Zean membuka matanya tatkala wangi masakan tercium memasuki indera penciumannya, matanya mengerjap untuk membiaskan cahaya dan ia langsung menoleh ke arah dapur di mana saat ini seorang wanita tengah berkutat dengan alat masaknya.
Zean menatap cukup lama, ia meyakinkan dirinya berkali-kali bahwa apa yang ia lihat sekarang adalah nyata dan bukan mimpi semata. Itu bukan marsha, ia sangat mengenali tubuh gadis yang saat ini tengah masak di dapurnya. Dengan tubuh yang masih lemah ia berjalan mendekat ke arah dapur, pandangannya tak lepas dari gadis tersebut.
Setelah dekat ia langsung memegang pundak kanan gadis itu, membuatnya berbalik. Mata zean membulat sempurna kala melihat siapa yang kini ada di hadapannya, lidahnya kelu menatap senyum gadis yang sejak lama tidak pernah ia lihat setelah putus hubungan dengannya.
"Kamu udah bangun? Tunggu di kursi dulu ya? Aku belum selesai masaknya." Ucapnya.
Zean menggeleng, ia menampar pelan pipinya untuk memastikan apakah ini benar-benar nyata.
"Ch... Chika?" Ucapnya terbata.
"Iya, ze. Ini aku, kamu lagi ga mimpi kok."
Dengan gerakan cepat zean langsung memeluk tubuh gadis yang selalu mengusik malamnya, ze sangat merindukan mantan kekasihnya. Chika dengan cepat mematikan kompornya, membalas dekapan lelaki yang juga ia rindukan.
Rindunya yang telah lama ia pendam kini pulang pada pemiliknya, rindu yang selalu menyiksa dirinya di setiap malam sepi yang sudah ia lalui. Zean dengan kesadaran penuh meneteskan air mata karena rindunya telah pulang, gadis yang ia rindukan dan hanya sebatas angan dalam pertemuan yang ia impikan itu kini menjadi kenyataan.
"Udah dulu ya, nanti lanjut lagi meluknya. Sekarang aku mau lanjutin masak dulu, bentar lagi mateng loh." Ucap chika melepaskan pelukannya dengan pelan.
"Kamu duduk dulu aja, nanti kita sarapan berdua ya." Sambungnya dan diangguki oleh zean.
Zean melangkah menuju meja makan, tatapan matanya terus mengikuti gerakan chika. Sungguh, ia sekarang rasanya seperti bermimpi. Dulu ia menangis hanya karena rindunya pada mantan kekasihnya itu, tetapi kini sosok yang ia rindukan ada di depan matanya setelah bertahun-tahun mereka berpisah dan tidak saling sapa.
Kedatangan chika membuatnya melupakan marsha, padahal kemarin ia sampai jatuh sakit karena wanita itu. Entahlah, hatinya memang sudah memilih marsha sebagai pelabuhannya, tetapi hatinya masih begitu rapuh jika soal cinta pertamanya, yaitu chika.
Tetapi tidak sepenuhnya ia melupakan marsha, hanya saja rasa sakit yang kemarin ia rasakan seperti dapat penawarnya. Chika datang kembali ddal kehidupannya, entah bagaimana chika bisa sampai di sini, rasanya tidak mungkin jika chika ke sini tanpa campur tangan orang lain.
"Makan, kamu dari kemarin belum makan kan?" Ucap chika menyodorkan piring ke arah zean.
"Abis itu minum obat" Titahnya.
Zean mengangguk, sejak dulu rasanya zean tidak pernah bisa membantah ucapan chika. Dulu ia sangat penurut, apapun yang dikatakan chika akan ia turuti, termasuk saat chika meminta putus darinya.
"Kamu tau rumah aku dari mana?" Tanya zean di sela makannya.
"Ashel"
"Ashel?" Bingungnya.
"Aku sama ashel masih sering chat, ze. Ashel ga cerita?"
Zean menggeleng, ia juga jarang bertemu ashel. Tapi kenapa ashel tidak pernah bilang kalau masih sering bertukar chat dengan chika?
"Semalem ashel chat aku katanya kamu sakit, mereka berdua ga bisa rawat kamu karena aldo kan sibuk kerja, kalo ashel ga mungkin nginep di kamu karena takut aldo cemburu. Walaupun kamu sahabatnya aldo kan ga etis juga kalo ashel yang rawat kamu di sini, makanya ashel minta tolong aku." Jelas chika menjawab semua kebingungan Zean.