Bab 22 [End]

123 4 0
                                    

Rheya mungkin baru mengenal Mona satu minggu, tapi anehnya seperti ia sudah mengenal Mona berminggu-minggu. Waktu satu minggu belum cukup mengenal seseorang, anehnya ia seperti sudah lama mengenal Mona.


     Kebiasaan Rheya yang suka mengamati ini tanpa sadar ia lakukan ketika bertemu dengan orang baru di sekitarnya. Hal pertama yang ia amati adalah penampilan orang itu, lalu beralih ke cara bicara, lalu beralih ke bahasa tubuh.

     Pertama kali Rheya melihat Mona dengan tampilan yang manis. Saat itu di festival kampus, Mona memakai rok plisket hijau toska dan kaus oblong putih. Kasual, namun tetap bergaya. Di pertemuan kedua, Rheya sedikit kesulitan menghadapi bahasa sopan dan suara lembut Mona. Namun, di pertemuan ketiga, Mona berubah menjadi murid baru yang menyebalkan. Kesan manis, sopan, dan lembut di dua pertemuan sebelumnya hilang.

     Rheya pikir sikap menyebalkan ini adalah sifat asli Mona. Namun ia salah, karena tiap kali ia mengamati bahasa tubuh Mona ketika berbicara, jemarinya diam-diam memilin rok. Terkadang Mona meremas-remas jemarinya dengan gusar.

     Rheya masih ingat Mona bersikeras menyukai Kak Adit, tapi tadi—baru saja, Mona berkata akan melepas Kak Adit dengan syarat:

     “Kenapa mau jadi bestie kita?” Tanya Rheya, melipat kedua lengan di depan dada.

     Mereka duduk di ruang perpus Rubel. Rheya bersisian dengan Eri dan Fara yang duduk mengapitnya, sementara Mona duduk sendirian seperti tersangka yang diinterogasi oleh tiga penyidik. Dan, Pinot tidak bergabung dengan mereka, karena kelas matematikanya masih berlangsung.

     Semula mereka tidak berniat mengajak Mona ke Rubel, tapi Mona seperti anak itik yang mengikuti rombongan, bahkan Mona menawarkan tumpangan dengan mobilnya. Rheya menolak karena mereka berempat (termasuk Pinot) dan mobil sedan Mona tidak muat menampung mereka. Alhasil, mereka pun naik bus—bersama dengan Mona juga.

     Kalau Mona yang menyebalkan pasti akan mengeluh panas—berdesak-desakan ketika naik bus, tapi Mona yang manis sama sekali tidak mengeluh. Wajah Mona bahkan terlihat bahagia. Apakah Mona memiliki kepribadian ganda?

     “Kalian bisa bestie-an. Kenapa aku tidak boleh bestie-an dengan kalian?”

     “Kita berteman dengan siapa saja,” kata Rheya, masih bersikap baik.

     “Aku tidak mau kalau hanya sebatas teman.”

     Eri menggaruk lehernya yang tidak gatal, berbisik di sebelah Rheya. “Kok bahasanya ambigu, ya?”

     Rheya paham maksudnya Mona, tapi kalimat yang diucapkan Mona memang terdengar ambigu. Teman dan bestie memang berbeda dalam kedekatan. Teman hanya terlibat dalam kegiatan yang sama, sedangkan bestie merupakan sahabat terdekat yang menerima kita apa adanya.

     “Kita belum sedekat itu.”

     “Bisa pelan-pelan. Aku orangnya sabaran.” Mona membujuk.

     “Oke.” Rheya tidak mudah menyerah. “Pilih aku jadi bestie-mu atau tetap mendekati Kak Adit?”

     “Jadi bestie-mu!” Mona memilih cepat. Tidak sabaran. Tampaknya ia sudah merubah tujuannya.

     “Demi mendapatkan tujuanmu yang lain, kamu mencampakkan Kak Adit. Setelah mendapatkan tujuanmu ini, bisa saja giliranku yang kamu campakkan.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Best MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang