One: Meet

111 12 0
                                    



"Ah tapi rasanya jurusan jurnalistik itu tidak begitu sulit, ilmunya bisa didapatkan dari mana saja. Tidak harus masuk ke jurusan jurnalistrik dulu, lagi pun prospek kerjanya biasa aja."

Sebelah alis Yewon terangkat, ia tersenyum masam untuk menghargai lawan bicaranya yang terus membual dengan kata-kata tinggi yang seolah menganggapnya ada di atas siapapun. Sialan sekali.

Karena Seungkwan yang kurang ajar itu Yewon mau tak mau harus berhadapan dengan orang asing menyebalkan dalam agenda kencan buta. Kalau tau seperti ini pasti sudah Yewon tolak mentah-mentah. Rugi saja waktunya setengah jam lebih hanya untuk menghadapi orang yang tidak tahu sopan santun.

Yewon mengangguk, mencoba menanggapi, "ya, jurusannya memang mudah karena itu aku memilihnya. Tapi di sini menyenangkan karena kami tidak perlu stres memikirkan bagaimana caranya pihak bersalah bisa menang di persidangan karena uang."

Tampak raut kesal ditunjukkan oleh pria di hadapan Yewon, sementara itu Yewon tersenyum sinis. Memangnya cuma dia yang bisa savage.

"Kami hanya menulis berita, jangan sampai suatu hari nanti kau masuk di beritaku dengan kabar buruk ya. Malu sekali aku."

"Jurnalis juga sering kena suap Nona Kim, tidak bersih."

"Yang melakukan penyuapan siapa? Sejujurnya aku sudah kaya jadi aku tidak peduli dengan uang suap, jadi kupikir hal semacam itu tidak akan terjadi."

"Angkuh sekali."

Walaupun berbisik, Yewon bisa mendengar kalau kalimat menusuk itu ditujukkan padanya. Ia tersenyum saja, padahal yang memulai 'perang' ini siapa. Kenapa dia lebih tersulut.

Yewon melirik ke arah ponsel, teman-temannya sudah sibuk di grup chat dan berisik dengan pesan pribadi. Meraih ponselnya, Yewon lantas berdiri lalu membungkuk.

"Aku permisi dulu ya, orang yang kuliah di jurusan mudah ini sedang sibuk. Terimakasih untuk waktunya."

Lantas ia pergi begitu saja meninggalkan orang yang tadi menjadi lawan bicaranya. Seperti yang sudah-sudah, hubungan mereka berakhir di pertemuan pertama dengan alasan beragam. Namun, kebanyakan karena sejak awal mereka meremehkan Yewon duluan.

Yewon jadi heran, mengapa semua pria yang ia temui di kencan buta ini memiliki karakter yang mirip. Maksudnya, rata-rata mereka akan langsung menganggap remeh Yewon ketika mulai berbicara soal jurusannya. Memangnya ada yang salah dengan jurusan jurnalistik? Jika mereka menganggapnya mudah harusnya mereka mencoba masuk ke jurusan ini sesekali untuk merasakan betapa menegangkannya suasana kelas kalau semua orang sudah serius.

Ponsel Yewon berdering, ia mengangkatnya selagi berjalan menuju halte untuk menunggu bus.

"Yeoboseyo Kwan."

"Yeoboseyo, kau di mana?"

"Menurutmu saja," kata Yuri sebal.

"Ya aku mana tau kau ada di mana Kim, memangnya aku dukun?"

"Huh orang ini, aku baru saja bertemu dengan orang yang kau bilang kemarin."

"Sungguhan? Kau datang ke kencan buta itu? Bagaimana? Lancar?"

"Lancar? Huh tega-teganya kau mempertemukan aku dengan orang seperti dia. Sialan, pria brengsek. Baru bertemu dia langsung mengajakku minum-minum bahkan meremehkan aku, memangnya siapa dia bicara seperti itu, tidak sopan sekali. Lalu dia marah ketika aku membalas ucapannya, dia gila. Tidak usah mendaftarkan aku pada kencan buta apapun itu, muak sekali."

"Duh, maafkan aku Yewon. Temanku yang merekomendasikan dia, aku juga tidak tahu kalau dia akan seperti itu padamu. Maafkan aku. Oh iya kau sudah membaca pemberitahuan tugas dari profesor Lee? Gila bagaimana mungkin hanya diberi waktu satu minggu?"

Yewon tahu, ia baru saja membaca pesannya tadi. Tepat berhenti di halte, Yewon langsung mengambil tempat duduk sembari menunggu.

"Kita baru dua minggu kuliah tapi tugasnya sudah sebanyak ini. Argh, bisa gila. Sebenarnya tidak masalah waktu satu minggu, hanya saja tugas dari dosen lain juga banyak, belum lagi menyusun bahan presentasi untuk minggu depan."

"Nah! Bahkan ide untuk bahan presentasi belum kupikirkan, lalu ini melakukan riset berita, menulis dan mempublikasikan dalam satu waktu. Yang benar saja profesor Lee."

"Temanya itu yang membuat sulit. Aku–"

"Excuse me."

Mendengar suara asing Yewon langsung menoleh, ia dapati seorang pria tinggi besar dengan pakaian serba hitam berdiri di dekatnya. Ia terpaku sesaat sampai Seungkwan sibuk memanggilinya dari sebrang telepon karena Yewon tiba-tiba hening.

Setelah pria asing itu menurunkan masker dan tudung jaketnya barulah Yewon bisa bernapas lega, setidaknya yang ia temui manusia.

"Sebentar Kwan," ucap Yewon berbisik, ia meletakkan ponselnya di dalam saku tanpa memutuskan sambungan telepon, "yes? Is there anything I can help?"

Mendapatkan respon, orang itu lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jaketnya, "I was on my way to Daehan University, but a taxi dropped me off here. Is Daehan University near?"

"Ouh," Yewon bereaksi sekenanya, yang disebutkan adalah nama kampusnya jadi tentu ia tahu seberapa jauh jaraknya tempat itu dari sini. Kemudian ia menelisik barang bawaan pria itu yang tampak menumpuk
.
"Not that close if you walk," sahut Yewon," sorry for my bad English."

"Its okay, aku paham kok."

Yewon mengangguk paham, ia menggapai ponselnya untuk mencari tahu rute taxi terdekat. Beberapa saat kemudian barulah ia sadar apa yang pria itu baru saja ucapkan. Ia langsung melotot.

"Huh, kau bisa bahasa Korea?! Kenapa kita malah berkomunikasi menggunakan bahasa inggris?!"

"Sorry."



[2] Morganite: Save Me [Kim Yewon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang