Ajakan ke festival kampus dari Rheya langsung dijawab ‘oke’ oleh Pinot.
Setelah kejadian yang menimpa sahabat baiknya, Andik—dua setengah tahun lalu, Pinot menjauh dan menolak berteman, bahkan ia menjauhkan diri dari yang namanya cinta. Seperti lirik lagu ‘Lebih Indah’ yang mengubah segalanya menjadi indah. Kehadiran Rheya yang tiba-tiba memberikan getaran kecil di dadanya.
Setelah sekian hal, Rheya yang pertama menyapanya. Rheya yang memulai obrolan dengannya. Rheya yang mengejarnya. Rheya, gadis pertama yang diajaknya ke Kwitang, bukan, tepatnya gadis itu yang mengikutinya. Rheya, gadis pertama yang tertawa dengan ucapannya, entahlah, gadis itu berpikir ucapannya terdengar seperti lelucon. Rheya, gadis yang ia antar pulang, bukan, tepatnya ia harus memastikan gadis itu sampai ke rumah dengan selamat, karena ia tidak mau dituduh menculik anak orang.
Pinot ingin terus melakukan hal-hal kecil seperti itu bersama Rheya dan alangkah senangnya ketika Rheya mengajaknya ke festival kampus. Pertama kali ia pergi ke keramaian dan itu bersama Rheya. Terbayang ia akan membuat kenangan menyenangkan bersama Rheya.
Awalnya Pinot tidak habis pikir kenapa Rheya—gadis yang sedang didekati oleh Niko, tiba-tiba memintanya untuk menjadi pacar palsu? Mungkin Rheya hanya ingin mempermainkannya saja, karenanya ia tak terlalu memedulikan. Namun, ia suka ketika Rheya merengek padanya. Ia pikir gadis itu menggemaskan.
Pinot juga sengaja tidak memberitahu Rheya kalau ia mengenal Niko. Kalau Rheya tahu pasti Rheya tidak nyaman dengannya dan mungkin akan mencari cowok lain untuk dimintai jadi pacar palsu.
Pinot hanya ingin dekat dengan Rheya, tapi Niko mengacaukan dengan membeberkan masa lalunya. Sebesar apa pun usahanya menyimpan, masa lalu tetap mengikutinya. Rheya pasti akan menjauhinya dan keinginannya untuk bisa dekat dengan Rheya pun kandas.
Tapi, tiba-tiba, Rheya muncul di hadapannya dan katanya ingin mendengar penjelasannya secara langsung, bahkan Rheya menyebut status mereka sebagai teman.
“Teman?”
“Kamu bilang nggak butuh teman, tapi aku butuh kamu jadi temanku.”
“Kenapa?”
“Apa butuh alasan?”
“Hm, iya, setidaknya.”
“Hmm.” Rheya berpikir. “Bisa kita bicara sambil duduk?”
Pinot menurut patuh ketika Rheya menggiringnya duduk di pelataran lantai, depan kelas semangka. Ia duduk menatap sepatunya—hitam bertali yang menjuntai, tampak lusuh, ia tidak ingat kapan terakhir kali membeli sepatu baru. Lalu melirik ke sepatu hitam bertali milik Rheya yang masih terlihat baru. Sepatu hitam milik mereka pun seakan berkata tentang tingkatan status mereka. Sekilas lihat juga ia tahu kalau Rheya berasal dari keluarga berada.
“Kenapa nggak bilang kalau kamu kenal Niko?”
“Maaf. Bukan maksud aku...”
“Kalian berteman dekat?”
Pinot menggeleng.
“Di antara satu sampai sepuluh, berapa angka yang menggambarkan pertemanan kalian?”
“Nol.”
“Oke.” Sambar Rheya cepat, lalu menarik kesimpulan. “Kamu hanya kenal Niko karena pernah satu SMP. Sama kayak aku kenal Niko karena satu SMA. Masalah kamu dan Niko sudah selesai. Sekarang masalah kita.”
“Hm?” Pinot menoleh ke Rheya, bingung.
Rheya langsung meluruskan. “Aku ingin berteman dengan kamu, jadi aku harus tahu seperti apa kamu. Aku nggak mau dengar dari orang yang katanya kamu inilah, kamu itulah. Aku maunya dengar langsung dari kamu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Mate
ChickLit[End + Karyakarsa] ✅ Ini tentang Rheya dan bestmate-nya. Udah gitu aja. Nggak ada yang lain. Jadi, jangan terlalu banyak berharap. Ceritanya amat sangat ringan dan riang gembira. Nikmati aja ceritanya. Kalau nggak suka, skip aja kayak iklan di YouTu...