Happy reading, semoga suka.
Ebook lengkap sudah tersedia di Playstore dan Karyakarsa.
Luv,
Carmen
______________________________________________________________________________
Tantanganku itu menimbulkan efek pada Flynn. Aku bisa merasakan remasan kasar di dadaku dan pria itu mengangkat wajahnya dari sisi leherku lalu mulai menciumiku dengan kasar. Aku terkesiap oleh ciuman tersebut. Aku bahkan takjub pada diriku sendiri, betapa cepatnya pria itu bisa membangkitkan gairahku.
Setelah beberapa saat, pria itu kemudian menjauhkan wajahnya lalu menunduk untuk menatapku dengan seringai liarnya. "Apa kau benar-benar akan berkata tidak?"
"Dasar arogan!" gumamku. "Aku sedang bekerja sekarang. Bagaimana kalau salah satu waitress-mu masuk nanti?"
Pria itu tersenyum dengan jahat. "Tidak akan ada yang datang. Mereka tahu aku ada di dalam sini, mereka tidak akan masuk. Lagipula, aku akan melakukannya dengan cepat."
Aku langsung menaikkan alisku dan memberinya sejenis tatapan yang benar saja, Flynn. Sebenarnya, aku juga sangat terangsang tapi aku tidak akan mengakuinya. Dengan tekad sekuat baja, aku melepaskan diri dari pelukan pria itu. "Maafkan aku, Flynn. Tapi aku sedang bekerja. Kita harus profesional."
Lalu aku mengambil kembali clipboard yang sempat terlupakan karena kehadiran pria itu.
Gerung kecewa terdengar dari Flynn tapi aku berpura-pura tidak mendengarnya. Aku membalikkan badan memunggunginya, melanjutkan perhitungan inventory walau dengan jari agar bergetar. Di belakangku, aku bisa merasakan tatapan pria itu, rasanya punggungku terbakar oleh panasnya tatapan Flynn. Aku berusaha sekuat tenaga untuk mengabaikan pria itu. Tapi lembap di celana dalamku telah mengkhianatiku, hanya saja Flynn tidak perlu tahu tentang itu.
Aku dengan senang bergumul dengan pria itu sebelum dan sesudah kerja, tapi tidak ketika aku sedang bekerja dan tidak di dalam ruangan di mana ada orang lain selain kami. Pikiran bahwa setiap saat, bisa saja salah satu karyawan pria itu berjalan masuk dan melihat kami, itu membuatku ketakutan sekaligus juga terangsang. Dan jika aku menatap mata pria itu sekarang, dia pasti akan tahu apa yang tengah kurasakan – bahwa aku juga sama bergairahnya seperti dirinya.
Aku selesai menghitung salah satu jenis bir lainnya sebelum merasakan pria itu mendekat. Aku tidak perlu berbalik untuk tahu bahwa pria itu sedang berdiri di belakangku, panas dari tubuhnya di tengah ruangan membeku ini sudah cukup untuk memberitahuku.
Tanpa kata, pria itu menelusurkan ujung jemarinya di sepanjang tulang punggungku, kontak pelan yang membakar melewati kaos yang kukenakan. Aku bergetar tapi tidak berani mengatakan apapun. Aku tidak percaya dengan mulutku sendiri untuk berkata tidak ketika semua yang kuinginkan adalah berkata ya pada pria itu. Karena aku hanya bergeming, pria itu meneruskan sentuhannya, kini mengeksplor lekukan pinggul dan bokongku. Aku menggigit bibirku, mengabaikan banjir rasa yang dikirim langsung ke pusat tubuhku dan berusaha melanjutkan pekerjaan. Sementara itu, Flynn meneruskan eksplorasinya dan bahkan melangkah maju sambil menekankan tubuhnya ke punggungku, membiarkanku merasakan ereksinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scandalous Love with The Boss
RomanceKisah sang bartender dengan bosnya. "Ini... apapun ini... kau tahu, antara kita. Apa ini?" Pria itu mengeratkan lengannya di sekelilingku lalu memutar kursi barku agar kami saling berhadapan dan lutut-lutut kami saling bertabrakan. Tangannya yang la...