Setangkai bunga & cadar

863 37 0
                                    





Suana pagi dipesantren memang sangat indah. Suara kicawan Burung-burung yang bermalam dipohon mangga disamping masjid terbang berhamburan untuk mencari pakan. Semburat merah pada langit bagian timur serta suasana sejuk embun pagi sangatlah menenangkan.

Senyum lebar gadis cantik dengan sejuta dukanya melihat kagum pada ciptaan Allah yang tidak pernah salah merancangnya.

Suara gema santri yang bersholawat sebelum kembali ke asrama turut serta menenangkan jiwanya yang kelam.

Setelah berdoa semua santri berhamburan. Santriwan pulang melalui pintu Utara sedang santriwati melalui pintu bagian selatan. Nata memilih belakangan ia memilih menikmati sunrise yang sangat indah di serambi masjid seorang diri. Sebagaimana Allah membuat pagi ini begitu indah semoga juga hari ini ia diberikan kebahagiaan.

"Nata!"

Seruan seseorang membuat nata teralihkan kepada asal suara. "Kenapa?" Tanyanya pada adel yang mendekat kearahnya.

"Kamu di ajak kak Aminah buat piket dhalem, katanya kak Sarah lagi sakit."

"Terus, kenapa nata coba? kan ada lo?"

"Sebenarnya gue yang diajak dulu, tapi gue sibuk, Lo aja."

Nata berdecih. "Sok sibuk."

"Ish... udah sana cepet."

"Dih, ngusir."

"Serah."

"Huuu ngambekan!" Nata memekik meledek pada Adel yang berjalan membelakanginya menuju asrama.

Disini piket dhalem hanya di peruntukan untuk senior hanya terkadang jika membutuhkan bantuan mereka akan menitah adik kelasnya. Mereka tidak akan memaksa jika tidak mau, hanya saja nata merasa tidak nyaman jika menolak.

Hari ini kelas masuk pukul delapan karena ada rapat, Jadilah nata menuju dhalem setelah berganti untuk membantu kak Aminah-Salah satu abdi dhalem.

Gus Khaibar duduk menyesap rokok di teras dhalem sendirian. Tidak enak rasanya pagi-pagi begini jika harus mengurung didalam kamar. Sesekali ia membalas sapaan kang santri yang berlalu lalang disana.

Gus Khaibar melihat seseorang yang tidak asing berjalan menujunya dengan menunduk. Ia menajamkan matanya melihat siapa ia? "Nata?" Gumamnya.

"Tumben dia kesini ada apa? Perasaan saya tidak memanggil?" Monolognya menatap heran pada nata yang hampir mendekat.

Nata memberengut kesal pagi-pagi ia harus bertemu Gusem. huh.

"Assalamualaikum." salamnya sopan berjarak sekitar tiga meter dari Gus Khaibar duduk.

"Waalaikumsalam, kenapa kesini?"

Nata mendongak melihat sekeliling tidak ada orang. "huh, piket,"  jawabnya malas.

"Oh."

Nata menyeringai. "Cih, cuma oh? Dasar Gus as-sem!" Eja nata pada akhir kalimatnya.

"Yang sopan pada suami." Tegur halus Gus khaibar. Merendahkan suaranya pada kalimat suami.

Nata memutar bola matanya malas. serba salah. Nata meleos begitu saja menuju dapur karena disetiap sudut ia tidak menemukan kak Aminah, bertanya pada kakak yang lain katanya kak Aminah ada di dapur.

"Assalamualaikum." salam nata berdiri di ambang pintu. Ternyata benar kak Aminah ada disini.

"Waalaikumsalam, oh. Nata sini."

Nata berjalan pada kak Aminah yang tengah memasak sayur. "nata tolong buatkan kopi untuk Gus Khaibar, saya ingin mencuci ikan."

Nata mengangguk saja. Senakal-nakalnya nata ia tau membuat kopi karena dulu ia sering membuatnya untuk kakek Taufiq maupun dirinya sendiri. Ini bukan kopi saset melainkan kopi bubuk yang dihaluskan dengan mesin setelah dipanggang, yang dibuat sendiri oleh abdi dhalem.

LOKANANTA (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang