10. Awake (2)

1.4K 158 14
                                        

Gracia baru saja selesai makan malam. Tidak seperti biasa, Gracia memesan makanan cepat saji dari restoran dan menikmatinya sendirian di apartemen. Ia sudah memutuskan untuk menghabiskan waktu satu minggu libur yang tersisa dengan hanya mendekam di dalam huniannya bersama anjing peliharaannya, Ken.

Ada hal yang tidak ingin dibaginya kepada teman-teman dan Ibunya. Ia masih membutuhkan waktu untuk menenangkan pikiran, menelaah apa sebenarnya yang terjadi padanya kemarin malam.

Ia mendapat kabar bahwa Shani membatalkan penerbangannya tadi pagi. Tidak seperti Shani, Gracia berhasil sampai ke bandara tepat waktu. Ia mengabaikan mimpi yang membangunkannya dalam keadaan basah kuyup oleh keringat dan bergegas ke bandara pagi itu juga.

Gracia mencuci alat-alat makannya dengan pelan-pelan sambil terus melamun. Tak ada yang lain yang dipikirkannya kecuali Shani. Hanya Shani seorang dan itu sudah terjadi sejak ia terbangun dari mimpi. Shani adalah cinta sejatinya. Mereka bahkan telah bercinta dua kali dan semuanya terasa sangat nyata. Gracia bahkan masih bisa merasakan nyeri di kewanitaannya.

Seharusnya ia mencari wanita bernama Madame Ruby itu. Gracia tidak percaya dengan sihir, akan tetapi ia yakin apa yang dialaminya tidak lepas dari kekuatan yang dimiliki wanita aneh tersebut. Tapi Gracia tidak ingin siapapun tahu tentang mimpi yang dialaminya. Mungkin suatu saat, ia akan mencari Madame Ruby dan meminta penjelasan.

Gracia mengerjapkan matanya, merasa sedikit pusing dan napasnya lebih hangat. Cuaca yang dingin mempengaruhi suhu tubuhnya. Sejak kembali ke Indonesia, Gracia memang merasa sedikit tidak enak badan. Namun ia memilih untuk mengabaikannya. Tubuhnya memang seperti ini jika kelelahan.

Ting tong

Gracia mematikan air kran dan mengeringkan tangannya. Ia berjalan menuju pintu depan dan berpikir bahwa mungkin yang datang adalah cupcake yang dipesannya beberapa menit lalu dari toko dessert favorite-nya. Gracia tidak ingin merepotkan managernya untuk satu minggu ini, jadi ia melakukannya sendiri.

Tanpa ekspektasi lain, Gracia pun membukakan pintu. Ia memang melihat satu kotak cupcake pesanannya berada di tangan seorang kurir, namun ia tidak menyangka dengan 'kurir' yang berhadapan dengannya kini.

Seorang perempuan tinggi berambut panjang berwarna ash brown yang sangat dikenalnya.

Shani Indira.

Tubuh Gracia membeku seketika. Shani mengangkat kotak cupcakenya di depan wajah Gracia dan berkata, "Aku bertemu dengan kurirnya di bawah, jadi kubawakan saja. Tenang, aku sudah memberinya tip."

Gracia tidak menjawab. Ia masih memandangi Shani dengan keningnya yang berkerut.

"Hai, Shania Gracia. Akhirnya aku bertemu denganmu," ucap Shani lembut. Matanya menatap Gracia penuh makna.

Gracia mengambil kotak kuenya dari tangan Shani dan hendak langsung memasuki unit apartemennya, namun Shani dengan cepat menyambar tangan gadis itu.

"Jangan pernah berpikir untuk lari lagi. Kita harus bicara," kata Shani penuh ketenangan. Ia menarik Gracia ke dalam apartemen gadis itu dan mengunci pintunya. Shani tidak ingin ada pengganggu.

"Tidak ada yang harus dibicarakan, Shani. Keluar dari apartemenku sekarang juga!" seru Gracia.

Shani menghentikan langkah dan memutar tubuhnya sehingga berhadapan dengan Gracia. Ekspresinya tampak tenang, namun matanya sarat dengan emosi yang tak terucapkan. Gracia menelan ludah. Apapun yang akan disampaikan Shani, sepertinya sangatlah serius.

"Aku tidak akan pergi sampai kita menyelesaikan masalah ini."

"Tidak ada masalah di antara kita, kau mengerti? Aku tidak mengerti apa maksudmu."

As Big As The OceanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang