Bab 6.2

727 115 3
                                    

Happy reading, semoga suka.

Full version bisa didapatkan di Playstore dan Karyakarsa.

Full version bisa didapatkan di Playstore dan Karyakarsa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luv,

Carmen

________________________________________________________________________________

Mendengar itu, aku lalu menenggak sisa bir sebelum berdiri dengan kaki yang masih terasa agak sakit. Lalu melirik pria itu sejenak. "Aku ingat bukan itu yang kau katakan dua minggu yang lalu," godaku balik sambil mengingatkan pria itu akan kali pertama kebersamaan kami.

"Itu karena aku tidak bisa lagi menolak pesonamu, Lou. Hell! You are irresistible."

"Kau serius dengan apa yang kau katakan pada pria di bar tadi, tentangku?" tanyaku sementara aku berjalan menuju kamar dengan pria itu mengikuti dari belakang. "Maksudku, tentang aku yang sudah memiliki pacar?"

"Tentu saja aku serius," ujar pria itu lalu meraih pinggulku dan memutarku agar menghadapnya. Lalu bibir pria itu turun untuk menciumku. Setelahnya, dia mengangkat wajah dan menatapku dengan mata hijaunya yang tampak serius. "Kecuali bila kau tak menginginkannya."

"Aku tidak pernah bilang begitu," ujarku cepat sambil mengangkat lenganku untuk mengelus rahang keras pria itu.

"Good then." Flynn tampak puas sementara aku masih menelusuri wajah tampannya dan mengagumi setiap garis wajah pria itu. "Karena aku sudah memberitahu ibuku tentang dirimu."

Aku menyimpan senyum kecil sambil menyusupkan tanganku ke balik kaos yang dikenakan oleh Flynn. Dia berjengit saat telapak dinginku mengelus kulit hangatnya.

"Oh ya? Apa yang kau katakan tentangku padanya?" tanyaku sambil naik untuk menggoda puting pria itu dan membuat Flynn mendesis pelan.

"Kukatakan padanya bahwa aku memiliki seorang kekasih yang sangat cerdas dan menakjubkan."

"Uh, huh..." Aku mulai melepaskan kaos pria itu, berjinjit dan membantu pria itu melepaskannya lewat kepalanya.

"Dan juga memiliki selera humor yang baik," tambahnya lagi.

Kini, aku mulai menjilat kulit leher pria itu, menggodanya pelan.

"Dan dia juga sangat cantik, sangat menawan," lanjut Flynn, suaranya agak serak.

"Mmm?" Tanganku turun, mengelus perut kencang pria itu lalu mulai membuka tali pinggangnya.

"Dia juga sangat ahli dalam pekerjaannya."

Aku sudah mulai menurunkan risleting celana pria itu.

"Dia bahkan lebih ahli lagi soal urusan ranjang," desis Flynn di antara gigi-giginya yang dirapatkan sementara aku mulai melepaskan celananya. "Dan juga seorang pencium yang sangat hebat."

"Oh ya?" Aku bisa melihat kekerasan pria itu yang menekan boxer-nya. Dengan jari-jariku, aku mulai menggodanya lewat kain yang memisahkan kami.

"Dia juga memiliki payudara paling menggoda yang pernah kulihat."

Aku mengeluarkan tawa pelan lalu meraih ke dalam boxer pria itu untuk meneyntuh kekerasan Flynn. Dengan penuh perhatian, aku lalu membelainya lembut, mengagumi ukuran tersebut. "Dan apa yang dikatakan oleh ibumu?" tanyaku sambil menggeram, bibirku kini menempel di dada telanjang pria itu.

"Dia mewanti-wantiku agar tidak mengacaukan segalanya."

Tertawa, aku lalu menarik turun boxer pria itu, menyukai pemandangan bagaimana ereksi pria itu menegang keras dan terlihat mengagumkan, siap sedia hanya untukku. "Oh, kurasa aku akan menyukai ibumu, Flynn," ujarku sambil menyentuh tubuh keras pria itu.

Flynn mengerang pelan. "Lou, aku lebih suka bila kita tidak membicarakan ibuku ketika kau sedang melakukan ini."

Tangannya lalu turun untuk meraih tengkukku dan mengarahkanku agar dia bisa menciumku keras. Agak terburu, dia mendesakkan lidahnya ke dalam dan membuatku tersengal hebat setelahnya. "Dan mengapa aku telanjang, sedangkan kau tidak? Kita harus bersikap adil, Lou."

Aku tertawa bergetar, masih belum sepenuhnya pulih dari ciuman penuh hasrat kami. "Ya, Bos." Lalu dengan cepat aku melepaskan jinsku dan juga tank top yang kukenakan, menyisakan hanya bra berenda hitam dengan celana dalam senada.

"Mm... siapa yang bisa menyangka, bukan? Bahwa dibalik pakaian kerjamu yang biasa itu, kau mengenakan pakaian dalam nakal yang seksi."

"Apanya yang nakal dan seksi?" tanyaku agak bingung. Dilihat dari sisi mana saja, pakaian dalam ini sangatlah standar. Aku bahkan tidak mengenakan thong.

"Bagiku, kau terlihat luar biasa seksi, apalagi dalam warna hitam." Tangan pria itu naik untuk menelusuri jalur dadaku. Tatapannya begitu intens sehingga aku merasa kulitku terbakar. "Kau memiliki tubuh yang indah, Lou."

"Okay, now I am feeling pretty naughty," ucapku sambil menyeringai lalu mulai melepaskan bra-ku. "Di mana kaos tadi?"

"Kaos apa?" tanya pria itu bingung, sudah pasti gairah telah mengaburkan ingatannya.

"Kaos pendek ketat yang tadinya kau ingin aku kenakan?" Aku mencoba mengingatkannya.

"Oh, ya ampun, aku sudah lupa." Pria itu mengangkat bahunya lalu memberi tanda pada kekerasannya yang kini menegak arogan. "Kurasa kita tidak akan membutuhkannya, bukan?"

Melihat pria itu, aku kembali tersenyum. Oh ya, kini aku yakin memang hanya aku yang bisa membuat pria itu terangsang begitu cepat.

Saat celana dalamku jatuh ke lantai, pria itu menatapku dengan hasrat yang tak berusaha disembunyikannya. "Jadi kurasa kau belum benar-benar capek, bukan?"

"Oh, aku tidak bisa menjamin aku bisa memberimu performa sempurna," godaku sambil meraih kekerasan pria itu lagi. "Tapi aku akan berusaha untuk tidak membuatmu menyesal, Flynn."

Scandalous Love with The BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang