Dendam Besar

1.7K 25 0
                                    


Seminggu kemudian, selama itu juga Gadis melakukan terapi. Beberapa kegiatan yang dianjurkan dokter maupun bi Sumi sudah ia lakukan dengan telaten dan semangat demi Raka.

Akan tetapi ASI yang keluar masih saja sedikit. Niatnya dia ingin bekerja senin depan pun Gadis urungkan, karena Gara tidak akan mungkin membiarkannya bekerja tapi ASI untuk Raka belum juga sejahtera.

“Nyonya, ini diminum,” ujar bi Sumi membawa satu gelas ramuan yang sering Gadis minum rutin selama seminggu ini.

Gadis yang sedang melamun pun menoleh kepada bi Sumi kemudian memperhatikan gelas itu dengan sendu. Sebenarnya bukan mau dia terus mengkonsumsi ini, tapi makin hari ASI nya malah semakin sedikit.

“Sudah seminggu, bi. Tapi ASI nya masih tidak banyak keluar. Aku harus apa lagi? Terapi dokter pun sudah aku lakuin,” kesal Gadis duduk di atas sofa tepat di belakangnya.

“Baru satu minggu kok Nyonya, yang sabar aja ya. Apapun butuh proses lama, mungkin tuhan tahu nyonya belum siap menyusui makanya ditahan dulu,” ujar bi Sumi menasehati.

“Mana ada kayak gitu?” Gadis memonyongkan bibirnya.

Bi Sumi terkekeh pelan. “Yasudah, gimana dengan ramuan ini? Mau tetap diminum?”

Gadis memperhatikan gelas itu lagi. “Apa bakal ngaruh ramuannya bi?”

Gadis terlihat sangat ragu dengan apapun hari ini. Baik itu terapi dokter ataupun ramuan-ramuan bi Sumi, rasanya ia sudah tidak percaya lagi. Gadis adalah orang yang gampang terpengaruhi, makanya seminggu tidak berhasil saja ia sudah banyak overthinking.

“Pasti kalau Nyonya minumnya sering, lambat laun pasti keluar banyak lagi ASI nya Nyonya,” bujuk bi Sumi dengan lembutnya.

“Tapi kalau Nyonya mau berhenti min-“
Ucapan bi Sumi terpotong.

“Aku tetep minum, bi. Siapa tau besok langsung banyak ASI nya,” ucap Gadis seraya merebut segelas ramuan itu dari tangan bi Sumi kemudian menguknya hingga tandas.

“Semangat ya, Nyonya.”

Gadis mengangguk. “Pasti!”

Gadis menoleh kesana kemari memperhatikan ke setiap penjuru rumah. Ia akan keluar hari ini tepatnya pergi ke rumah Prita yang sedang mendapat cuti. Semoga saja Gara kali ini tidak mengetahui kemana dirinya pergi.

“Bi, pak Gara udah berangkat?” tanyanya memastikan.

“Sudah dari tadi pagi, Nyonya. Ada meeting pagi, katanya.”

Gadis mengangguk-angguk. “Hari ini aku mau ke rumah temen, bi. Kalau nanti pak Gara pulang lebih awal daripada aku, bilang aja aku disuruh terapi dadakan sama dokter ya bi? Bisa?”

“Bibi takut ah, Nyonya.”

“Tenang aja, biar aku nanti yang tanggung jawab. Bibi cuman bilang gitu aja,” bujuk Gadis meminta bantuan.

“Yasudah, Nyonya. Tapi, jangan lama-lama ya, Nyonya?”

Gadis mengangguk semangat. “Nanti langsung pulang kalau urusanku udah beres pokoknya.”

.
.

“Akhirnya lo bisa keluar dari sarang juga hahaa ...” Tawa renyah Prita begitu menggemparkan ruang tamunya yang lumayan tidak terlalu luas.

Prita adalah teman Gadis sejak Gadis datang ke kota besar ini. Mereka berdua bekerja di tempat yang sama yaitu perusahaan Gara. Meskipun Gadis tergoda untuk menikah lebih dulu, tapi semua itu tidak membuat pertemanan mereka renggang.

“Kamu kira sarang ular?” Gadis mendelik.

“Mirip-mirip sih,” terka Prita menahan tawa.

“Serius Ta, aku lagi pusing ini sumpah! ASI aku kayanya gak bakal bisa keluar lagi deh. Dia merajuk karena dulu aku pernah buang dia,” ucap Gadis dengan wajah terlihat begitu khawatir.

TERPAKSA MENJADI IBU SUSU ANAK CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang