Chapter 7 : Kembali bertemu

400 47 7
                                    

"Mami gak kerja?"

Aliona hanya menggeleng sembari tersenyum ke arah Segara yang sudah duduk di kursi makan, tepat di sisi kanannya.

"Mami mau antar kamu ke rumah sakit." Ucapnya lembut. Tangannya sibuk memindahkan beberapa makanan ke piring Segara.

"Mam, nanti aku boleh bawa Lego gak?"

Aliona mengernyitkan dahi. "Untuk?"

"Segara mau kasih tunjuk ke om dokter kalau lego-nya sudah jadi." Ucapnya bersemangat.

Melihat semangat putranya justru membuat Aliona tiba-tiba merasa iba. Anak kecil itu benar-benar belum pernah mendapat kasih sayang laki-laki yang disebut ayah. Dia hanya tahu dia memiliki papi tetapi sudah di surga semenjak dia masih di dalam perut maminya.

Apa dia benar-benar merindukan sosok ayah?

Apa aku tidak cukup baik untuk menjadi ayah dan ibu dalam waktu bersamaan?

Pertanyaan-pertanyaan itu serta pertanyaan lain tiba-tiba berputar di kepala Aliona, membuatnya hanya bisa diam seraya memandang sang putra yang asyik dengan lego miliknya.

"Nyonya kenapa?"

Suara mba Surti seolah menarik kembali kesadaran Aliona. Aliona menggeleng sembari tersenyum tipis, paling tidak itu adalah cara jitu untuk mengatakan bahwa dia baik-baik saja.

Aliona beberapa kali menghela napasnya. Ingin sekali rasanya wanita itu marah, tapi sekali lagi dia tidak tahu harus menyalahkan siapa atas keadaan yang terjadi dalam hidupnya ini.

"Mba Surti, tolong temani Segara makan ya? Saya mau siap-siap dulu."

"Siap bu bos."

Aliona hanya tersenyum melihat sikap Surti, perempuan berstatus sama seperti Aliona dengan selisih usia 7 tahun lebih muda darinya.

Suaminya meninggal karena bencana tanah longsor setelah 3 bulan mereka menjadi suami istri. Dia belum memiliki anak, itulah alasannya memilih merantau. Lagipula dia tidak punya saudara, dia yatim piatu semenjak usia 20 tahun, itu juga yang membuat Aliona menerimanya sebagai pengasuh Segara.

"Mami..." Segara menahan tangan Aliona yang sudah berdiri dari kursinya.

"Legonya boleh ya dibawa ke rumah sakit?" Pintanya dengan tatapan memohon.

"Sayang, kan kapan hari om dokter sudah main kesini, kamu juga sudah kasih tunjuk kan legonya?" Tanyanya dengan nada selembut mungkin, berusaha untuk tidak merusak suasana hati Segara.

"Hari ini gak usah dibawa ya legonya? Biar di rumah aja, ya?" Lanjutnya.

Segara menggeleng. "Kata om dokter kalau ketemu lagi suruh bawa mi." Jelasnya sembari memeluk lego yang sedari tadi dia bawa.

Kali ini Aliona menyerah. Wanita itu memilih mengiyakan kemauan sang putra untuk membawa lego ke rumah sakit daripada harus berdebat dengan fotocopyan mendiang Segara sepagi ini.

"Ya sudah, mas Segara boleh bawa legonya. Sekarang kamu sarapan dulu, mami mau siap-siap."

Segara mengangguk, tersirat rasa bahagia yang jelas terpancar dari sorot mata Segara saat mendapat izin dari sang ibu untuk membawa mainan miliknya.

"Mami..." Panggilnya pelan sebelum Aliona menaiki anak tangga.

"Ya sayang?" Jawabnya singkat.

"Segara sayang mami." Ucapnya dengan tatapan berbinar, lengkap dengan senyuman yang mengembang sempurna sehingga menunjukkan berisan gigi susunya.

Mendengar ucapan sang putra, Aliona sempat terdiam sebelum beberapa saat kemudian tersenyum. Caranya mengatakan sayang benar-benar sama persis dengan mendiang papinya. Bahkan caranya menatap dan memperlakukan Aliona benar-benar gambaran sempurna dari sosok papinya.

DirgantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang