3. Informant?

532 78 3
                                    

Kini Amaya berada di belakang bangunan Uwu Cafe, bersama dengan gadis yang memergoki aksinya memukuli seorang pemuda di emperan kios beberapa menit lalu. Pakaian dan masker hitam yang dikenakan gadis itu, ditambah dengan langit malam dan bagian belakang Uwu yang remang-remang membuat Amaya tak dapat melihat dengan jelas gadis tersebut. Hanya satu identitas yang terlihat jelas dari gadis itu, bahwa ia memiliki rambut panjang berwarna putih.

"Kamu karyawan Uwu, kan? Nama kamu siapa?" sang gadis bermasker mulai bertanya setelah hening sesaat. Dari ukuran tubuh dan suaranya, Amaya yakin gadis itu berusia tak jauh darinya.

"Benar, saya karyawan Uwu, baru sekitar dua minggu. Nama saya Amaya." Amaya menjawab pertanyaan sang gadis, kembali pada suara imutnya namun dengan nada tenang pada ucapannya.

"Hmm... baru dua minggu, ya? Pantesan kelihatan asing. Untuk ukuran karyawan baru, kamu lumayan berani ambil tindakan sampe bisa mukul orang," komentar gadis bersurai putih dan bermasker itu. Benar saja, gadis itu memperhatikan Amaya saat ia memukul pemuda tadi.

"Itu bukan pertama kalinya dia merusuh, jadi saya pikir harus diperingati agak keras biar jera. Walaupun beresiko buat karir saya yang masih baru, sih." Amaya menimpali komentar sang gadis.

"Karena cuma aku yang lihat perbuatan kamu, aku bisa aja jadi saksi perbuatan kamu tadi ke polisi. Aku juga punya foto waktu kamu mukul orang itu, bisa jadi bukti yang kuat. Kamu ngerti maksudku, kan?" ucap sang gadis bermasker yang terdengar sebagai sebuah ancaman bagi Amaya. Gadis surai biru tua itu memang masih muda, tapi ia bukanlah gadis yang benar-benar polos.

"Kamu butuh apa dari saya agar kamu bisa tutup mulut?" tanya Amaya langsung ke intinya. Gadis di depannya tertawa mendengar pertanyaan Amaya.

"Kamu berani banget, kayak bukan warga biasa. Sebelum ke tawaran, aku mau nanya sesuatu ke kamu. Kamu gabung ke 'bendera' mana?" sang gadis bertanya kembali, kali ini sesuatu yang tidak Amaya pahami.

"Maaf, tapi saya nggak ngerti. 'Bendera' itu maksudnya apa?" Amaya menimpalinya dengan pertanyaan. Sang gadis memiringkan kepalanya, merasa heran atas respon Amaya.

"Kamu beneran nggak tahu atau pura-pura bego? Kamu dua minggu di Uwu tapi belum pernah denger istilah 'bendera'?" tanya sang gadis heran. Ia terdiam sejenak sebelum kembali bertanya pada Amaya. "Sederhananya, apakah kamu tergabung dengan kelompok atau keluarga tertentu? Harusnya kamu paham pertanyaan aku sekarang."

"Oh, 'bendera' itu maksudnya kelompok atau keluarga? Nggak ada. Saya sendirian sejak masuk kota dua minggu lalu, nggak pernah gabung sama kelompok tertentu." Amaya menjawab dengan yakin, namun belum dapat menghapus kecurigaan gadis itu padanya. Amaya yakin gadis itu belum mempercayainya, terbukti dengan gadis itu berkomunikasi dengan beberapa orang melalui radio.

"Guys, kalian pernah denger orang Uwu Cafe yang namanya Amaya?"

"Lihat KTP kamu sebentar," pinta sang gadis surai putih pada Amaya. Yang diminta dengan cepat mengambil KTP dari dompetnya dan menunjukkannya pada gadis itu. Setelah gadis bermasker itu mengangguk, Amaya memasukkan kembali kartu tersebut.

"Nama lengkapnya Amaya Harumi. Ada yang pernah denger nggak? Orang ini ada masuk 'bendera' atau bersih?" Terlihat gadis itu menyimak radio, mendengar jawaban dari rekan-rekannya. Hanya sayup-sayup yang sampai ke telinga Amaya karena sang gadis surai putih sedikit menjauh darinya.

"Katanya orang ini baru dua minggu di Uwu, tapi tadi aku lihat dia berani banget narik orang yang rusuh di Uwu, terus dia pukul di pojokan parkiran."

Terlihat sang gadis kembali menyimak, kali ini dengan waktu cukup lama. Setelah itu, ia mengantongi radionya dan kembali fokus pada Amaya.

BLACK BLOOD [Tokyo Noir Familia x OC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang