"Guru tau tidak, kalau guru tersenyum. Guru terlihat lebih manis""..."
Ultra itu terkekeh melihat wajah merona gurunya, "apalagi kalau mukanya memerah gini.. aduh aduuh" Sang guru yang geram mulai mencubit lengan ultra itu.
"Oh begitu, jangan mentang-mentang sudah tidak di bumi lagi. Kamu bisa nggombal kayak gini?"
Tawa ultra itu lepas, "tapi benar loh, guru manis.. aduuh iya guru, ampuun" Ultra itu meringis sekaligus tertawa saat telinganya di jewer. Sang guru yang sudah merona hebat, hanya bisa menjewer dan mencubit telinga dan lengan murid tengilnya.
──────────── · · · · ㅤ͜𑁍͜ㅤ
Pagi itu, rumah keluarga Seven sudah bising dengan dua orang yang sedang beradu mulut.
"Tidak bisa, Zero! Kamu sudah makan ini dari kemarin! Dan ini jatahku!"
"Apaan! Aku aja belum makan itu sama sekali, guru Astra! Itu jatahku!"
Yap... Rebutan jajan, seorang ultra dengan tato di lengannya yang tampak tidak peduli dengan perkelahian mereka hanya duduk manis sambil menonton TV.
Leo yang semula tidur dengan tenang terganggu dengan suara cekcok di ruang tengah, ia mengucek matanya lalu menyadari gurunya tidur sambil memeluknya. Wajahnya sontak merona.
"G-guru... ugh. Tenang, Leo..." Sebenernya mereka memang tidur satu kamar, namun mereka tidur berjarak. Dan semenjak mereka dalam tanda kutip 'dekat'. Leo seringkali bermimpi atau merasa ada seseorang yang memeluknya, berpikir itu mungkin Astra yang ketakutan lalu pindah ke kamarnya. Padahal, Seven lah yang memeluknya. Seven sering bermimpi buruk dan mengigau, lalu merasa seperti ada guling empuk di sebelahnya ia langsung memeluknya. Tanpa menyadari bahwa guling yang ia peluk itu Leo.
Leo sendiri masih gugup dan tak bisa meredakan detak jantungnya, ia menarik napas dalam-dalam kemudian menepuk-nepuk pelan punggung Seven untuk membangunkannya. Bukannya bangun, Seven justru mengerang tak suka sambil kembali memeluk Leo lebih erat.
Jantung Leo semakin berdetak dengan kencang, ia lalu menggeser posisinya sedikit demi sedikit, lalu mengambil bantal besar dan di letakkan di samping Seven. Benar saja, bantal itu langsung di remas dan di peluk erat-erat.
Tubuh Leo bergetar pelan saat melihat Seven memperlakukan bantal besar itu, rona merah di wajahnya tak kunjung hilang. Malah semakin bertambah hingga membuat wajah dan telinga Leo nampak seperti orang yang sakit parah.
Leo segera bangkit dari ranjangnya dan bergegas menuju ke kamar mandi, dan saat ia mencapai ruang tengah. Ia mendapati kembarannya tengah beradu mulut dengan muridnya, Leo mengusap wajahnya kasar.
"Hei ada apa ini? Pagi-pagi kok sudah ribut?" Sentaknya saat ia melihat adik dan juga muridnya berebut camilan, "kak Astra tidak mau mengalah guru!" Muridnya—Zero—menghentakkan kakinya dengan kesal, seperti anak kecil yang berebut permen. Leo menghela napas melihat tingkah dua ultra di hadapannya ini.
"Aaah, sudahlah nanti guru belikan lagi! Dan kamu, Astra! Ngalah dong sama yang lebih muda!"
"Tapi Zero sudah menghabiskan seluruh camilan, Nii-san! Dan aku belum makan satupun!"
"Sudah ku bilang aku nggak makan semuanya! Tanya tuh kak Regulos! Dia kan harimau barong yang hobinya *mbadok!"
*mbadok=makan dengan rakus (basa Jawa)
Yang di panggil menoleh dengan tatapan tak senang, ia menatap Zero sinis. "Heh bocah bau kencur, apa maksud mu memanggilku harimau barong! Aku memang suka makan tapi tidak se rakus dirimu ya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Teachers Pet [LeoVen]
Roman pour AdolescentsBIG WARNING!!!!! bxb(?) harsh word (¿) forbidden love toxic love (?maybe) Ini wansut ya wak cp: Leo (top) x Seven (bot) cp lain: -TaroGear -HikaMebi -Z0 -BelZoff (Belial x Zoffy) Dll, banyak si cuma ga...