Bab 21

117 4 0
                                    

Apa pun situasi dan kondisi, bunyi bel pulang sekolah adalah yang terbaik, bahkan mengalahkan dering telepon dari sang gebetan. Dan yaah, lupakan PR untuk sementara, saatnya menikmati kebebasan.


     Rheya masih membereskan buku-buku dan kotak pensil ke dalam tas. Sengaja ia sedikit lebih lama di dalam kelas, karena saat ini lorong kelas masih ramai dengan murid-murid. Ia tidak suka berdesakan, berjalan bagai semut yang berbaris, dan mengantri.

     Suara tumpang tindih dari para murid terdengar ramai. Di antara suara ramai tersebut, telinganya mendadak sensitif. Anehnya ia bisa mendengar suara helaan napas berat Mona.

     Kepala Rheya menoleh dan melihat wajah enggan Mona saat Asti menyeretnya agar segera menemui Niko yang sedang menunggu di luar kelas.

     “Guys.” Rheya menepuk meja dengan kedua telapak tangan. “Seseorang baru saja mengirimkan sinyal SOS.”

     “Mona?” Fara bertanya sambil lalu.

     Kedua ujung bibir Rheya melengkung turun, manggut-manggut.

     “Bagaimana caramu tahu dia mengirimkan sinyal? Dia kedip-kedip mata? Atau kalian punya antena? E.T.?"

     “Feeling.” Rheya menyahut enteng.

     “Terkadang feeling juga bisa salah. Kecuali kamu alien. Fix. Kamu E.T.”

     “Kalau aku alien,” Rheya menunjuk dirinya, “berarti kalian teman-temannya alien,” katanya menunjuk ke Eri dan Fara bergantian.

     “Aku E.T. yang paling cantik,” seloroh Eri.

     Fara langsung menyahut, “Itik.”

     Eri menekan sabar. “Kebiasaan nih Fara.”

     Fara mengabaikan Eri. “Feeling-mu mengatakan Mona kenapa?” Setidaknya hanya ia yang tertarik dengan feeling Rheya.

     “Niko sedang mendekati Mona. Oke, aku mungkin kelihatannya lemah dan mudah dipermainkan, tapi Mona tipe yang sulit bilang tidak. Akhir-akhir ini Mona memang membuatku kesal, tapi aku nggak bisa melihatnya dipermainkan.”

     “Mona pasti sudah menambahkan bubuk rahasia ke dalam mi gorengmu.” Eri mulai berdeduksi konyol. “Hm, aku nggak masalah kamu membantunya. Tapiii, pendaftaran masuk geng kita sudah ditutup.”

     “Dia perlu serangkaian tes kalau mau masuk geng kita,” kata Rheya dengan gaya sok badass. “Let’s kuy!” ia beranjak dari duduk, mengomando teman-temannya agar mengikutinya.

     Rheya memang tidak sepopuler Evelyn, tapi ia tidak akan membiarkan siapa pun mempermainkannya, bahkan menghinanya dan tentunya ia akan melawan. Ada keuntungannya punya tiga kakak laki-laki, karena mereka membantu Rheya tumbuh menjadi kuat dan berani.

     Rheya melihat Niko tersenyum flamboyan ke Mona. Senyum andalan ketika Niko sedang mendekati calon pacar. Sejujurnya, Rheya sempat tergoda dengan senyuman itu. Oh, siapa yang tidak terpikat saat ada seorang laki-laki tampan yang tersenyum padanya?

     Kepala Rheya menggeleng saat melihat Mona berusaha menolak, tapi Asti terus membujuk agar Mona mau diantar pulang oleh Niko.

Best MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang