Chapter 3 : Dirgantara

404 44 3
                                    

Aliona yang baru saja sampai di rumah terlihat kebingungan saat pengasuh yang biasa mengurus Segara berlari ke arahnya.

"Bu, Segara badannya panas. Saya sudah coba telfon nyonya tapi tidak bisa." Ucapnya dengan ekspresi panik.

Aliona melihat ponselnya, dan benar saja ponselnya mati.

"Maaf mba Surti, sepertinya ponsel saya mati saat saya balik ke kantor untuk ganti pakaian. Sekarang Segara dimana?"

"Di kamar bu."

Aliona bergegas masuk ke rumah. Dengan cepat langkah kakinya menaiki satu per satu anak tangga menuju ke kamar yang dulu harusnya dipakai oleh Banyu, putra pertamanya.

"Mami." Rintih Segara pelan saat melihat Aliona masuk ke kamarnya.

Aliona bergegas mengambil jaket milik Segara. Tanpa banyak bicara lagi wanita itu memakaikan jaket ke tubuh putranya.

"Kita ke dokter." Ucapnya tegas seraya membawa anak berusia 6 tahun itu ke gendongannya.

"Mba Surti minta tolong telfon mama suruh nyusul ke rumah sakit ya." Pintanya setelah membawa Segara masuk ke dalam mobil.

"Iya Bu."

Selama hampir 7 tahun, ini bukan pertama kalinya Aliona berkendara sendiri di malam hari untuk membawa putranya ke rumah sakit.

Ekspresi tenangnya yang sekarang tercipta setelah dia terbiasa dengan semua situasi yang mengharuskannya menjadi sosok papi sekaligus mami untuk Segara.

Wanita itu bahkan sudah pernah berteriak di IGD ketika Segara yang saat itu berusia 7 bulan datang ke IGD bersama mba Surti dengan kondisi menggigil tetapi tidak segera mendapat tindakan hingga dia datang.

Entahlah, dia sudah persetan saat itu dengan aturan atau apapun itu. Yang dia inginkan hanya putranya segera di tangani.

Hal itu juga yang akhirnya membuat Raveena harus turun tangan sendiri untuk menenangkan adik sepupunya kala itu. Tidak ada yang bisa disalahkan memang. Aliona sebagai ibu yang masih berduka karena kehilangan suaminya tentu saja memiliki ketakutan yang luar biasa dengan kondisi putranya. Sedangkan tenaga kesehatan, tentu saja mereka bekerja sesuai dengan SOP.

Sesampainya di rumah sakit, wanita dengan celana jeans dan kemeja bergaris itu menggendong putranya memasuki IGD.

"Maaf, apa ada anggota keluarga yang lain? Saya perlu untuk mengurus pendaftaran pasien."

"Maaf, apa bisa menunggu sampai neneknya datang? Dia tidak mungkin saya tinggal sendiri." Pinta Aliona sopan yang diiyakan oleh wanita yang sepertinya bekerja di bagian pendaftaran.

Wanita itu pergi, sedangkan Aliona masih menggenggam erat tangan putranya untuk menunggu hasil laboratorium yang baru saja di ambil.

"Mi, papi mana?"

Deg. Jantung Aliona serasa berhenti sepersekian detik saat Segara mencari sosok yang belum pernah ditemuinya itu.

Di usapnya rambut sang putra, sebuah kecupan lembut dia berikan di kening Segara "Mas kenapa? Mimpi ketemu papi?" Tanyanya dengan kondisi mata yang mulai terasa panas.

Segara, anak berusia 6 tahun yang sedang memejamkan mata itu hanya mengangguk. "Tadi papi peluk Segara mi." Ujarnya dengan nada lemah yang membuat Aliona harus mati-matian menahan air matanya.

"Sudah, mas Segara bobok aja. Sekarang kan sudah ada mami, jadi papi biar pulang lagi ke tempatnya ya. Biar mami yang temani mas Segara disini."

Aliona hanya bisa mengusap kepala Segara, berusaha membawa anak laki-lakinya untuk masuk ke alam mimpi. Di saat-saat seperti inilah salah satu fase sulitnya. Aliona tidak menyangka kalau hari ini akan datang, hari dimana Segara mencari sosok papinya. Sosok yang semenjak dia lahir ke dunia belum pernah ditemuinya secara langsung.

DirgantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang