Dengan langkah yang tergesa-gesa, James seolah menarik Violet keluar dari kehangatan kamarnya menuju ke dinginnya malam, hingga mereka berdua berdiri di depan gerbang sebuah rumah yang megah. Rumah tersebut berdiri dengan gagah, dominasi warna putih dan cokelat menggambarkan kemewahan yang elegan. Sejak langkah pertama mereka di dalamnya, mata Violet tak bisa berhenti menelusuri setiap sudut arsitektur yang memukau.
Mereka berjalan melewati ruang tamu yang luasnya menyaingi ballroom, dengan lantai marmer yang mengkilap memantulkan cahaya dari lampu gantung kristal yang menjuntai megah, melintasi tiga lantai sehingga bisa terlihat dari dasar. Tangga meliuk warna cokelat muda itu seolah mengundang mereka naik, dihiasi patung cupid yang anggun di setiap sisi, seakan menjaga setiap langkah yang lewat.
Diiringi langkah-langkah beberapa pria berbadan kekar berpakaian serba hitam, James dan Violet menuju ke ruang makan yang tak kalah luasnya dengan ruang tamu. Ruangan ini dipenuhi dengan element kayu yang kokoh, memberikan kesan hangat dan nyaman.
Seorang pria berambut cepak berdiri tegak di depan pintu masuk ruang makan, diikuti oleh beberapa orang lainnya. "Tuan Maximus sudah menunggu," ucapnya dengan suara yang tegas dan penuh wibawa.
Violet merasakan jantungnya berdegup kencang, tangannya saling bertautan dan berkeringat dingin. Apa pekerjaan misterius yang akan ditawarkan kepadanya?
"Tu-tuan Max," suara James terdengar gugup saat mereka mendekati meja makan yang besar.
Pria yang disapa Max itu menutup koran yang dibacanya dan bangkit berdiri. Aura dinginnya terasa hingga ke tulang, matanya yang tajam seolah mengintimidasi Violet yang berdiri di belakang James.
Max memeriksa Violet dari ujung kaki hingga puncak kepala, rambut cokelatnya yang panjang terurai indah, blouse hitam yang dikenakannya serasi dengan rok polkadot putih yang melambai-lambai.
"Jadi, dia yang kau ceritakan padaku?" Max menatap James, mencari konfirmasi.
James hanya bisa mengangguk, mengiyakan tanpa kata.
"Billy!" panggil Max dengan suara yang nyaring. Pria berambut cepak yang tadi hanya berdiri di ambang pintu itu segera mendekat. "Bawa James untuk menyelesaikan urusannya."
Violet menatap James dengan pandangan yang penuh tanya. Pembayaran apa? Dia belum mendapat penjelasan apapun tentang pekerjaannya. Namun, sebelum mata mereka sempat bertemu, James sudah memalingkan wajahnya dan mengikuti Billy yang mulai beranjak meninggalkan ruang makan.
"M-maaf, T-Tuan," kata Violet dengan suara yang terbata, menatap Max. Tapi, tatapan dingin dari pria itu membuatnya semakin gugup, dan ia pun menundukkan kepala, memandangi sepatu Max yang berkilau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mafia's Love Stories : The Gambler
RomanceAttention : Cerita ini memuat pokok bahasan yang mungkin sensitif bagi sebagian pembaca. Ada konten pemicu terkait pelecehan dan kekerasan, 21+ saja. Harap membaca secara bertanggung jawab. *** 𝐊𝐞𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩𝐚𝐧 𝐕𝐢𝐨𝐥𝐞𝐭 𝐁𝐫𝐚𝐜𝐤𝐥𝐞𝐲 𝐛𝐚𝐠...