"Ze, aku tau kamu khawatir, tapi aku harus keluar buat hadirin mediasi aku."
Marsha mencoba membujuk zean yang sejak ia izin hanya diam seribu bahasa, padahal ini adalah jalan pembuka untuk hubungan mereka, namun tingkah zean membuatnya pusing sendiri.
"Kamu mau kita hidup berdua kan? Ngerti ya kalo aku harus jalanin semuanya dan setelah itu kita bisa hidup bersama, sabar ya?"
Memang gugatan itu disetujui, namun ini baru langkah pertama dan masih panjang perjalanannya. Mau tak mau pun lelaki itu mengangguk, walaupun hatinya berat melepas wanitanya keluar rumah ini.
"Anak pinter, tunggu aku kembali ya, jangan kemana-mana."
Marsha melangkah keluar dari rumah zean dan menghirup udara luar setelah sekian bulan. Ia baru mengaktifkan ponselnya dan melihat chat terakhir suaminya yang bilang bahwa ia sudah ada di sana, Marsha menyusul.
Sedangkan di dalam sana zean nampak gelisah, bukan tidak mungkin kalau gugatan itu ditolak dan mediasi antara keduanya membuat hubungan itu kembali terjalin. Bukankah perlu alasan logis untuk bercerai? Tidak semudah itu bercerai karena panjang sekali prosesnya.
Apa yang ditakutkan zean memang tidak salah sama sekali, hasil daripada mediasi pertama itu adalah mengharuskan keduanya tinggal bersama kembali dalam jangka waktu satu bulan, itu bertujuan agar membangun kembali chemistry dan cinta di antara mereka. Tadi marsha mengirim pesan padanya dan hal itu sontak membuat zean lemas, ia sudah tau kalau ini akan terjadi.
Ia tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya melihat marsha kembali tinggal satu atap dengan vito, menjalani aktivitas suami istri seperti sebelumnya. Zean tidak sanggup melihat semua itu, ia takut jika melihat kebersamaan mereka berdua dan ia pun memutuskan untuk pergi dari rumahnya. Zean pergi meninggalkan tempat itu tanpa sepengetahuan marsha, ia menghindar dari wanitanya.
"Lu kenapa?" Tanya aldo ketika zean datang ke rumahnya.
Wajahnya pucat, ia seperti tak semangat untuk menjalani kehidupannya. Ia memang pernah mengalami hal yang jauh lebih menyakitkan dari ini, yaitu ditinggalkan chika. Tetapi entah kenapa ia masih belum bisa berdamai, ia masih merasakan sakitnya hati karena cinta.
"Anjing! Gua suruh ashel ke sini aja lah!"
Aldo panik ketika melihat zean tak menjawab pertanyaannya dan memilih tidur di sofa, zean seolah seperti orang yang kehilangan semangat di hidupnya. Aldo langsung menghubungi ashel, ia tidak mungkin mengurus hal seperti ini sendirian dan ia sudah bilang pada ashel untuk tidak banyak bertanya mengapa zean seperti ini. Aldo memberi waktu, ia yakin nantinya ketika sudah siap pun zean akan menceritakannya sendiri.
Tapi dalam pikirannya saat ini adalah marsha, zean seperti ini pasti karena marsha dan ada hubungannya dengan wanita itu. Bagaimana ia tidak berpikir seperti itu? Sedangkan sahabatnya itu hanya dekat dengan satu wanita yang bernama marsha, kalau chika rasanya tidak mungkin karena sudah lama zean tidak membahas sang mantan.
"Zean kenapa?" Seru ashel panik ketika masuk dan melihat zean tidur dengan wajah pucat pasi.
"Ga tau aku yang, dia tiba-tiba drop, badannya juga panas banget. Aku bingung, makanya aku telfon kamu buat ke sini." Sahut aldo.
"Kamu udah telfon dokter?"
Aldo mengangguk, ia juga sudah menghubungi dokter dan memanggilnya ke rumah. Dokter itu adalah dokter keluarganya, zean juga jika ada apa-apa pasti akan ke rumah sakit tempat dokter itu bekerja.
"Panas banget badannya, kenapa bisa mendadak gini deh?" Bingung ashel, ia menyentuh dahi zean dan menatap bingung pada aldo.
"Ga tau yang, sumpah. Aku tuh tadi ke sini karena mau ajak ze ke bengkel, eh pas masuk malah liat kondisi ze begitu. Panik aku, apalagi pas nih anak pucet banget, makanya aku telfon kamu."