Tidak, bagaimana bisa kau mengatakan itu ....
Mata emas berkilau itu tepat menatap ke arahnya, lalu tertutup rapat. Bibir rapi itu tampak jujur.
Terganggu, Kalia mengamati Simon dengan tatapan serius untuk mencari tahu apakah ucapannya serius atau tidak.
Setelah beberapa saat, Simon sedikit mengangkat ujung bibinya, lalu berkata, "Bercanda."
Tapi, itu tidak terlihat seperti lelucon.
Namun jika dipikirkan lagi, tidak mungkin Simon akan memulai perang hanya untuk melihat wajahnya lebih sering. Pria itu tidak sekurang kerjaan itu, dan Simon tidak memiliki alasan untuk melakukan hal tersebut.
Kalia menghapus bibit keraguannya dengan perasaan hangat. Kemudian, tersenyum balik seolah tidak terjadi apa-apa, dan membalas, "Benarkah?"
Pria itu mengangkat bahu, memiringkan tubuhnya dengan tangan di dalam kantong. Kancing kemeja putihnya tidak terkancing sepenuhnya, seperti seorang tuan muda bejat dari keluarga aristokrat.
"Tapi, aku juga berpikir itu mungkin saja."
"..."
Meskipun jelas-jelas tersenyum, suara Simon diwarnai kekesalan yang tidak disembunyikan. Seperti yang dikatakannya, meskipun bertemu setelah sekian lama, ia tidak tampak senang. Tidak, sesungguhnya, Simon terus-terusan dalam suasana hati yang buruk sejak hari itu. Tampaknya ia belum bisa menerima apa yang terjadi di hari itu.
Meskipun Kalia merasa tidak adil karena ia tidak menyebabkan insiden itu sendirian, Kalia sepenuhnya memahami kemarahan Simon. Pasti menyedihkan dikhianati oleh teman yang dipercayanya tanpa keraguan.
Aku memang sampah.
Saat mengingat masa lalu yang tak mampu dielak, Kalian menghukum dirinya sendiri dalam kemuraman sebelum dengan cepat menyadarkan dirinya lagi.
Tidak. Aku tidak seharusnya berpikir begitu. Pikiran buruk akan mempengaruhi bayi di perutku. Aku harus menenangkan diri. Tubuh dan pikiranku tidak hanya milikku sekarang.
Saat tengah mengepalkan tangannya karena berpikir demikian, Simon yang menatapnya dengan instens, dan bertanya, "Apa kau baru saja menemui putra mahkota?"
Kalia mengangguk kaku, ragu-ragu sejenak, lalu membuka mulutnya. "Emm, Simon."
"Bicaralah."
Mendengar respons dingin itu, Kalia menarik napas dalam dan cepat-cepat menumpahkan kata-katanya dengan wajah sangat tulus.
"Aku akan mengatakannya lagi. Aku benar-benar minta maaf tentang hari itu. Dan itu pengalaman pertamaku. Aku tidak tahu aku membuatmu sangat menderita hari itu ... sampai kau tidak bisa turun dari tempat tidur. Seperti yang kau tahu, aku hanya orang bodoh dengan stamina yang bagus."
"Tidak, tunggu." Simon dengan cepat mengangkat tangan, menghentikan ucapan Kalia. "Siapa bilang aku tidak bisa turun dari tempat tidur karena kelelahan?" Wajahnya seputih kertas, menggertakkan giginya dengan marah.
"Hah?"
"Kau pikir aku orang seperti apa!" Berkebalikan dengan wajah pucatnya, telinga Simon malah memerah.
Telinganya memerah?
Simon terlihat tersipu hingga telinganya berubah merah. Peristiwa cukup langka yang membuat Kalia kebingungan.
Mengapa?
Kalia memiringkan kepalanya, memegang dagunya, dan mengamati Simon.
Simon mengacak-acak rambut perak indahnya yang berkilau di bawah sinar bulan untuk meredakan amarahnya. Rambut indahnya terjatuh berantakan di atas dahinya yang bersih. Menarik napas sangat dalam sehingga dadanya mengembang, ia berbicara dengan suara tertahan. "Dan tolong, berhentilah meminta maaf, Kalia."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Baby isn't Yours
Fantasy"Bayi ini bukan milikmu." Mata Simon berkilat dingin mendengar ucapanku. Kelihatannya ia tersenyum, tetapi dengan intonasi aneh dan membekukan, Simon bertanya, "Oh, benarkah?" Suara rendah dan teduh itu, berpura-pura lembut. Kemarahan dalam suarany...