"Kamu beneran mau pulang?"
Rasanya Zean berat sekali untuk melepaskan chika yang pamit untuk pulang kembali ke rumahnya, apalagi rindunya yang ia tahan bertahun-tahun belum sepenuhnya ia curahkan pada chika karena masih sedikit canggung.
"Iya, ze. Kamu ga apa kan sendirian?" Tanya chika memastikan.
"Engga apa sih, tapi kamu bakal sering ke sini ga?'
"Aku bakal ke sini tiap aku libur ya"
Zean mengangguk, ia mengantar chika sampai ke depan rumahnya yang di mana sudah ada mobil di depan sana. Chika dijemput oleh supirnya, ini sudah waktunya chika kembali ke kehidupannya dan menjalani apa yang selama ini sudah ia mulai. Tetapi, dalam hatinya terasa berat meninggalkan rumah mantannya, apalagi ia sudah tinggal di sana selama seminggu.
"Kalo aku senggang, aku boleh nemuin kamu ga?" Tanya Zean.
"Boleh, nanti aku sharelok kalo aku lagi dimana-mana ya biar kamu tau."
Zean tersenyum, rasanya apa yang dulu hendak mati seperti hidup kembali. Memang meminta waktu chika adalah hal yang lumayan sulit, apalagi mama chika cukup terkenal di publik dan rasanya jika jalan keluar pun akan ada banyak pasang mata yang melihat kepada mereka.
"Kamu makannya yang bener ya, aku ga mau kalo sampe kamu tumbang lagi kaya kemarin." Pesan chika.
Keduanya berdiri di depan teras, tangan zean masih menggenggam tangan chika dan seolah tidak ingin melepaskan genggaman tangan tersebut.
"Iya, aku pasti bakal makan teratur kok."
"Jangan ngerokok lagi, ngopi ga apa sesekali, asal jangan keseringan."
"Iya, tapi kamu juga jangan nakal di sana." Pinta balik zean.
"Nakal? Emang aku ngapain?" Bingung chika.
"Jangan mau dideketin zahran." Sahutnya dengan suara kecil, takut jika chika akan marah.
Chika tersenyum geli mendengar permintaan zean, ia jadi teringat akan masa lalu yang dulu mereka jalani. Dulu zean sangat posesif padanya, bahkan chika harus selalu izin jika pergi kemana pun, zean juga selalu memeriksa ponsel chika dan akan memblokir setiap cowok yang chat, tidak perduli walau itu adalah teman chika sekali pun.
"Iya, engga kok. Tapi kalo lagi soal kerjaan ga apa ya? Aku harus tetap profesional soalnya."
Zean mengangguk, ia sadar kalau dirinya tidak boleh mengulang kesalahan yang sama, tidak boleh terlalu mengekang chika seperti dulu.
"Yaudah, aku pamit ya. Jaga diri kamu baik-baik, nanti kalo mau ketemu aku kamu chat aja, kamu bisa main kapan pun ke apartement ku."
Chika mengecup pipi kiri zean sebelum benar-benar masuk ke dalam mobilnya dan wajah zean yang terkejut dengan kecupan itu pun berhasil membuat chika tertawa. Chika merasa kalau hubungan mereka saat ini sama seperti dulu waktu awal mereka bertemu, mereka masih merasakan canggung satu sama lain karena perpisahan yang cukup lama.
Zean mengantar chika sampai mobil itu tidak terlihat lagi di pandangannya, setelahnya ia langsung masuk tanpa melihat sekitarnya. Zean tidak sadar bahwa seorang wanita sejak tadi memperhatikannya dengan wajah sendu, wanita yang sejak tadi berusaha menahan air matanya kala melihat kebersamaan zean dan chika.
"Kamu kenapa?" Tegur lelaki yang baru saja datang dengan membawa segelas kopi.
"Engga apa mas, lagi sedih aja kangen sama mama papa." Sahutnya berbohong.
"Sore ini ke makam mereka ya? Mau kan?"
Wanita bernama Marsha itu mengangguk, ia masuk ke dalam dekapan lelaki yang selama ini ada bersamanya. Rasanya sudah beda, entah sejak kapan cintanya pada lelaki ini sudah hilang, walaupun lelaki ini perlahan mengubah dirinya jauh lebih baik dan seperti yang diharapkan, tetapi tetap saja rasa cinta itu belum bisa ia hadirkan kembali.