Gara Perhitungan

2.2K 33 4
                                    


“Bagus, jam segini baru pulang. Gak ada izin juga,” cerca Gara ketika melihat Gadis membuka pintu utama.

Gadis sedikit terhenyak dengan kehadiran Gara yang sudah memakai baju santai dan berdiri menyilangkan kedua kaki seraya menyandarkan punggungnya ke tembok dekat sofa.

Gadis sudah mengira jika Gara sudah sampai rumah dan dia pasti dimarahi. Tapi dia tidak menyangka jika Gara sudah berpakaian santai seperti sudah tiba di rumah sedari lama.

“Tadi hujan, jadi aku neduh dulu di rumah Prita,” ucap Gadis mencari-cari alasan yang tepat agar Gara tidak terlalu murka padanya.

“Neduh sambil jalan-jalan nyari makanan?” sindir Gara berhasil menghadirkan kerutan di dahi Gadis. Sedikit heran, Gara bisa mengetahui kegiatannya padahal Gadis sama sekali tidak memberitahunya.

“Bagaimana pak Gara tau?”

Gara sedikit kikuk, harusnya ia tidak membahas ke arah yang membuat Gadis curiga kalau ia mengikutinya. Tapi dengan wajah dinginnya, Gara bisa menyembunyikan wajah kikuk dengan sangat aman.

“Sudah ketahuan berbohong bukannya sadar diri, malah balik bertanya?”

Gadis langsung menunduk seraya memanyunkan bibirnya cemberut. Nada bicara Gara selalu saja seperti itu ketika sedang bersamanya. Entah apa yang sebenarnya laki-laki itu kesalkan padanya.

“Aku hanya bertanya,” gerutu Gadis tidak begitu terdengar di telinga Gara. Namun sayup-sayup Gara bisa mencernanya dengan baik.

“Kamu tau kan sekarang apa tugasmu? Kenapa kamu tak pernah bisa diatur?” tanya Gara masih dengan ekspresi dan nada bicara yang sama seperti sebelumnya.

“Iya. Tapi aku juga manusia, perlu bersosialisasi di luar sana,” cicit Gadis seraya memainkan jarinya mencoba meminimalisir rasa tegang akibat ucapan Gara yang pasti akan menyakiti hatinya.

“Di rumah ini ada bi Sumi, ada tukang kebun. Memangnya tidak bisa bersosialisasi dengan mereka?” tanya Gara membuat Gadis menghela napas panjang.

“Beda dong pak. Prita itu temen aku dari lama, masa iya aku mau ketemu aja dilarang?”

“Kau ini sek-“

“Tuan, den Raka demamnya makin tinggi,” ujar bi Sumi datang dengan tergopoh-gopoh dan terlihat panik.

Gadis melebarkan pandangannya mendengar Raka sakit. Dan begitu terlihat wajah panik Gara sekaligus khawatir terhadap anaknya.

“Hah, Raka demam?” kagetnya menghampiri bi Sumi.

Bi Sumi mengangguk. “Benar, Nyonya. Sejak tadi siang den Raka rewel terus, ternyata suhu badannya naik.”

“Ayo kesana!” ujar Gadis meninggalkan Gara yang masih mematung dan bi Sumi yang masih panik. Segera setelah Gadis ke kamar Raka, bi Sumi ikut masuk.

“Sayang, astaga. Kok badannya anget gini?” Gadis membawa Raka ke gendongannya kemudian mencoba menenangkan bayi yang sedang menangis itu.

Ajaibnya, Raka langsung berhenti menangis kemudian mulai menutup matanya terlelap. Namun, tak bisa disangkal kalau badannya sangat demam. Tapi dengan tidurnya Raka pun, bi sumi dan Gadis sudah sangat lega.

“Bi, boleh ambilkan aku handuk kecil buat bersihin muntahnya Raka?” ucap Gadis yang langsung diangguki oleh bi Sumi selaku asisten keluarganya itu.

“Baik, Nyonya,” ujar bi Sumi segera berdiri dan keluar dari kamar Raka.

Gadis menatap sendu wajah Raka yang terlelap di pangkuannya. Kembali lagi dia mengingat anaknya, Gadis menghela napas panjang. Ia juga harus menerima kalau Raka adalah anaknya kini.

TERPAKSA MENJADI IBU SUSU ANAK CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang