3. Survive (1)

1.6K 167 12
                                        

"Aku tidak percaya ini," gumam Shani ketika mereka melihat sebuah ayunan yang terikat di batang pohon kelapa yang tumbuh secara horizontal. Ia segera berlari menghampiri pohon kelapa tersebut, diikuti Gracia yang berlari di belakangnya. Pulau ini sepertinya luas sekali dan mereka belum menyusuri setiap sudutnya. Terik matahari siang itu tidak terlalu menyengat. Namun mereka berdua sudah tidak peduli dengan keindahan kulit. Mereka bahkan sudah lupa mencari alasan mengapa mereka terdampar di sini.

"Apa menurutmu pulau ini berpenghuni? Atau seseorang pernah berada di pulau ini, seperti kita?" Gracia bertanya seraya memandangi ayunan di pohon kelapa.

"Aku rasa seseorang pernah di sini. Ayunan tidak bisa terpasang sendiri, kan?" ujar Shani

"Lalu bagaimana caranya orang itu keluar dari pulau ini?" Shani menambahkan sangat pelan. Ia melirik Gracia yang tertegun menatap ayunan.

"Mungkin...mereka tewas alih-alih keluar dari pulau."

Mendengar ucapan Shani, Gracia terkejut bukan main. Ia memukul lengan gadis itu sekeras mungkin, melepaskan sakit hatinya. Shani berteriak kesakitan dan mengusap-usap lengannya.

"Yaak! Apa kau ini algojo? Tanganku sakit, tahu!"

"Untuk itu jangan asal bicara lagi, bodoh! Sejak tadi kau selalu menakut-nakutiku. Aku membencimu!" sembur Gracia tak kalah keras

Shani terdiam, masih mengusap-usap lengannya. Ia akui dirinya sudah keterlaluan. Tapi kenapa rasanya senang sekali mengganggu Gracia?

"Baiklah, maafkan aku. Duduklah di ayunan ini, aku akan mendorongnya."

"Tidak mau!" tolak Gracia seraya melipat kedua tangannya di dada. "Aku tidak ingin mempercayaimu lagi."

Shani berdecak lalu menduduki ayunan tersebut. Gracia menatapnya sinis. Shani tidak menunjukkan rasa penyesalan sama sekali. Ugh, semoga gadis ini di makan ikan hiu, ucapnya dalam hati.

"Menjauhlah sedikit! Kau tidak lihat aku ingin bermain ayunan?" usir Shani sebab Gracia masih berdiri terlalu dekat dengan ayunan.

Gracia menjauh sambil menggerutu. Ia beranjak ke atas pasir yang lebih kering dan duduk di bawah pohon yang rindang. Shani berayun-ayun sendirian, menikmati kebebasannya. Gracia menghela napas. Ia tidak marah pada Shani, namun sikap Shani beberapa jam yang lalu masih membingungkannya.

Gracia POV

Kenapa ia bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa di telaga?

She kissed me, for God's sake!

Aku tahu itu hanya CPR, tapi mulutnya berada di mulutku. Ajaibnya, aku menyukai sensasi itu! Ah, aku memalukan sekali. Dan aku tidak lupa kalau ia ingin mengulanginya lagi. Tentu saja bukan CPR.

Kini lihatlah gadis itu. Berayun-ayun di tepi pantai seolah tidak ada beban di hidupnya. Aku tahu, seharusnya aku berterima kasih padanya karena telah menyelamatkan hidupku. Tapi aku tenggelam pun karena dia. Huft, aku sudah tidak tahu harus berkata apa.

Tiba-tiba aku memikirkan ucapan Shani tadi. Jika benar pernah ada orang sebelum kami terdampar di pulau asing ini, bagaimana caranya mereka keluar? Mungkin saja mereka diselamatkan atau...ya, satu-satunya kemungkinan lain adalah tewas kelaparan atau dimakan binatang buas.

Memikirkannya membuatku merinding.

"Hei! Apa kau ingin makan kelapa muda?"

Aku mendengarnya bersorak. Aku menatap ke arahnya dan ia sedang menunjuk buah kelapa yang tak jauh di atas kepalanya. Buahnya cukup lebat dan sepertinya segar sekali.

"Aku ingin memanjatnya!" teriaknya lagi. Ia berlari menuju bagian batang yang lebih rendah agar bisa memanjat. Aku tidak bisa menahan senyuman.

Apa dia benar-benar seorang Celine muse??

As Big As The OceanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang