar dan menikmati minuman sirup di samping.

Sesuai pertaruhan yang disepakati, Aku dan Echa sebagai tim yang kalah harus mengikuti perintah Kak Azizah dan Icha yang menang. Dan perintah mereka adalah untuk tetap bugil dan tidak menutupinya.

"Uhhh...gimana rasanya telanjang, Fah?"tanya Kak Azizah dengan sinisnya.

"Rasanya malu kak...."kataku tertunduk.

"Eh! Kamu itu sekarang budakku. Jadi mulai sekarang kamu harus manggil kita berdua Nyonya. Ngerti?"

"Mengerti kak....eh Nyonya."

"Bagus. Sekarang kamu berlutut di bawah sini."Kak Azizah menunjuk bagian ujung kursi tempat kakinya berada.

"Tap—"

"Sudah cepet."

Aku pun langsung berlutut di ujung kursi santai itu. Melihat lebih jelas kaki Kak Azizah yang putih bersih meskipun dia sering berolah raga.

"Kamu juga, Echa."

"Baik Nyonya,"jawab Echa penuh kepatuhan.

"Sekarang jilatin kaki kita, budak!"perintah Icha.

"Jilatin kaki?"Aku bertanya dengan ekspresi jijik.

"Baik Nyonya."Berkebalikan denganku, Echa dengan patuh langsung membungkuk, menjulurkan lidah dan menjilati kaki saudari kembarnya.

Aku hendak protes tapi seketika Kak Azizah menatapku dengan tajam.

Aku akhirnya dengan menahan rasa jijik yang sangat mulai membungkukkan kepalaku ke arah kaki Kak Azizah. Aku menjulurkan lidahku dan mulai menyentuh permukaan kaki Kak Azizah. Aku bisa merasakan beberapa butiran pasir yang tertinggal di lidahku. Hampir aku menarik kembali lidahku tapi setelah menatap mata Kak Azizah, aku langsung melanjutkan jilatanku.

Kenapa pula sih Kakak harus begini. Dia tidak risih apa kakinya dijilati olehku.

"Ok girl, yuk kita masuk."

"Iya ini mau berendam,"imbuh Kak Azizah."Ada jazucci kan?"

"Ada dong. Nanti kusuruh Echa siapin."

"Ok. Ayo budak. Kita masuk ke rumah."

Di dalam rumah Echa langsung di suruh ke lantai dua untuk menyiapkan pemandian kami. Sementara itu Icha dan Kak Azizah duduk dengan santai di sofa dalam keadaan santai dengan tetap mengenakan bikini. Sementara itu aku duduk bersimpuh dengan tetap telanjang.

"Gimanara rasanya telanjang, Fah?"tanya Kak Azizah dengan nada mengejek.

Aku mendengus kesal.

"Jawab kalau ditanya!"seketika Icha menenedang tubuhku hingga tersungkur.

Aku meringis kesakitan. Ingin rasnaya aku bangkit melawan. Tapi aku segera ingat kalau Kak Azizah pasti akan membela Icha. Dan aku tidak punya peluang menang jika harus berhadapan dengan Kak Azizah.

"Bagaimana rasanya?"ulang Icha kembali.

"Rasanya aneh."

"Mana panggilan nyonya nya!"bentak Icha.

"Rasanya aneh, Nyonya,"ulangku lagi.

"Enak gak?"tanya Kak Azizah dengan pandangan menggoda.

"Enak?"Aku justru bertanya heran. Bagaimana bisa aku menikmati semua ketelanjangan ini.

"Iyalah. Itu liat saja memekmu basah."

Aku langsung meliha ke bawah dan mendapati memekku yang mulai lembab. Entah sejak kapan aku mengeluarkan cairan itu. Hampir tak pernah selama hidupku aku mengeluarkan carian kenikmatana.

"Hehehehe. Luarnya saja alim. Ternyata bawahnya becek."ejek Icha dengan suara tawa yang terbahak-bahak.

"Sudah, Fah, ngaku saja. Bilang saja enak."

Aku malu sekali. Mungkin wajahku sudah semerah kepiting rebus. Apalagi aku tidak bisa menggerakkan tanganku untuk menutupi memekku yang basah.

"Nyonya, bak mandinya sudah siap."ujar Echa yang menuruni tangga.

"Wah, yuk langsung saja mandi."ajak Icha.

"Kalian berdua tunggu dulu di bawah. Nanti kupanggil."

"Baik nyonya."

Kami berdua kemudian duduk bersimpuh selama 15 menit. Selama itu pula tidak ada suara yang aku maupun Echa keluarkan. Kami berdua sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Ayo budak masuk!"seru suara Kak Azizah memanggil.

Kami berdua berjalan beriringan membuka pintu balkon. Tempat sebuah jazucci dengan air hangatnya berada. Di dalamnya sudah ada Kak Azizah dan Icha yang berendam tanpa sehelai pakaian pun. Mereka berdua nampak nyaman menikmati berendam di air hangat sambil menatap matahari yang beranjam tenggelam.

"Budak, pijetin pundak kita."

"Baik Nyonya."

Aku lekas berlutut di belakang Kak Azizah. Kemudian tanganku terulur mulai menekan pundaknya yang agak kaku. Begitu juga yang dilakukan Echa pada saudara kembarnya.

"Ah....enak banget. Habis olah raga. Terus dipijitin sama budak."

"Iya. Surga ini namanya."

"Setuju."

Aku mendengus dalam hati. Surga apanya. Yang ada aku dijadikan babu oleh mereka berdua.

Beruntung sekarang matahari akan terbenam yang itu berarti hukuman kami akan selesai.

"Icha, aku masuk dulu ya."ujar Kak Azizah yang keluar dari bak.

"Loh, udahan, Zah? Nanggung ini sunsetnya belum selesai."

"Gak usah kapan-kapan saja. Aku mau ngomong sama adikku."

"Ya sudah deh."Icha kembali mengalihkan pandangannya ke ufuk barat."Eh budak, tangannya lemes banget."

"Maaf Nyonya."

Kak Azizah lalu meraih sehelai handuk bersih dan berjalan masuk ke dalam rumah. Aku berjalan mengiringinya di belakang. Hingga kemudian Kak Azizah berhenti di sofa.

Aku lekas mengambil posisi berlutut di bawahnya.

"Pijitin ini."Kak Azizah menyodorkan kakinya adaku.

Aku dengan enggan meraihnya dan mulai memijitinya.

"Bagaimana perasaanmu selama di sini."

"Entahlah kak..."kataku mencoba jujur dengan perasaanku. Setelah melihat sendiri bagaimana memekku bereaksi."

"Maksudnya?"

"Aku malu banget kak. Sudah pakai bikini. Terus bugil sambil main voli. Malah jadi budak kakak sama Icha lagi."

"Maaf-maaf...habis seru sih liat kamu bugil begitu."

"Tapi gak tahu kenapa kak.....aku....ngerasain hal lain....."

"Hal lain?"tanya Kak Azizah tertarik.

"Iya. Aku tiba-tiba saja semangat pas denger taruhan. Pas aku bugil, bukannya malu, aku justru ngeras nikmat begitu. Kayak jantungku berdegup kencang tapi seru. Apalagi pas liat tetek kakak....."Aku terdiam sebentar dan menunduk..

"Sudah lanjutin saja. Kakak gak akan marah kok."

"Aku suka liat tetek kakak."kataku malu-malu.

Kak Azizah tersenyum. Dia mengulurkan tangannya dan mengelus kepalaku."Kamu harusnya jujur dari awal. Kalau begini, kamu sendiri kan yang nafsuan."

"Maaf kak. Aku tahu harusnya aku gak pantes nafsu sama tubuh perempuan. Apalagi sama tubuh kakak."

"Itu wajar kok. Kalau nafsumu menggebu, cewek pun jadi keliatan menggoda."

"Tapi aku gak mau begini kak. Masa aku nafsuan sama kakak."bantahku tak terima.

"Kalau begitu, bagaimana kalau kakak ajarin cara menyalurkan nafsu itu di tempat yang tepat."

Liburan Kakak dan AdikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang