13. Curiga

612 73 5
                                    

"Kamu gila ze!"

Dalam rumah besar yang sudah jarang ditempati, seorang wanita dengan wajah marah dan penuh emosi meneriaki lelaki di depannya yang hanya diam tertunduk.

"Kamu tau dia istri orang, kamu tau dia belum resmi pisah dari suaminya, tapi kamu bawa dia pergi. Kamu gila!" Bentaknya lagi.

"Aku ga habis pikir sama kelakuan kamu sekarang, kamu udah kaya bukan zean yang aku kenal dulu."

"Sebaik-baiknya laki-laki itu bukan lelaki yang ngerebut pasangan orang lain."

"Pacar direbut orang lain aja sakit, ze. Apalagi istri? Kamu mikir ga?!"

Zean tidak menjawab, ia hanya diam tanpa perlu membantah segala ucapan yang keluar dari mulut chika. Iya, chika sudah mengetahui segalanya dan chika tau kalau ia kini tinggal bersama marsha, chika mengetahui segalanya.

"Heran deh aku, kenapa aku bisa-bisanya susah move on dari laki-laki kaya kamu, ze."

"Kalau tau kelakuan kamu kaya gini, lebih baik aku pilih zahran."

Ucapan itu membuat zean mengangkat kepalanya dan memandang tajam chika, bukan karena tersinggung karena merasa chika lebih memilih lelaki lain, tetapi ia sedikit tersinggung karena dibanding-bandingkan oleh lelaki lain.

"Kenapa? Kamu marah?" Pancing chika.

Zean menghela nafas kasar, ia memejamkan matanya guna menetralkan rasa amarah yang sudah hampir memuncak setelah mendengar segala cacian chika.

"Aku ga marah, aku bahkan terima apapun hinaan kamu ke aku. Kalo emang zahran lebih baik dari aku, silakan terima dia tanpa perlu membandingkan aku dengan dia."

Zean meninggalkan chika sendirian di ruang tamu rumahnya, ia melangkah menuju lantai atas, yaitu kamarnya. Ia baru saja pulang kerja dan langsung dimarahi oleh chika ketika sampai rumah, bahkan tanpa jeda sedikitpun. Pikirannya sedang kacau akibat kejadian di kantornya, ditambah lagi saat sampai rumah, chika langsung memarahinya.

Sedangkan chika hanya menatap kepergian zean dengan tatapan sendu, mata yang tadi menatap tajam itu kini berubah menjadi sendu. Lelakinya tidak pernah berubah, zean tidak pernah berubah ketika dalam perdebatan. Sejak dulu, ketika mereka masih bersama dalam sebuah ikatan pacaran, zean selalu mengalah dan tidak menunjukkan amarah di hadapannya, meskipun ia sudah sering memancing amarah lelaki tersebut.

Ia mengakui kesalahannya kali ini, sejak dulu memang zean paling tidak suka jika dibandingkan dengan orang lain. Chika terlalu emosi sampai ia mengucapkan kata yang tidak seharusnya ia ucapkan, kata yang mampu membuat hati zean tersinggung. Memang salahnya sudah membandingkan Zean dengan lelaki yang selama ini masih berusaha mengejarnya, yaitu zahran. Tidak ada yang lebih baik, hanya saja zean menang dalam segi apapun.

Chika menghela nafas lelah, ia melangkahkan kakinya menuju kamar zean. Tanpa mengetuk pintu kamar, ia langsung masuk dan melihat sosok lelaki yang tadi ia marahi sedang duduk di balkon kamar, hanya duduk termenung memandang langit. Jika dulu zean akan melampiaskan kemarahannya dengan merokok, kali ini lelaki itu lebih memilih diam tanpa rokok karena janjinya pada wanita bernama marsha.

"Maaf"

Chika memeluk tubuh samping zean, ia menenggelamkan wajahnya di leher jenjang dan tegas lelaki tersebut.

"Maaf udah bandingin kamu sama dia, maaf udah marahin kamu." Sambungnya.

Zean tidak berkutik, ia hanya diam menetralisir rasa emosi yang tadi sempat memancing dirinya.

"Ga apa, salahku juga, kamu berhak marah sama aku." Ucapnya tersenyum kecut.

Chika melepaskan pelukannya, ia menatap dalam wajah samping lelaki yang terlihat pasrah. Zean tidak melawan, ia memang sejak dulu tidak pernah membantah atau melawannya, lelaki ini terlalu penyabar dalam menghadapi segala sifatnya.

PosesifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang