Semalam kuputuskan untuk menginap di rumah Yeni. Setelah berunding, akhirnya Alya pun ikut bermalam bersamaku. Bisa ditebak, kami tidak istirahat, tetapi justru ngobrol sampai azan Subuh.
Dering telepon memaksa mataku untuk terbuka. Membaca identitas pemanggil membuat kening berkerut. Untuk apa pria itu menelepon?
"Siapa telepon, Kan?" Suara serak Yeni bertanya.
"Bukan siapa-siapa." Kumatikan daya ponsel, Lalu kembali menarik selimut.
"Kok teleponnya dimatikan, Kan?"
"Nggak apa-apa."
"Nggak biasanya lo nggak ngangkat telepon?" selidiknya.
"Gue ngantuk banget, Yen, jangan ajak debat gue, deh."
Beruntung Yeni menerima alasanku, dan aku bisa kembali melanjutkan mimpi.
**
Menjelang sore aku kembali ke kost. Dahiku kembali diajak berkerut saat Mbak Lia tetangga kost memberi tahu jika ada seseorang mencariku pagi tadi.
"Pacar kamu, ya?" tanyanya menatapku.
"Pacar? Nggak-lah, Mbak. Bukan!"
"Serius bukan?"
"Iya, serius!"
"Ganteng banget padahal, mana kelihatan kalau tajir."
Aku tersenyum.
"Dia kelihatan kecewa waktu tahu kamu nggak ada."
"Sepertinya penting, Kan. Karena dia nungguin kamu agak lama."
"Nungguin?"
Mbak Lia mengangguk.
"Iya, dia nunggu di mobilnya."
Entah kenapa pikiranku melayang ke Shanum. Ada apa lagi dengan bayi mungil itu? Apakah sakit atau ada hal lain?
"Kania? Jujur, cowok tadi itu ganteng banget, boleh aku dikenalin?"
Kutatap Mbak Lia yang sudah kuanggap kakak sendiri itu. Usianya lima tahun di atasku. Bekerja di sebuah bank swasta memiliki paras rupawan dan tubuh yang sedikit sintal. Akan tetapi, dia selalu kesulitan untuk mempunyai pasangan, entah apa penyebabnya.
"Kania? Kenapa malah ngelihatin aku begitu? Nggak boleh kalau aku pengin kenal?"
"Oh, boleh, Mbak. Boleh banget, nanti kalau aku ketemu, aku kenalin."
Bibirnya melebar kemudian kembali ke kamarnya. Aku merogoh tas mengambil kunci, nyaman rasanya kembali ke kamar sendiri. Tiba-tiba ingat kalau sejak tadi ponsel kumatikan. Seperti yang diduga, beberapa panggilan tak terjawab muncul di sana.
[Bisa kita ketemu?]
Satu pesan singkat dari Damar. Baru saja aku hendak membalas, suara Mbak Lia memanggil namaku.
"Kania, tamu kamu yang tadi datang lagi tuh!"
Aku bangkit membuka pintu. "Cowok itu datang lagi!"
"Suruh tunggu."
"Tapi, Kania." Terlihat paras Mbak Lia ragu.
"Kenapa?"
"Sepertinya benar-benar penting."
Aku menggeleng lalu kembali meminta agar Mbak Lia memberitahu kepada Damar agar dia menunggu. Lagipula kenapa sih pria itu datang ke sini? Pikiranku kembali kepada Shanum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us -- Lebih Cepat Ada Di KBM App/ Sudah Terbit E-booknya!
General FictionPernah gagal dan bercerai saat pernikahan baru seumur jagung adalah hal yang benar-benar membuat terpukul. Namun, siapa sangka jika akhirnya seorang bayi telah membuat hati Kania terikat? Kania yang telah mengubur dalam-dalam impiannya itu kini just...