Happy reading, semoga suka.
Yang mau baca cepat, boleh ke Karyakarsa, sudah diupdate sampai tamat ya.
Tersedia paketnya juga ya.
Luv,
Carmen
-------------------------------------------------------------
Saat kau bekerja di bar, terutama di acara seperti Super Bowl, itu adalah salah satu ujian terbesarmu, percayalah. Breezer Brew sebagai contoh, tempat itu penuh sesak, setiap layar televisi menyala dan menayangkan pertandingan, setiap tempat duduk kosong telah ditempati, setengahnya bahkan mungkin berdiri karena tidak mendapatkan tempat untuk duduk. Di belakang meja bar panjang, aku dan Flynn berdiri menghadapi keramaian itu, tak berhenti meracik dan menyediakan minuman sementara para pelayan silih berganti memberikan pesanan. Bar itu penuh sesak, berisik, panas dan suasananya nyaris gila. Tapi aku sungguh menyukai suasana seperti itu.
Aku dan Flynn sudah mengembangkan ritme yang sangat selaras di belakang bar, terbentuk sejak dua tahun yang lalu hingga sekarang tapi karena hubungan pribadi kami telah berubah, maka itu juga sedikit banyak mengubah hubungan kerja kami. Setiap sentuhan yang tidak disengaja menimbulkan sengatan statis, setiap sikutan tidak disengaja membuat bulu kudukku meremang dan membuat tubuhku berdesir dan setiap kali tangan pria itu tidak sengaja menyentuhku, aku merasa kulit di balik pakaianku terbakar. Tapi itu tidak menganggu pekerjaan kami, kami tetap solid sebagai tim, kami bekerja dengan ahli, cepat, tangkas dan jauh lebih baik karena suasana hati kami juga sangat baik dan tips malam itu menggunung. Setelahnya, aku tidak benar-benar mengingat satupun permainan yang sedang dipertandingkan karena malam itu dipenuhi dengan kesibukan membuat pesanan minuman dan bunyi botol bir yang saling beradu dan gelas-gelas yang berdenting riuh.
Sementara aku adalah bartender yang baik, pria itu juga tidak kalah ahlinya. Aku selalu suka melihatnya bekerja di balik bar, aku suka dengan efisiensi dan ketangkasannya dalam membuat dan menuangkan minuman. Tangan pria itu begitu cekatan dan mengingatkanku bahwa ada hal lain yang juga bisa dilakukan oleh tangan itu dengan sangat, sangat baik dan pikiran itu membuatku bersemu merah.
Saat menatapku, Flynn menyadari bahwa perhatianku teralihkan. Dia menatapku dengan seringai sombongnya lalu menepuk pelan pantatku. “Fokus,” geramnya di telingaku.
Aku menahan keinginan untuk menjulurkan lidahku pada pria itu. Fokus, harus profesional. Tapi tetap saja, aku merasa seperti anak kecil yang sedang dihukum.
Bar sudah mulai terasa panas. Kurasa pendingin udaranya sudah tidak lagi berguna karena banyaknya orang-orang yang memenuhi tempat ini. Belum lagi ditambah dengan uap dari mesin cuci piring yang kami gunakan untuk membersihkan peralatan minum. Aku lega karena aku tidak mengenakan riasan apapun. Jika iya, riasan itu pasti sudah lama luntur dan hilang.
Aku mulai gerah dan menarik-narik kaos Super Bowl berukuran raksasa yang kukenakan khusus untuk acara malam ini. Pada Flynn, kaos yang sama itu tampak luar biasa, menempel dengan sempurna pada kedua bahu bidangnya dan sukses menonjolkan otot-otot lengannya yang kencang – tapi di tubuhku, kaos itu tampak sangat konyol. Bahkan ketika aku memasukkannya ke dalam celana jinsku, kaos itu masih tampak kedodoran dan menggumpal di sekeliling pinggang celanaku. Lengannya juga mencapai sikuku dan walaupun aku sudah berulang kali berusaha menggulungnya, usahaku selalu berakhir gagal.
“Ah, sial!” Aku mengomel kesal lalu melepaskan kaos yang kedodoran itu dalam satu gerakan mulus. Di balik kaos itu, aku hanya mengenakan tank top katun hitam biasa, tanpa lengan. Dan serbuan udara sejuk terasa membelai kulit lengan dan leherku dan membuatku mendesah senang.
Aku kemudian sadar bahwa bar itu menjadi lebih sepi dan saat menatap berkeliling, barulah aku menyadari bahwa Flynn, juga beberapa pelayan serta para pelanggan sedang menatapku.
“What?” Aku tertawa, tiba-tiba merasa canggung karena atasan yang kukenakan sepertinya memamerkan terlalu banyak kulit tubuhku. “Tempat ini benar-benar panas! Come on!”
Tawa meledak dari para pelanggan itu bahkan ada beberapa dari mereka yang bersiul menggoda tapi pertandingan football kemudian menarik perhatian mereka kembali. Sementara itu, aku tersipu dan buru-buru kembali ke pekerjaanku.
“Hei!” panggilku saat melewati Flynn yang masih bergeming. Dia sedang menatapku seolah ingin memanggulku dan membawaku kembali ke kantornya. “Fokus, FOKUS!”
“Aku suka tank top yang kau kenakan,” ujarnya dengan suara berat.
Aku mendenguskan tawa. “Thanks. Kau keberatan aku hanya mengenakan ini?”
“Aku hanya menyesalkan fakta bahwa aku tidak bisa membopong dan membawamu ke kantorku sekarang dan menggerayangimu di sofa.”
Mendengar itu, aku mendongakkan kepalaku ke belakang dan tertawa. Untuk sedetik yang singkat, mata kami bertemu dan bertatapan dalam dan seolah-olah ruangan itu hanya berisikan kami berdua. Tapi kemudian half-time tiba dan menarik kami kembali ke realita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scandalous Love with The Boss
RomanceKisah sang bartender dengan bosnya. "Ini... apapun ini... kau tahu, antara kita. Apa ini?" Pria itu mengeratkan lengannya di sekelilingku lalu memutar kursi barku agar kami saling berhadapan dan lutut-lutut kami saling bertabrakan. Tangannya yang la...