Dipaksa Terapi

2.4K 32 0
                                    

“Kenapa lo umpet-umpetan sih kesini, Dis? Udah kayak tahanan lagi kabur aja,” heran Prita melihat Gadis yang mengendap-endap pergi dari rumahnya.

Mereka sedang berada di cafe dekat kantor untuk mengobrol setelah Gadis memutuskan untuk menikah. Gadis hendak bercerita banyak kepada Prita tapi Prita tidak mempunyai waktu banyak karena aturan kantor Gara sangat ketat.

Alhasil mereka bertemu di cafe dekat kantor tempat mereka bekerja ketika Prita sedang makan siang. Tentunya Gadis harus mengendap-endap karena jika Gara tahu ia tak ikut terapi pasti lelaki itu akan marah padanya.

“Ssstt ... jangan sampe pak Gara tahu kalau aku di sini, nanti dia bawa aku ke rumah sakit,” ujar Gadis seraya membawa Prita untuk duduk segera.

“Ke rumah sakit mau apa? Lo sakit? Lagi kabur, gitu?” terka Prita mengernyitkan dahinya.

“Bukan! ASI aku tiba-tiba kering. Terus pak Gara maksa aku buat ikut terapi, lebih parahnya dia gak ngebolehin aku kerja sebelum ASI aku keluar lagi. Kan gila! Mana bisa wanita pekerja sepertiku dikekang begitu,” jelas Gadis dengan intonasi tak terima.

“Nah itu yang salah. Makanya kenapa lo dulu rumah tangga gak bener. Lo sebenarnya gak boleh ngerasa bisa sendiri, sesekali lo harus bergantung sama suami,” ucap Prita memberi nasihat.

“Apa? Bergantung? Terus kalo kaya kemarin aku diselingkuhin, bisanya diam saja. Apa-apa terserah suami, ah enggak. Aku bukan tipe perempuan begitu,” sangkal Gadis.

“Jadi, sekarang lo berarti gak bakal masuk kerja lagi?”

Gadis diam sebentar. “Harusnya sih iya. Tapi lihat saja, setelah nanti ASI aku keluar lancar, aku akan kerja lagi. Gak ada lagi dia harus kekang-kekang aku!”

“Kalau gue, ya mending milih nurut aja sih apa susahnya? Lo udah hidup di rumah mewah, kehidupan lo juga enak kan sekarang?”

“Apanya yang enak? Pak Gara di rumah lebih dingin daripada tembok. Tapi kalau masalah fasilitas rumah emang enak apalagi kamar pak Gara uh wangi banget,” tutur Gadis menerawang kembali saat pertama kalinya datang ke kamar Gara.

“Wahh ... lo sekamar dong sama pak Gara? Gimana rasanya spil dong!” Prita berucap dengan sumringah.

“Boro-boro. Aku diusir langsung pas masuk,” ucap Gadis seraya menekuk wajahnya.

Prita langsung terbahak-bahak ketika mendengar ucapan Gadis yang kesannya seperti mengemis dari Gara.

“Lagian berani banget masuk kamar macan haha ...”

“Ya, kan aku kira awalnya bakal dianggap istri pada umumnya, padahal enggak. Aku cuman bisa menikmati hartanya itupun kalau di rumahnya.”

“Terus kenapa masih maksain buat kerja? Mending lo udah diem aja di rumah jadi nyonya besar hahaa ...”

Gadis mendelik sebal. “Kita menikah kontrak. Setelah aku balas dendam ke Akbar dan ASI Raka tercukupi, kita akan pisah lagi. Tentu saja semua kebutuhan aku juga gak minta ke pak Gara. Aku harus memenuhi kebutuhan sendiri.”

“Lah, dia harusnya menuhin kebutuhan lo dong. Meskipun kontrak, lo tetap aja istrinya!”

“Kamu kira aku nikah dengan sukacita apa? Baik aku sama pak Gara punya tujuan masing-masing atas pernikahan ini. Kita menikah hanya untuk itu bukan supaya kebutuhan aku terpenuhi.”

Prita menghela napas panjang. “Lo kayak keluar mulut harimau masuk mulut buaya!”

“Hoki seumur hidup aku belum datang, tunggu aja,” ucap Gadis terkekeh sendiri.

“Terus percuma aja, lo aja sekarang gak bisa masuk kerja kan?”

Gadis menatap Prita dengan sendu. “Iya. Sedih banget kan jadi aku. Tapi gak papa, meskipun gue sebenarnya menderita. Tapi aku bakal tetap tunjukin ke Akbar kalo aku sangat bahagia di kehidupan sekarang!”

“Maksain banget buat terlihat bahagia,” ucap Prita setelah meminum jus jeruknya.

“Gapapa, kadang ekspresi itu penting buat image kita. Gak kayak bos kita itu. Apapun yang terjadi, lempeng-lempeng aja muk-“

“Gadis, masuk ke dalam mobil sekarang,” ujar seseorang memotong pembicaraan mereka.

Prita dan Gadis langsung menoleh bersamaan. Saking asyiknya mengobrol mereka bahkan tidak menyadari jika Gara datang dan memperhatikan mereka dari arah yang memang susah untuk mereka lihat.

“Eh, bapak,” ucap Prita seraya nyengir kuda.

Gadis memalingkan wajahnya ke arah lain kemudian menunduk seraya merutuki kebodohannya. Bagaimana bisa dia memaki seseorang kemudian orangnya langsung datang. Benar-benar sial hari ini untuknya.

“Prita, waktu jam makan siang sudah lewat 15 menit yang lalu. Kenapa kamu masih di sini?” tanya Gara mengintimidasi.

“M-maaf pak. Saya permisi masuk ke dalam, selamat siang pak.”

Prita langsung berlari meninggalkan Gadis begitu saja. Tentu saja ia tidak bisa membela temannya kali ini, kalau sampai membelanya, karirnya akan ikut mengapung begitu saja.

“Ikut saya masuk ke mobil,” ucap Gara seraya melangkah lebih dulu ke arah mobilnya terparkir.

Setelah Gara pergi barulah Gadis bisa mengangkat kepalanya dan menghela napas panjang kemudian memejamkan matanya kuat-kuat. Gadis menepuk-nepuk kepalanya merasa sangat bodoh.

“Bagaimana sekarang? Bagaimana kalau aku ... argh! Mulut sialan!” Gadis menggeplak mulutnya sendiri.

“Gadis! Cepat masuk!” teriak Gara dari dekat mobilnya. Pria itu berdiri tegap dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana. Terlihat tampan, namun kali ini rasanya menyeramkan.

Gadis mengangguk seraya beranjak hendak menuju ke tempat dimana Gara sedang berdiri tegap itu. Sepanjang langkahnya, Gadis hanya bisa berdo’a dalam hati semoga mood Gara sedang dalam baik-baik saja.

Gara langsung masuk dan duduk di kursi kemudi setelah Gadis masuk lebih dulu ke dalam mobilnya. Mobil pun melaju entah akan membawa Gadis kemana. Wanita itu hanya bisa pasrah seraya memainkan jemarinya.

“Kenapa tidak pergi ke rumah sakit?” tanya Gara masih fokus ke jalanan di depannya.

“Ak-aku ... aku tadi mampir dulu mau ketemu Prita,” jawab Gadis sedikit berbohong.

“Kau tahu kegiatan terapi itu sebentar lagi akan berakhir, dan kau dari tadi mengobrol terus. Bukankah itu sama saja dengan tidak pergi?”

Gadis menghela napas. “Iya aku salah. Aku memang tidak mau ke rumah sakit. Ramuan dari bi Sumi aja lumayan ngaruh kok.”

“Ngaruh bagaimana kalau sampai sekarang belum juga lancar ASI kamu?”

“Lagipula terapi itu juga sama aja. Lihat saja nanti, hasilnya pasti sama aja!”

“Setidaknya kamu sudah berusaha”

“Tap-“

“Mulai sekarang, saya yang akan memantau terapi kamu terus. Kamu memang tak bisa dipercaya,” ucap Gara membuat Gadis melongo seketika.

“Enggak! Enggak! Aku gak mau! Kau pergi bekerja saja seperti biasa.”

“Kenapa begitu? Kau mau kabur lagi?”

Jika diantar dan dipantau oleh Gara, mana mungkin nanti gadis bisa pergi kemana-mana dulu setelah selesai terapi. Padahal itu satu-satunya supaya ia bisa menikmati dunia luarnya.

“Aku janji bakal rutin pergi ke rumah sakit, kau gak perlu memantaunya!”

“Saya sama sekali tidak percaya,” ucap Gara masih dengan ekspresi datar.

“Aku bersedia mengirimmu kegiatan kalau aku pergi terapi, aku janji!”

TERPAKSA MENJADI IBU SUSU ANAK CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang