4. Survive (2)

816 113 8
                                    

Hari semakin sore. Langit yang tadinya cerah kini tiba-tiba berubah mendung. Air laut yang sebelumnya terlihat biru jernih kini tampak lebih gelap. Shani dan Gracia belum menemukan apapun selain pohon-pohon rindang yang tumbuh di pantai. Gracia merasa lapar lagi, namun tidak berani mengatakannya kepada Shani. Ia bisa melihat Shani sangat khawatir dan putus asa saat ini.

"Sepertinya akan turun hujan," ucap Gracia seraya memandangi langit.

Shani ikut mendongak.

"Ya, kau benar. Apa kau sudah lelah? Ayo, kita duduk dulu."

Baru saja berkata seperti itu, hujan pun turun cukup lebat. Pergantian cuaca yang tiba-tiba sangat tidak masuk akal, sama seperti keberadaan mereka di pulau asing ini. Jika mereka memikirkannya lebih serius, mereka hanya akan depresi.

Gracia merapat ke tubuh Shani saat mereka berdua duduk di bawah pohon yang berbatang besar dengan daun yang lebat. Shani merangkul pundak Gracia yang gemetar.

"Dingin sekali," ucap Gracia.

Shani mengangguk. Ia menatap ombak laut yang menjadi lebih besar karena cuaca berubah buruk. Sepertinya pasang akan naik, pikir Shani. Apa mereka aman di sini?

"Shani?" panggil Gracia lembut.

Shani menoleh. Gracia memeluk kedua lututnya dan meletakkan salah satu sisi wajahnya di atas lutut tersebut, sehingga wajahnya yang manis dan natural menatap langsung wajah Shani. Shani sangat nyaman dengan kedekatan mereka saat ini. Terasa begitu...intim.

"Ya, Gracia?"

Lalu Gracia tersenyum kecil.

"Jika kita tidak berhasil keluar dari pulau ini, bagaimana? Apa yang akan kau lakukan?"

Shani tersenyum mendengar pertanyaan Gracia. Gracia jelas sekali sudah sangat putus asa. Hal itu membuat Shani ingin sekali memeluk tubuh mungil itu seerat mungkin.

"Maka...aku akan menjadi penjagamu. Aku akan mengambilkan buah sea almond setiap hari untukmu, memetik buah kelapa, mungkin akan belajar mencari ikan, membangun sebuah pondok agar kita bisa tidur dengan layak, atau merakit perahu. Aku juga akan menjagamu saat kau tidur, kecuali aku sudah sangat mengantuk. Lalu apa lagi yang kau inginkan?" Jawab Shani sedikit tertawa

Mata Gracia berkaca-kaca. Kenapa ia bisa menganggap Shani adalah orang yang arogan dan tidak memiliki attitude? Shani terdengar sangat tulus saat ini. Lagipula tidak ada gunanya Shani berbohong. Mereka mungkin tidak akan hidup lebih lama di pulau ini. Mereka kehilangan harapan.

"Kenapa kau ingin menjagaku? Bukankah kau juga di posisi yang sama sepertiku saat ini?" Gracia mengujinya.

Shani melengkungkan bibirnya. "Karena kau lebih cengeng dariku," ledeknya.

"Aku tidak cengeng," sanggah Gracia.

"Benarkah? Buktinya sekarang matamu berkaca-kaca. Kau sebentar lagi akan menangis," ujar Shani lalu mencubit pipi Gracia.

Benar saja, setetes airmata mengalir dari mata sebelah kanannya. Shani mengusapnya dengan ibu jari.

"Jangan menangis, aku di sini."

Gracia mengangguk. "Aku takut, Shani."

"Ssshhh," desis Shani kemudian memeluk gadis itu. Ia merapatkan tubuh mereka agar keduanya merasa hangat. Shani juga ketakutan saat ini, namun melihat Gracia yang begitu rapuh, ia menjadi kuat seketika. Bagaimanapun caranya, mereka harus keluar dari pulau ini.

Dan di tengah-tengah suasana hangat dan haru mereka, suara-suara dari semak-semak di belakang mereka kembali terdengar.

Kkrrsssskk....

As Big As The OceanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang