prolog

79 1 0
                                    

"Well, disini yang dirugikan bukan cuma gue aja, tapi lo juga, kan? Masa iya, seorang Raden Baskara nggak akan mengajukan negoisasi sama sekali buat keluar dari masalah ini? Gue yakin lo juga ngerasain hal yang sama kan kayak gue? Gue tau lo mau ambil kuliah abis itu nerusin perusahaan bokap lo, abis itu harus ngasih keturunan buat ambil alih perusahaan lo nanti nya. Gue juga sama, gue juga mau ambil kuliah, kerja, foya foya, mau nikmatin masa muda gue dulu tanpa ribet mikirin ini itu ini itu,"

"Sampe sini seharusnya lo faham apa maksud gue. Dan gue harap lo juga tau gimana rasa nya masuk sekolah sampe sekarang mati matian nyari prestasi akademik maupun non akademik biar mudah buat daftar kuliah, lo juga pasti tau gimana rasa nya capek capek pulang sekolah tapi harus ambil les dan pulang jam sepuluh malem bahkan bisa nyampe jam setengah sebelas malem. Itu semua gue lakuin buat gue sendiri, biar hidup gue nanti enak dan tertata rapih. Nggak mungkin dong gue setuju gitu aja?" ujar nya menyeringai.

Gadis itu menyelipkan anak rambut ke belakang telinga. "It's fair for both of us. Keputusan ini bikin gue untung, lo juga untung. Jadi, pastiin lo yakinin bokap nyokap lo, dan gue bakal yakinin bokap nyokap gue. Abis lulus SMA, gue mau kuliah di luar negeri, dan lo terserah mau ngapain. Waktu kita tinggal nggak banyak, masa depan udah ada di depan mata, gue nggak mau cuma gara gara tawaran itu bikin hidup gue sengsara! Setelah itu, gue bakal kabur ke luar negeri biar kita berdua sama sama enak."

"Gimana? Deal?"

Sedangkan oknum yang sedang diajak bicara lempeng lempeng saja. Hanya mendengarkan tanpa menyela, tidak ada sorot mata tertarik sekalipun. Laki laki itu di desain oleh Tuhan dengan sifat yang selalu tenang bak air danau. Sangat tenang, pandai mengelola emosi dan perasaan nya, terlebih kala masalah datang menghampiri seperti saat ini. Ia tahu kedua belah pihak antara gadis itu maupun diri nya tidak setuju dengan semua ini.

Karena tak kunjung mendapat jawaban, gadis itu kembali mengajukan argumen nya. "C'mon! Bilang aja kalo kita berdua itu nggak cocok, karena kepribadian kita beda, kesukaan kita beda, kebiasaan kita beda, semua nya beda dan nggak cocok," gadis itu bergumam sebentar. "Terus bilang juga kalo kita itu nggak saling suka, bilang aja kalo lo suka sama orang lain, gue juga suka sama orang lain. Inti nya kita sama sama punya pacar sendiri sendiri."

Walaupun nyata nyata nya tidak.

Gadis itu memandang sosok di depan nya dengan penuh harapan. "Bokap lo nyuruh nikah biar lo dapet keturunan yang mantep, kan? Nggak harus sama gue kok," gadis itu mengibaskan tangan nya enteng. "Lo juga bisa nikah dan bikin anak sama Laura, dia juga pinter, cakep, ambis, prestasi nya juga lumayan tuh. Bisa tuh dia menjadi sosok ibu yang baik dan bisa lahirin keturunan yang mantep dan berguna buat lo. Toh, dia juga pacar lo, kan? Kenapa nggak nikah aja noh sama dia."

"Bas! Dengerin gue nggak sih!" gadis itu bersungut sungut.

Permasalahan rumit ini seketika muncul disaat kehidupan sedang dilanda kesibukan pada umum nya untuk anak kelas 12 SMA. Dimana mereka harus menyiapkan diri, mental, raga, jiwa, dan semua nya untuk menghadapi kehidupan yang sebenarnya. Serana Anindya Pramoedya, gadis dengan segala prestasi akademik da bakat bakat nya. Wajah nya yang rupawan membuat gadis berambut panjang itu semakin menawan. Tidak ada yang bisa mengalahkan Serana. Kecuali satu, Raden Baskara Rakadiakta. Baskara yang sudah menjadi musuh nya sejak pertama kali masuk Academica High School.

Karena Baskara juga terlampau ambis dan pintar membuat Serana sedikit terintimidasi dan merasa terkalahkan. Walaupun memang sudah lumrah adanya persaingan ketat antara siswa yang satu dengan siswa lain untuk mendapatkan peringkat paralel. Tapi Serana tetap kekeuh memandang Baskara adalah sosok yang berbeda. Baskara bukan lawan yang bisa ia kalahkan dengan semudah membalikan tangan. Butuh waktu untuk mengalahkan Baskara. Kenapa Serana sebegitunya tidak mau kalah dari Baskara? Sebab ia tidak mau terlihat lemah dan kalah. Ia tidak mau orang orang mengolok olok diri nya.

Unwilling Beginnings Where stories live. Discover now