Happy reading
"NATA!"
Gadis yang hendak memejamkan matanya kedalam mimpi itu terlonjak kaget mendengar panggilan dari balik pintu kamarnya dengan sangat lantang.
Gadis yang di panggil nata itu beranjak dari kasurnya dengan malas membukakan pintu. dilihatnya wajah tak sedap tantenya, Meina menatap garang seperti hendak memakan Nata namun itu sudah hal biasa. "kenapa Tante?"
"Ibu sama papa mau pergi, cepet turun. tidur aja kerjaannya udah kayak ratu aja," ujar meina Tante nata sinis. Setelah mengatakan itu Meina melenggang turun disusul dengan nata setelah menyaku handphone dan menutup pintu kamarnya.
Setelah turun nata melihat nenek dan kakeknya berpakaian rapi mereka hendak pergi malam-malam begini entah kemana.
"Nata, nenek sama kakek mau pergi ngejual panenan ya," ujar Nadhifa atau biasa dipanggil nenek ifa, nenek nata, ibu dari Almarhumah mamanya. Nenek memang seorang petani bersama kakeknya, tetapi bisa menyekolahkan kedua putrinya bahkan nata sebagai seorang cucu walau usia mereka sudah sangat renta.
Nata mendekat berdiri dihadapan ifa dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "tapi besok nata wisuda nek, siapa yang hadir kalo bukan nenek?" Ifa mengelus puncuk kepala nata lembut. "Nenek sama kakek pasti hadir, kami cuma sebentar nak, juga tidak jauh dari sini nenek jual panenannya," Tutur ifa menenangkan nata.
Besok memang tepat wisuda kelulusan Nata di jenjang SMA. tiada yang bisa nata harapkan kehadirannya selain nenek dan kakeknya. Mamanya sudah tiada semenjak melahirkan nata dan abinya tidak pernah menjenguk, bahkan berkomunikasi dengan nata apalagi akan hadir ke acara kelulusan.
Nata hanya diam tidak bisa mengelak. semoga saja besok diacara kebahagiaannya tidak kacau karena tidak ada pendamping dari pihak keluarga.
"Ya sudah, kami berangkat, tidur biar besok fresh," ujar Taufiq kakek nata dengan senyum yang menenangkan.
Nata menyalimi tangan keduanya dan mengantar hingga teras rumah.
Setelah kepergian mereka nata berbalik hendak tidur sesuai apa yang dikatakan kakeknya tapi Meina menahan bahu nata. "Eits... Jangan tidur, beliin aku bakso dulu sana." meina mendorong tubuh nata hingga kembali keluar. Nata berdecak malas, tantenya pasti bersikap semaunya jika tidak ada ifa dan Taufik.
Dengan malas nata pergi membeli bakso di depan Gang rumahnya.
"Dasar nenek cangkul, kerjaannya nindas gue muluk kalo nggak ada nenek," gerutu nata sebal akan Meina.
Waktu sudah sangat larut, jalan tampak sepi membuat nata seketika merinding walau dirinya seperti setan ia tetap takut setan.
"Krik... Krik..."
"AAAAAAA... SETANNNN..."
Nata berlari sekuat tenaga menghiraukan tatapan heran bapak-bapak yang sedang patroli malam disana.
Nata berlari hingga sampai di warung bakso. Tentu orang-orang disana menatap heran kearah nata mengapa berlari terbirit-birit seperti dikejar rampok.
"Huh... Huh... Huh..." Nafas nata memburu. menumpukan tangannya pada lutut mengusap peluhnya yang sebesar biji jagung.
Nata langsung duduk di kursi menghiraukan tatapan aneh dari orang disebelahnya.
Nata menyambar segelas es teh yang entah milik siapa. "Eh... itu es saya, asal minum aja kamu!" Pekik ibuk-ibuk pemilik es tersebut, merampas es teh yang sudah nata teguk separuh. Bukannya merasa bersalah dan meminta maaf nata malah beranjak dan memesan bakso dan es teh.
Ibuk-ibuk tadi menggerutu kesal mengambil handphonenya memotret teh yang sisa separuh untuk di post di WhatsApp dengan caption seolah manusia paling ternistakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOKANANTA (TERBIT)
Humor(CERITA SUDAH DI BUKUKAN DAN PRAT MASIH LENGKAP) UNTUK PEMBELIAN CEK DI INSTAGRAM: @Laila21070 Ini kisah LOKANANTA Ning yang lahirnya tidak diharapkan orangtuanya sendiri, diasingkan dari pesantren abinya. Pergaulan bebas dan sifat yang bertolak be...