Ten: Tuts

72 10 0
                                    

▪︎
▪︎
▪︎

"Annyeong haseyo."

Ungkapan sambutan dari Yewon dan Hansol mengundang atensi dari mereka yang sedang ada di studio musik, termasuk seorang pria dengan rambut blonde yang diikat separuh. Ia mengenakan kemeja hitam dengan bagian lengan dilipat ke atas, dua kancing teratasnya juga terbuka.

Yewon menahan napas untuk sesaat karena ruangan ini didomasi oleh laki-laki, ia tersenyum canggung apalagi karena reaksi mereka yang menatap aneh padanya. Ya siapa yang akan nyaman berhadapan dengan orang yang kemana-mana membawa kamera yang terangkat di udara seolah sedang on air.

"Annyeong," Woozi, pria rambut blonde itu membalas sapaan Yewon.

Begitu melihat Hansol barulah ia sadar tentang urusan apa yang hendak mereka kerjakan bersama.

"Rupanya kau Hansol, aku sampai lupa kalau kau akan datang hari ini."

"Oh Jihoon sedang ada tamu rupanya, kami permisi dulu. Sampai nanti."

Dua orang pria yang tadi bercengkrama bersama Woozi langsung undur diri, Woozi mengangguk lalu mempersilahkan Hansol dan Yewon untuk duduk di sofa yang ada di dalam studionya.

"Mohon izin sebelumnya Kak Woozi, aku dari jurusan jurnalistik sedang bertugas untuk meliput–"

"Tunggu, wajahmu familiar," potong Woozi sambil mengamati wajah Yewon.

Yewon mendadak merasa canggung. Duh, dia kan bilang pada Hansol kalau kenalannya Woozi, kalau sampai pria itu yang malah tidak kenal padanya habislah dia.

"Kita satu SMA."

Setelah Yewon bicara demikian barulah Woozi berseru, ia baru ingat. "Oh kau yang memotret kami saat kelulusan kan?"

Tebakan Woozi benar, Yewon tersenyum sambil mengangguk. Sekarang posisinya aman karena Woozi berhasil mengingatnya. Kalau dipikir itulah saat pertama dan terakhir ia bertemu Woozi di jenjang SMA, nama Woozi terkenal di angkatannya karena katanya pria itu berbakat.

"Benar!" Yewon berseru senang, "kau bersama Kak Soonyoung dan Kak Jun juga."

"Iya aku ingat," tambah Woozi lagi, "kau teman kencannya Minghao kan?"

Sontak Yewon meringis, matanya membulat dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Di antara semua hal yang ada, mengapa Woozi menyebut nama pria itu, dan lagi 'teman kencan'? Huh membuat Yewon malu saja.

Yewon tersenyum masam, menggeleng, "tidak, kami tidak kencan."

"Oh? Dokyeom dan Seungkwan bilang begitu padaku."

Dua orang itu lagi, sungguh Yewon membenci mereka.

"Itu bualan saja, jangan percaya."

Mendengar kisah reuni singkat antar sesama alumni, Hansol tertawa pelan. Rasanya seru bisa berada di antara orang-orang ini. Selepas basa-basi barulah Yewon berkata maksud kedatangannya dengan membawa kamera dan set alat rekaman lain untuk meliput kegiatan Hansol hari ini.

Woozi memberikan izin untuk meliput studionya dan juga merekam aktivitas mereka selama beberapa jam kedepan. Dari apa yang dua pria itu bahas Yewon jadi tahu kalau mereka baru saja dekat karena Hansol mendengar demo instrumental buatan Woozi yang dipamerkan pada stand fakultas seni.

Karena itu pulalah Hansol jadi penasaran dan berniat belajar musik lebih banyak pada orang yang dia bilang 'dewanya'.

Tugas Yewon merekam seluruh kegiatan yang ada sementara dua orang itu sibuk dengan urusan mereka sendiri. Woozi menjelaskan jawaban dari pertanyaan Hansol dan mulai mencoba memainkan beberapa alat musik ditambah ia juga menunjukkan irama yang baru siap ia garap.

Hansol tampak antusias, apalagi Woozi mempersilahkannya untuk mencoba langsung.

Kegiatan mereka berlangsung hampir empat jam lamanya. Merasa rekamannya cukup, Yewon memeriksa hasil video sambil sesekali menyahuti pertanyaan Woozi pada dirinya. Hansol sibuk mencoba mendengarkan instrumental lain buatan Woozi.

"Sungguhan? Jurnalistik?"

Woozi terperangah tak percaya atas jawaban Yewon yang menceritakan soal Seungkwan. Gadis itu mengangguk, bercerita dengan semangat.

"Yaaa, bahkan kami satu kelas."

"Anak itu sepertinya kena karma," ucap Woozi sambil tergelak, "dia dulu sering menjelek-jelekkan orang yang ikut eskul jurnalis, tetapi sekarang dia malah?"

"Kaaan," Yewon berkata heboh, ia juga tertawa, "aku selalu mengungkit soal itu padanya satu semester penuh."

"Kalau Dokyeom bagaimana? Ah aku sejak lulus sudah jarang berhubungan dengan teman yang lain, apalagi yang dibawahku."

Yewon meletakkan kamera di atas meja, ia mencoba mengingat kabar terakhir seniornya itu. Di sekolah mereka setiap siswa akan disebutkan melanjutkan pendidikan kemana begitu lulus, jadi setidaknya Yewon mungkin tahu kemana perginya Dokyeom setelah lulus.

"Jika tidak salah dia masuk jurusan seni teater."

"Tiba-tiba?" Woozi kembali tergelak, ia tak menyangka.

"Yang lebih aneh lagi Kak Mingyu, coba tebak apa jurusannya."

"Sepertinya administrasi bisnis? Atau mungkin desain komunikasi visual?"

Yewon menggeleng, seluruh jawaban Woozi salah. Woozi tidak mau menebak lagi, jadi ia langsung bertanya, "kemana dia?"

"Teknik sipil."

Tawa Woozi pecah seketika. Siapa yang bisa menduga, sependek mengenal Mingyu tidak ada tanda-tanda pria itu tertarik pada jurusan pada ranah STEM. Pun dulu Mingyu sering mengeluh pusing matematika dan fisika, tetapi sekarang? Ya kita tidak bisa menentukan nasib orang lain.

Tok tok.

Pintu diketuk dua kali, tak lama seseorang membuka pintu sembari membungkuk begitu melihat Woozi tak sendirian.

Orang itu bertatap mata dengan Yewon, ia langsung mengusap sudut bibirnya yang kotor bekas makan.

"Kim Yewon kan?" terkanya langsung.

Yewon tersenyum dan berdiri, ada sedikit rasa haru karena seniornya yang satu angkatan dengan Woozi ini bisa langsung mengenalinya.

"Iya Kak Soonyoung, apa kabar?"

Soonyoung menjabat tangan Yewon yang terulur, ia tersenyum ramah.

"Aku baik. Wah sudah lama tidak bertemu, kau teman kencannya Minghao kan."

Rasanya tidak salah bagi Yewon untuk mengamuk sekarang.

▪︎
▪︎
▪︎

[2] Morganite: Save Me [Kim Yewon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang