"Eh, tapi serius, Kania, gue lihat lo, dan lo tahu siapa selain lo yang gue lihat?" Alya memasang wajah serius."Siapa?" Aku mendongak menatap Alya yang sejak tadi berdiri di sebelah.
"Damar! Gue lihat Damar!" Suaranya lirih seperti tak ingin terdengar siapa pun di ruangan ini.
Mataku menyipit.
"Dia lihat lo juga kemarin!"
"Ya terus emang kenapa?" tanyaku, yang tiba-tiba dada berdegup kencang saat mendengar penuturannya.
"Gue curiga dia cemburu!"
"Cemburu? Sok tahu!"
"Eh! Serius! Jadi dia itu baru datang bareng sama ... gue nggak tahu siapa, mereka berempat, cowok semua. Nah, baru aja mereka sampai, si Damar ini lihat lo lagi makan, becanda gitu sama siapa tadi namanya?"
"Aksara!"
"Nah, iya, Aksara. Terus dia langsung cabut tahu, Kania!"
"Ya, terus, nggak ada hubungannya kali, Al. Nggak usah sok cocokologi, deh!"
"Nggak, Kania! Gue lihat jelas wajahnya kayak kesel gitu!" Alya tak berhenti memindaiku.
"Gue sama dia nggak ada apa-apa, Alya. Kenapa lo menyimpulkan jauh banget!" balasku malas.
"Lo yakin nggak ada setitik perasaan ke dia?"
"Nggak!"
"Tapi sayangnya gue nggak lihat itu." Alya tersenyum penuh arti.
"Maksudnya?"
Dia menggeleng. "Gue lihat lo sedang berusaha tidak jujur pada diri lo sendiri, Kania."
Kutarik napas dalam-dalam lalu mengedikkan bahu.
"Ngaco, ah!" Aku kembali menatap layar laptop.
"Biarin aja, baguslah! Jadi dengan begitu, dia nggak seenaknya aja minta tolong ke aku!"
Terdengar tarikan napas Alya dan gumaman lirih.
"Eh, lo bicara apa barusan?"
Dia tertawa kecil. "Gue penasaran seperti apa ending hubungan lo sama Damar," jawabnya lalu nyelonong kembali ke mejanya.
**
Seperti yang sudah-sudah, setiap kali dipertemukan oleh pria kandidat Mama, aku selalu diinterogasi.
Besok Mama harus kembali ke kota kami, dan malam itu aku dan beliau bertemu di sebuah mal dan tentu kali ini bersama Papa. Mama memilih salah satu restoran Jepang untuk kami bercakap-cakap. Setelah menikmati hidangan, Mama mulai mengajukan pertanyaan yang aku sudah bapak di luar kepala.
"Gimana, Kania?"
"Tentang Aksara?"
Mama mengangguk sembari tersenyum melirik Papa di sebelahnya yang menurutku saat ini beliau setuju dengan pilihan Mama, tidak seperti sebelum-sebelumnya.
"Aksara baik, orangnya juga asyik, enak juga diajak ngobrol."
"Jadi kamu oke?"
"Oke."
"Yes! Kalau begitu Mama akan segera bicara soal pertunangan kalian!" Suara Mama terdengar sangat antusias.
"Ma, tunggu! Oke maksud Kania, ya memang oke, nggak ada masalah Kania sama Aksara. Cuma itu."
Wajah Mama berubah.
"Ya kalau sudah oke, tunggu apa lagi, Kania? Mama nggak mau kamu milih sendiri! Mama nggak mau apa yang pernah terjadi padamu itu terjadi lagi." Nada suara Mama terdengar sangat trauma.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us -- Lebih Cepat Ada Di KBM App/ Sudah Terbit E-booknya!
General FictionPernah gagal dan bercerai saat pernikahan baru seumur jagung adalah hal yang benar-benar membuat terpukul. Namun, siapa sangka jika akhirnya seorang bayi telah membuat hati Kania terikat? Kania yang telah mengubur dalam-dalam impiannya itu kini just...