4. Tentang seorang bernama Cassandra Naul Maghfira

12 2 0
                                    

" Kalau kayak gini kejadiannya, siapa yang harus disalahin? " Raya berujar dengan emosi

Raya berdiri berhadapan dengan Tara, Karina dan dua lainnya diminta oleh dokter untuk mengurus administrasi dan menebus obat di apotek.

Setelah tak sadarkan diri, Rain dengan segera mereka bawa menuju pusat medis yang berada di dekat Taman Hiburan tersebut.

Rain masih menutup matanya dengan tangan yang tertancap infus. Dokter bilang gadis itu pingsan karena tekanan pikiran yang berlebih dan sedang dalam kondisi yang kurang fit, hal itu juga mengundang penyakitnya.

Saat ini ruangan yang dominan berwarna putih itu tengah di penuhi aura ketegangan dan emosional. Raya menghela nafasnya lalu mengusap wajahnya kasar.

" Gue tau lo sayang sama Nana, kita semua juga Ra!—" ia menjeda.

" Seharusnya Lo bilang dari awal kalau Nana punya gangguan kecemasan, " suaranya melirih di susul tubuhnya yang merosot terduduk bersandarkan dinding.

Raya mengerang frustasi, ia merasa gagal menjaga sahabatnya namun kecewa juga mendominasi hatinya. Ia masih tidak bisa percaya dua orang terdekatnya menyembunyikan hal berbahaya ini tanpa ingin berbagi dengannya dan yang lainnya.

Ia masih tidak bisa membayangkan, Rain tinggal sendirian selama ini. Walau mereka terkadang singgah di kediamannya tapi mereka pasti tidak bertahan menetap.

Masih dengan kondisi berantakan, tiba-tiba ruang rawat terbuka, terlihat Karina dan Cassa, mereka mendekat dengan membawa beberapa plastik di tangan mereka yang di yakini pasti isinya makanan. Elisa?, Gadis itu pamit terlebih dahulu setelah selesai menembus obat karena ada rapat penting membahas klub badmintonnya.

Karina meletakkan barang bawaannya di nakas sebelah brankar yang di tempati oleh Rain.

Ia mengeluarkan satu botol air mineral lalu memberikannya kepada Raya.

Cassa gadis yang biasanya ribut itu sedikit kalem saat ini, suara cemprengnya seakan adalah barang langka yang sangat di sayangkan jika habis.

Ia duduk dengan santai memberikan sekaleng minuman bersoda kepada Tara lalu membuka untuknya sendiri.

Walau terkadang menyebalkan Cassa paham di situasi apa ia harus bersikap, ia mengerti ini bukanlah saatnya untuk di penuhi dengan candaan.

Salah seorang sahabat mereka sakit, ia juga kecewa setelah mendengar penjelasan dokter dan cerita Tara.

Tapi sekali lagi ia tidak bisa juga menyalahkan Rain, Cassa paham betul bagaimana perangai gadis tinggi itu. Cassa mengenalinya jauh sebelum yang lainnya.

Tapi Cassa menyayangkan sikap segan Rain yang berlebih, padahal ia berharap mereka bisa mengenal lebih jauh lagi.

Suasana hening, hanya suara dentingan jam dan desiran angin dari AC yang mengisi kesunyian. Semua orang terdiam dengan pikiran masing-masing yang berkecamuk.

Tak lama suara dan getaran penanda telpon datang dari salah satu gawai mereka, Cassa yang diduga pemilik benda pipih itu dengan segera menerima panggilan. Ia berlari keluar dengan tergesa.

" Hal- "

" Pulang Fira! " terdengar suara bass seorang pria dari seberang.

Cassa memeriksa benda pengitung waktu yang melingkar di tangannya menunjukan pukul 11 siang,

" Sebentar lagi Pa, Aku masih nungguin Nana, "

" Pulang sekarang, Atau Papa buat kamu tidak bisa bertemu lagi dengan temanmu yang menyusahkan itu, " orang yang di duga adalah Papa Cassa berbicara dengan intonasi tenang namun menekan.

Sembagi ArutalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang