𝟑𝗰. 𝗧𝗲𝘁𝗮𝗽 𝗙𝗼𝗸𝘂𝘀, 𝗖𝗮𝘀𝘀𝘆! 𝗝𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗧𝗲𝗿𝗴𝗮𝗻𝗴𝗴𝘂 𝗼𝗹𝗲𝗵 𝗔𝗽𝗮 𝗣𝘂𝗻!

124 10 638
                                    

Cassy menyasar pelipis Madame sebagai target pukulannya. Kendati cukup cepat dan bertenaga, buku-buku tangan Cassy hanya berkontak dengan udara sebab Madame berhasil menghindari pukulan puluhan kilogram tersebut.

Ya, kita lihat dua gadis terbesar dan terkuat di ruangan ini tengah beradu jurus. Tentunya pengaman lengkap terpasang melindungi tubuh mereka. Kendati demikian, serangan-serangan yang dilancarkan tetap saja tampak mengerikan.

Selepas menghindari serangkaian pukulan Cassy, Madame menggunakan kakinya untuk mendorong pinggang Cassy. Bukan tendangan yang keras, tetapi cukup untuk menciptakan jarak antara keduanya.

"Cukup mengesankan, Cassy," Madame berkomentar, tetapi pujian itu langsung dibalas oleh lutut yang Cassy layangkan ke arah dada Madame.

Wanita yang lebih tua telah membaca serangan yang dikirimkan dengan baik. Reaksi yang dilancarkannya berhasil menggagalkan tolakan lutut yang mungkin saja membuatnya sesak napas walaupun pelindung telah terpasang di dada.

Madame membuat gerakan mengalihkan arah serangan, menggeser lutut Cassy sedikit ke kiri dengan sikunya. Sentuhan yang tampak simpel ini sudah cukup untuk membuat Cassy terdorong dan kehilangan keseimbangan.

Terlihat mudah, tetapi realitanya, perlu latihan selama kurun waktu yang tidak sebentar untuk menguasai teknik tersebut. Madame telah bergelut di dunia pertarungan selama lebih dari dua puluh tahun. Jangan heran jika ia melakukannya seakan-akan sesimpel itu.

Tangkisan Madame dilanjutkannya dengan hantaman keras di bagian dada dengan tulang hasta. Dalam ilmu gulat, ini disebut gerakan clothesline yang juga telah Madame praktikkan selama bertahun-tahun. Hantaman saat Cassy tak seimbang ini mengakibatkan si gadis besar jatuh ke lantai ring.

BEGG!

Cassy menggerutu saat punggungnya menghantam lantai. Suara yang dihasilkan pun berhasil membuat anak-anak yang menonton mengira itu lebih sakit daripada jatuhnya Naren sebelumnya. Memang itu menyakitkan, tetapi tubuh kuat Cassy seperti tidak terpengaruh oleh ini. Buktinya, gadis itu berdiri lagi segera setelah mendarat.

"Woah, dia tangguh," Kiky menggumun melihat semangat Cassy.

"Tentu saja!" seru Melody. "Cassy adalah yang paling kuat di antara kita. Lihat saja tubuh besarnya. Bukankah itu mengagumkan?" Binar mata Melody dibalas dengan senyum canggung oleh Kiky. Gadis berambut pink masih ingat bagaimana sang lawan bicara sekarat oleh Cassy di hari pertama dirinya bergabung. Bisa-bisanya gadis ini tetap mengagumi perempuan besar itu.

Sementara itu, Cassy yang sedikit terdistraksi oleh seruan Melody harus menggerutu lagi saat Madame mendaratkan tendangan di area perutnya. Oh, andai ada kesempatan, mungkin Melody akan menjadi bubur lumat karena sudah mencuri konsentrasi Cassy.

"Tetap fokus, Cassy! Jangan terganggu oleh apa pun!" nasihat Madame. "Bila kau terdistraksi oleh Melody, bagaimana kau bisa fokus saat puluhan orang meneriakimu di arena yang asli?"

Baru saja Madame mengucapkan kata terakhir, kaki Cassy sudah maju untuk menendang sang mentor. Sayangnya, gerakan cepat itu dapat ditangkap oleh Madame. Sekali lagi Cassy hampir kehilangan keseimbangan. Beruntung, Madame tak melakukan apa-apa kali ini.

"Nah, bagus. Saat lawan terdistraksi, saat itulah kesempatanmu menyerang," sambung Madame seraya menjauh untuk beristirahat selama sekian detik.

Begitu pula Cassy. Gadis besar ini menghela napas untuk mengembalikan stamina. Walaupun tidak berlari-lari di lapangan, percayalah bahwa latihan bertarung seperti ini juga sangat menguras tenaga. Lihatlah bulir-bulir peluh di dahi dan pelipis Cassy yang begitu kasat mata.

"Kau siap?" Madame bertanya sambil mempersiapkan kuda-kuda khas gaya pegulat yang menjadi basis ilmu bela diri yang Madame miliki.

Setelah bernapas beberapa kali, Cassy memasang kuda-kudanya pula, mengisyaratkan kepada sang mentor bahwa ia pun siap.

Kali ini, Madame yang mencoba menyerang dahulu. Didekatinya Cassy pelan-pelan sebelum sang wanita meraih bahu anak besarnya itu. Di sisi lain, Cassy yang gagal menghindar ataupun menangkis kini bersusah payah untuk kabur dari grapple Madame.

Madame tidak langsung membanting Cassy ke lantai sebab itu cukup sulit dengan tubuh Cassy yang lebih padat dibandingkan dirinya. Oleh karena itulah, Madame memilih melemparkan Cassy ke tali ring agar ia bisa mendaratkan clothesline lagi di dada sang gadis.

Cassy terpental oleh tali pinggiran ring, tetapi Madame harus melupakan niatnya sebab Cassy melakukan serangan tak terduga dengan men-tackle kaki Madame saat berlari akibat terdorong momentum tali ring.

Tackle yang tepat mengenai tulang kering itu membuat Madame jatuh dan mengaduh. Cassy tak mau menyia-nyiakan momen ini. Segera, ia langsung naik ke atas tubuh Madame dan membuat gestur seakan-akan siap memukuli Madame yang terkunci di bawah tubuhnya.

"Baiklah. Kerja bagus." Madame menepuk kaki Cassy, menandakan serangan itu cukup. Wanita itu tak marah Cassy bisa membuatnya terperangkap di posisi ini, justru ia bangga anak didiknya mampu mempraktikkan teknik yang bisa membawa kepada kemenangan di pertarungan sebenarnya.

"Kurasa itu cukup," putus Madame saat berdiri. "Kau sudah melakukan yang terbaik dan berhasil. Kuberi kau dua jempol." wanita itu menunjukkan kedua ibu jari kepada Cassy.

Walaupun Cassy tak menunjukkan guratan senyum, pujian dari Madame merupakan sesuatu yang membuat hatinya sejuk. Tak lain dan tak bukan adalah karena Madame tak pernah memuji kecuali dengan tulus dan bangga, berbeda dengan gadis yang sedang memberi standing applause sendirian.

Benar, itu adalah Melody.

"CASSY, KERJA BAG-"

"BERISIK, ANJING!"

~ (*) ~

Jam menunjukkan pukul 22.44. Gym bawah tanah ini akan ditutup oleh Madame seperempat jam lagi. Anak-anak yang lain sudah pulang, tetapi Naren masih duduk di kursi bar dengan soda yang masih tinggal separuh berdiri di meja. Kedua mata hitam yang ia miliki terpaku pada layar ponsel yang ada di tangan.

"Kau tidak pulang?" Megan yang sudah mengenakan mantel menyapa Naren yang fokus dengan benda pipih di genggamannya. "Madame akan segera menutup tempat ini. Ayo segera pulang!"

"Kau duluan saja, Megan." Bukan karena Naren tak tahu aturan dan kebiasaan tempat ini, tetapi ada suatu hal yang menyebabkannya tak cepat-cepat pulang.

Megan mengangkat sebelah alis. "Baiklah, pastikan kau segera keluar! Jangan sampai kau tak sadar tempat ini sudah terkunci karena terlalu fokus bermain ponsel!" Gadis pirang itu kemudian berlalu, meninggalkan Naren sendirian di tempat remang-remang ini.

Sekitar sepuluh menit, Naren hanya menggulirkan layar yang berisi hal-hal yang tidak cukup menarik bagi Naren. Barulah saat sesosok yang Naren tunggu muncul dari pintu bertuliskan "Employers Only", ia berdiri dan mengantongi ponselnya.

"Kau tidak pulang?" Sosok yang memiliki tinggi badan setara dengan Naren menanyakan hal yang sama seperti yang ditanyakan Megan saat Naren berjalan mendekat ke arahnya.

"Madame, ...." Naren tak biasanya memulai percakapan. Tubuhnya memang tak menunjukkan gemetar seperti anak yang dipaksa tampil di pentas sekolah, tetapi butuh waktu beberapa detik baginya untuk mempersiapkan kalimat yang baik.

"Ya, ada apa?"

"... biarkan aku bertarung."

𝗙𝗶𝗴𝗵𝘁 𝗖𝗹𝘂𝗯: 𝗡𝗼 𝗕𝗼𝘆𝘀 𝗔𝗹𝗹𝗼𝘄𝗲𝗱Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang