Gadis memandang sendu kertas tagihan biaya rumah sakit ibunya yang cukup membuatnya menghela napas beberapa kali. Sekalipun ia menghabiskan semua tabungannya untuk membayar, itu tidak bisa mencukupi seluruhnya biaya rumah sakit ibunya itu.
Gadis menyandarkan punggungnya ke tembok seraya memejamkan matanya lama. Kemana lagi ia harus mencari uang sebesar itu sementara sekarang pun ia belum diizinkan lagi untuk bekerja oleh Gara.
Tapi bukankah Gara menyuruhnya berhenti bekerja karena ia belum bisa memberikan ASI untuk anaknya waktu itu? Berarti sekarang Gara bisa saja memberinya izin. Toh, Raka sudah ia berikan ASI yang cukup dan lancar setiap harinya.
Bermodalkan keberanian, Gadis pergi menuju kantornya setelah berpamitan kepada Nara untuk menjaga ibunya selama ia pergi. Bodo amat dengan harus melihat amarah Gara nantinya karena Gadis memaksakan diri untuk bekerja. Orang lain tidak ada yang paham dengan apa yang dirasakan diri sendiri.
Hanya cukup menghabiskan waktu 20 menit untuk Gadis bisa sampai di kantornya. Langsung saja ia masuk ke ruangan tempat dimana mejanya berada. Disana ternyata masih ada partner-partnernya yang tengah sibuk dengan komputernya masing-masing.
“Em, selamat pagi!” sapa Gadis berhasil membuat kedua rekan dekatnya menoleh spontan.
“Gadis! Astaga, akhirnya kamu beri kami kabar,” ucap rekan Gadis bernama Gina.
“Gadis, kemana saja kamu selama ini? Udah gak masuk kerja hampir sebulan?” Perempuan paling senior di divisi Gadis pun ikut menghampiri Gadis dengan tatapan lega tapi penuh tanda tanya dan rasa penasaran.
“Maaf banget, bu Lia, akhir-akhir ini aku terlalu sibuk. Tapi sekarang, aku udah bakal rajin ke kantor lagi,” ujar Gadis dengan tatapan berbinar.
Tapi anehnya bu Lia dan Gina malah saling tatap menatap satu sama lain. Melihat itu Gadis jadi merasa aneh. Mereka seperti menyembunyikan sesuatu yang tak ia ketahui. Ada apa sebenarnya di kantor ini?
“Dis, kamu belum dapet kabar terbaru dari pak Gara?”
Gadis mengernyitkan dahinya kemudian menggeleng tak mengerti.
“Ada apa?”
“Sini duduk dulu, ceritanya cukup panjang,” ujar bi Lia membawaku untuk duduk di sofa kemudian diikuti oleh Gina yang ikut duduk di sebelah kananku.
“Aku sama sekali tidak paham, ada apa ini?” Gadis terlihat semakin bingung.
“Hari kemarin di rapat terakhir, kita membicarakan keanggotaan. Terus pak Gara nanya, “Apa ada anggota yang sudah hampir sebulan tidak masuk?” Dan ya kami harus melampirkannya di laporan,” jelas bu Lia masih menggantung.
“Terusannya?”
“Pak Gara sudah membuat keputusan, kalau ada karyawan jarang masuk hampir mau satu bulan, dia dipecat.”
Lagi-lagi Gadis menghela napas panjang. Kejutan apalagi ini sampai dadanya berdegup lebih kencang. Tangannya mengepal, mengingat yang telah memecatnya adalah orang yang selama ini melarangnya pergi. Gara sudah pasti merencanakan ini dari awal. Niat lelaki itu memberikannya penderitaan benar-benar sudah keterlaluan.
“Jadi, aku dipecat?” tanya Gadis memastikan.
“Aku juga kurang tahu. Mungkin saja hari ini kamu bisa menemuinya untuk meminta kejelasan, sebelum surat resign kamu diberikan,” usul Gina.
“Gara kurang ajar!” kesal Gadis seraya memejamkan matanya sejenak.
“Kamu mau menemuinya sekarang?” tanya bu Lia sedikit merasa aneh dengan kemarahan Gadis yang sudah di atas rata-rata. Nampaknya perempuan itu sangat marah sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
TERPAKSA MENJADI IBU SUSU ANAK CEO
Non-FictionTerpaksa menjadi ibu susu agar bisa balas dendam kepada mantan suami? Gadis Nandini, seorang wanita yang selama hidupnya hanya mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari suami dan mertuanya. Bahkan ketika hamil tua pun suaminya berselingkuh secara t...