Di dalam ruangan di mana tidak ada sinar matahari yang bisa menerobos masuk karena rapatnya tirai ditutup. Cahaya yang mengintip dari celah di antara tirai bukanlah berwarna putih yang mempesona, melainkan oranye samar.
"Kalia?"
Simon memanggil nama Kalia dengan suara parau karena sepanjang malam telah menyebutkan namanya. Suara seraknya bergema di ruangan yang kosong itu. Mempertimbangkan seberapa sensitif Kalia akan pergerakan, melihat tidak ada yang merespons, Simon pikir wanita itu masih tertidur.
Ya, masuk akal. Semalam benar-benar luar biasa.
Simon tersenyum malu-malu, wajahnya sedikit linglung seolah belum sepenuhnya terbangun. Gairah yang mereka tunjukkan sampai fajar menyingsing membuatnya merasa seperti telah dihajar di seluruh tubuhnya.
Kenikmatan pertama yang mereka bagi terus-menerus mengejutkan dan malam mereka tidak mudah dihentikan. Setiap sentuhan bibir mereka terasa panas. Area di mana mereka bersatu secara berulang-ulang, membuat keduanya gila dengan sensasi baru. Namun, Simon tidak bisa menahan senyum yang melebar di sepanjang wajahnya.
Dia pasti benar-benar kelelahan karena semalam walaupun itu Kalia sekalipun. Dia belum bangun juga.
Ia sedikit bangga karena bangun lebih dulu dari Kalia, dan juga sedikit sombong karena membuat Kalia kelelahan sampai wanita itu belum bangun hingga kini. Tidak lain dan tidak bukan, yaitu Kalia Tacskate. Wanita terkuat di kekaisaran. Stamina dan daya tahan yang luar biasa. Simbol kesabaran dan kekuatan. Dan kini ... wanita milik Simon.
Simon menutup mulutnya dengan bantal untuk menyembunyikan lengkungan di bibirnya, merenggangkan lengannya, lalu meraba ruang kosong di sampingnya.
"Kalia."
Dirinya ingin merasakan kulit kencangnya yang halus. Hal yang Simon dambakan bertahun-tahun dengan putus asa. Untuk memeluk tubuh tegap penuh luka Kalia dengan erat, menghiburnya secara lembut. Simon ingin memeluknya lebih nyaman, lebih erat dibanding siapa pun. Dengan kedua tangan dan lengannya.
"Kalia?"
Namun, tangannya yang meraba tidak menemukan apa pun. Dan tidak ada yang merespons panggilannya. Merasakan sesuatu yang aneh, dengan cepat Simon membuka matanya dan menatap sekeliling.
Wanita itu tidak ada.
Tidak peduli berapa kali Simon mencari, Kalia tidak ada. Ranjang besar yang kacau karena semalam, hanya ditempati oleh dirinya sendiri.
Sesaat Simon membeku. Pikiran menakutkan melintas di benaknya jika mungkin saja semua yang terjadi semalam hanyalah mimpi. Namun segera, ia menemukan seuntai rambut panjang berwarna cerah di atas seprai putihnya, dan kecemasannya menghilang seperti telah dihanyutkan. Hanya seuntai rambut Kalia sudah membuatnya bernapas dalam kelegaan.
Haa, hampir saja.
"Hampir saja aku gila."
Ia menarik napas dalam dan bangkit dari ranjangnya. Berjalan ke arah teras, menarik tirai, dan membasuh tubuhnya dengan sinar oranye mentari.
Meskipun seorang penyihir, ia memiliki rutinitas latihan sehari-hari, terpengaruh oleh seseorang yang juga memiliki latihan harian.
Di mana pun dan apa pun yang terjadi, Simon tidak ingin tubuhnya terlihat rapuh dan lemah daripada Kalia, bahkan tidak dengan mengorbankan nyawanya. Meskipun tidak setebal dan sebesar ksatria, ototnya secara tepat terbentuk sesuai dengan pergerakan Simon.
Menatap istana yang dihujani warna merah matahari yang tenggelam, ia merasa sangat kasihan sehingga tidak tahan dengan dirinya.
Apakah aku menghabiskan sepanjang hari dengan berbaring?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Baby isn't Yours
Fantasy"Bayi ini bukan milikmu." Mata Simon berkilat dingin mendengar ucapanku. Kelihatannya ia tersenyum, tetapi dengan intonasi aneh dan membekukan, Simon bertanya, "Oh, benarkah?" Suara rendah dan teduh itu, berpura-pura lembut. Kemarahan dalam suarany...