7. Gak Nyusahin kan?

4 1 0
                                    

Dengan langkah ringan, Ia masuk kedalam gedung pencakar langit.

Pandangannya fokus pada gawai di tangannya, earphone menyumpal telinganya. Berjalan acuh tanpa mempedulikan sekitarnya.

" Nona, " panggil seorang pria dengan pakaian khas pengawal.

Menoleh sekilas, ia melepaskan sebelah earphone.

" Tuan memanggil anda, "

" Hm, thanks " ia berlalu pergi.

" Sudah menjadi tugas saya Nona. "

Berjalan pelan menuju lift, ia menekan tombol menuju lantai paling atas, ia membuka tudung Hoodienya lalu menyibakkan rambut hitam legamnya yang terurai.

Wajahnya tampak malas, ia menyandar pada dinding lift, tangan nya dengan lancar memainkan ponselnya.

Ting!

Suara dentingan lift terbuka, ia keluar ponselnya ia simpan di balik saku hoodienya.

Mengetuk pintu sebentar, lalu masuk kedalam dengan santai. Tampak tak peduli dengan suasana ruangan yang terasa dingin dan tegang.

" Why? Jangan membuang waktuku " dengan datar ia bertanya pada seorang pria yang berusia bekisar separuh abad.

Bahu kokoh pria itu tampak masih tegap duduk di kursi kebesarannya, tatapan matanya yang awalnya menatap fokus layar digital itu beralih melirik anak gadisnya yang baru saja datang.

" Tidak bisa kah kau berbasa-basi sedikit dengan orang tua ini? "

Gadis itu mengangkat sebelah alisnya, lalu tersenyum remeh.

" Sadar jika kau sudah tua? "

" Ck, tutup mulutmu anak sialan, " pria separuh abad itu berujar kesal.

Gadis itu hanya tertawa datar, lalu duduk di salah satu sofa di dalam ruang kotak dominan kaca itu.

Ia mengeluarkan gawainya, lalu tak lama posisi gawainya sudah miring horizontal.

" Kau sudah tau? " pria itu buka suara.

" Tentang perceraian mu? "

" Hm, kau akan memilih siapa? " Pria yang seperti dugaan adalah ayah dari gadis itu menyandarkan tubuhnya pada kursi kerjanya.

" Mengikuti wanita itu tidak membuat ku untung, "

" Hei, gadis. Wanita itu yang melahirkan mu bodoh " pria separuh abad itu bersedekap dada.

" Ia hanya melahirkan, ia tidak mengurus ku. Setidaknya kau memberiku uang untuk makan, "

" Ck, hei. aku tersinggung gadis, "

" Itu adalah kenyataan, jangan tersinggung orang tua " gadis itu terus fokus pada layar gadgetnya, walau sesekali membalas ucapan sang ayah.

Lalu suara dari ponsel gadis itu digantikan dengan suara dering panggilan.

" Hallo? " sejenak ia memulai panggilan, suasana tampak tenang.

"..."

" Tunggu Gue, 20— enggak 10 menit lagi Gue nyampe, " lalu dengan segera ia kembali menyimpan gawainya dan merampas kunci mobil ayahnya.

" I take it Dad. "

Lalu tanpa pamit ia berlari keluar dari ruangan ayahnya.

" Anak itu sungguh. " pria paruh abad itu menghembuskan nafasnya lalu tertawa geli.

" Ah, Erland. Bukankah kau sangat bodoh? "

♧Gyuvin♧

Suara langkah berlari menggema di lorong rumah sakit yang sedikit sepi karena waktu yang mendekati petang.

Brak!

Pintu terbuka, terlihat Tara sedang membungkuk memegang kedua lututnya dengan nafas tersengal.

Mencoba beberapa kali mengatur nafasnya, ia berdehem lalu menegakkan tubuhnya. Ia berjalan mendekati Rain, yang kala itu tengah makan dengan di suap oleh Raya.

Gadis yang tengah duduk lemas di atas brankar itu menebar senyum manisnya yang lebih mirip cengiran sebenarnya kepada Tara. Tidakkah bisa gadis itu sedikit saja terlihat seperti orang sakit, ia kan baru saja sadar setelah tertidur selama tiga hari.

Tara menghela nafasnya, ia mengangkat tangannya. Niatnya ingin menjitak gadis bongsor itu, namun ia urungkan kala melihat tatapan Raya yang seakan menembus kepalanya.

Ia mengepalkan sebentar tangannya lalu kembali ia lemaskan, dengan ragu ia mengusap kepala Rain dengan gerakan kaku. Hei!!! bagaimanapun Rain ini lebih tua dari dirinya tau!. Ya walaupun hanya berbeda beberapa minggu.

Rain tampak melotot sejenak, kurang ajar bocah. Batinnya menggerutu, ia cemberut. Selang beberapa saat gadis itu mendorong kepala Rain sebelum ia melepaskan tangannya dan- " Ra ih! " Rain memberengut mengusap kepalanya yang ditoyor Tara.

Walaupun datar tampak tersirat ada perasaan lega di kelereng hazelnya, sedari tadi pandangannya tak lepas tertuju pada Rain yang menolak suapan Raya.

Menghembuskan nafas ringan Tara bergerak menuju sofa panjang yang ada disana lalu membaringkan tubuhnya.

" Lo udah makan? " ia bertanya dengan tatapan fokus kearah gadgetnya.

" Udah. " Raya berujar sembari terus mendesak Rain untuk menerima suapan terakhir.

" Pulang gih! "

" Dih! Ngusir Lo?! " Raya mendelik lalu akhirnya memakan bubur suapan terakhir Rain yang ia tolak sedari tadi.

" Bunda ngespam Gue, beliau bilang Ayah Lo pulang besok. " ujar Tara kemudian tanpa basa-basi memperlihatkan layar gadgetnya yang menampilkan laman percakapan dirinya dan Bunda Raya.

Raya menghela ringan lalu meletakkan mangkuk yang beberapa saat tadi masih terisi penuh ke atas nakas yang berada disebelah brankar Rain.

Beranjak dengan ogah-ogahan, ia merapikan barang bawaannya. Beralih ia menuju kamar mandi guna merapikan penampilannya.

Tak lama Raya keluar dengan rambut panjang legamnya yang ia kuncir kuda menyisakan anak rambutnya yang menjuntai di pelipis hingga pipinya. Wajahnya tampak segar sepertinya ia baru saja membasuh wajahnya karena tampak terlihat kemeja biru muda berbahan satin yang ia kenakan terdapat percikan basah di area dada.

Lalu kemudian Raya meraih rompi rajut tanpa lengan berwarna biru tua yang sempat ia lepas tadinya lalu kembali ia kenakan sekarang.

Meraih totebag nya gadis itu menoleh kearah Rain yang tampak fokus memperhatikan titik-titik cairan infusnya yang mengalir.

" Gue pulang ya Na, Lo sama Rara baik-baik ya disini, " pamitnya.

Rain menoleh, gadis bongsor itu mengangguk lalu tersenyum simpul. Sedangkan Tara hanya mengangguk dengan perhatian yang tertuju pada gawainya.

Sesaat tangannya meraih pegangan pintu, ia berujar " Jangan kabarin Acha sekarang, besok aja. "

" Iya, Makasih Aya "

Raya tersenyum lalu menghilang tertelan daun pintu yang sudah tertutup rapat.

Rain mengalihkan atensinya kearah plapon ruang rawatnya, lalu menatap sekitar.

" Ruang VIP? Yang bener aja, rugi dong. " batinnya meringis memikirkan berapa uang yang harus ia keluarkan.

Ah, uang tabungan Rain akan ludes kalau begini. Memikirkan nya membuat kepalanya mendadak migrain.

Setelah perang batin cukup lama, ia tersadar akan sesuatu.

Bukankah dirinya terlalu banyak merepotkan orang tiga hari terakhir ini?

▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️

Part 7 Completed ✓

Coming soon  ' 8. Pulang '

See-yaa~

Sembagi ArutalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang