Sequoia

268 36 0
                                    

"Kamu punya calon istri Je? Gila, belum lama putus dari aku dan sekarang kamu punya calon istri? Sedangkan aku yang udah ngabisin hampir dua tahun ini bahkan gak pernah kamu lamar sama sekali."

Jenagara mengernyit tidak senang.

"Bukan urusan kamu kalau saya punya calon istri. Setidaknya saya ketemu dia bukan sebelum putus dari kamu. Saya ketemu dia setelah kamu ninggalin saya buat Cakra. Lebih baik kamu pergi dan jangan pernah balik lagi ke sini. Lagian kamu juga kan sudah tunangan, ngapain kamu datengin saya lagi." Ada nada merajuk yang tidak disadari bahkan oleh Jenagara sendiri.

Perempuan itu menatap Jenagara tidak terima. "Ko kamu jadi ngusir aku?"

"Urusan kita sudah selesai Kim. Saya tidak punya kepentingan apapun dengan kamu".

Perempuan yang mempunyai nama asli Kimberly itu menggeleng pelan. Menahan tangan Jenagara agar tidak segera pergi.

"Aku tau kamu masih sayang sama aku. Kamu gak mungkin pergi gitu aja Jegra. Aku tau kamu gak segampang itu lupain aku. Aku tau banget gimana aku di hati kamu."

Jenagara terkekeh, "Kamu sok tau. Saya mau menikah Kim. Jangan kamu ganggu rumah tangga saya," katanya sambil melepaskan tangan Kimberly dari tangannya. Jujur saja, dia sudah terlalu kecewa pada mantan pacarnya ini.

Jenagara pergi. Meninggalkan Kimberly yang baru menyadari kalau percakapan mereka tadi ditonton oleh banyak karyawan kantor. Kimberly yang berniat mencari perhatian baik dari karyawan Jenagara, malah berbalik mendapat kesan tidak baik karena banyak yang mendengar percakapan mereka.

Kimberly juga ikut pergi dari sana sebelum tatapan aneh semakin banyak ke arahnya.

Sedangkan Jenagara pergi keluar mencari Andara. Seharusnya Andara belum terlalu jauh karena Jenagara sudah buru-buru mengejar.

Dan, benar saja. Andara memang belum jauh karena begitu Jenagara mencari keluar, perempuan itu ternyata sedang duduk di kursi taman sambil berbincang dengan seorang penjual balon.

Aneh, tapi entah kenapa Jenagara senang melihat Andara tidak langasung pergi begitu saja.

Menghembuskan nafas lega, Jenagara membawa kakinya mendekati tempat Andara.

"Hey," panggilnya pelan. Yang dipanggil menoleh singkat, tetapi kembali memfokuskan diri pada balon balon di sekitarnya.

Jenagara semakin mendekat.

"Pak, balonnya saya beli semua ya. Bapak boleh pergi."

Setelah terjadinya transaksi membeli balon. Penjual tadi pamit pergi dari sana. Meninggalkan Jenagara yang di tangannya kanannya memegang banyak balon dan di tangan kirinya memegang kotak bekal dari Andara sedangkan Andara sekarang malah menunduk di tempat duduknya.

"Dara," yang dipanggil enggan menoleh.

"Andara," lagi, Andara masih enggan menoleh.

Jenagara akhirnya berjongkok tepat di depan Andara.

"Hey, dengerin saya dulu." Setelah menaruh kotak bekal di samping Andara. Tangan kiri Jenagara meraih tangan Andara.

"Makasih ya udah nyempetin buatin bekal untuk saya. Saya gak tau kamu bakal ngasih saya kejutan dengan dateng ke sini. Saya juga gak tau kalau dia bakal dateng ke kantor saya. Kebetulannya, kamu dateng gak lama setelah dia dateng."

Andara akhirnya mengangkat kepala untuk menatap Jenagara. "Ngapain Mas jelasin sama aku?"

"Saya gak mau kamu salah paham. Saya takut kamu marah liat saya ngobrol sama Kim."

"Kim?"

"Mantan saya, namanya Kimberly."

"Kenapa Mas takut aku marah? Lagian emangnya aku siapa bisa marah sama Mas? Aku bukan kaya Mbak tadi yang kenal Mas dari lama. Aku kan cuma orang asing Mas, Mas gak perlu tuh sampai segininya."

Jenagara terkekeh pelan, memindahkan balon di tangannya ke tangan Andara agar perempuan itu yang memegangnya.

"Dara, jangan bilang gitu. Kamu ini calon istri saya. Kamu yang bawa anak saya di perut kamu. Jadi jangan bilang kalau kamu bukan siapa siapa." Jenagara tatap perempuan di depannya lekat.

"Aku cuma bawa anak kamu Mas, belum jadi istri kamu. Kita punya anak ini juga bukan karena perasaan cinta."

Jenagara menghela nafas pelan lantas tersenyum hangat. Berusaha memberi pengertian pada perempuan di depannya.

"Hey cantik, kalau kamu bilang kita punya anak ini bukan karena perasaan cinta. Kalau begitu aku akan bilang kalau anak ini alasan dari perasaan cinta itu ada di antara orang tuanya." Tangan besarnya menggenggam yang lebih kecil. "Kamu tuh ya, lucu banget deh. Saya gak tau kamu kalau cemburu tuh jadi selucu ini."

Andara mendelik, rona merah yang tadinya ada karena malu kini malah bertambah merah, karena kesal tentu saja.

"Emang siapa sih yang cemburu?" Tanyanya sebal.

"Ini lagi Mas, kamu ngapain beli balon sebanyak ini?" Andara mengangkat tangannya yang memegang banyak balon. Tapi tidak dilepas, justru ia pegang semakin erat.

Jenagara terkekeh. "Abisnya kamu juga ngapain ngobrol sama penjual balon? Yaudah berhubung kamu lagi kesel sama saya, saya beliin balon aja."

"Siapa yang kesel?"

Jenagara berdeham, "Oh iya, kamu kan lagi cemburu ya gara gara saya ketemu sama Kim?"

"Apaan sih, aku gak cemburu."

"Terus kenapa tadi langsung pergi?" Tanyanya lembut. Murni karena dia ingin tau kenapa Andara tiba-tiba pergi tanpa mau menemuinya lebih dulu.

Andara juga tidak mengerti kenapa dia malah langsung pergi. Padahal dia bisa saja muncul di depan Jenagara dan bilang kalau dia calon istri dari orang penting dari perusahaan tersebut.

Tapi entah lah, dia sendiri tidak tahu kenapa dia malah pergi.

Lama saling diam, Andara akhirnya mencebik. Jujur, ini perasaan aneh yang belum pernah dia rasakan dalam hidupnya.

Dia memberanikan diri menatap Jenagara sebelum berkata. "Ini balonnya boleh dilepas aja ga sih? Aku pengen peluk." Katanya dengan bibir yang melengkung ke bawah.

Jenagara gemas. Kemudian mengambil alih balon-balon itu untuk diikat ke kursi taman agar balon itu tidak terbang ke langit.

"Sini peluk," katanya sebelum bertumpu lutut agar tubuhnya sejajar dengan Andara yang sedang duduk di kursi. Kemudian perempuan itu dibawa ke dalam pelukan.

"Mas ih, celana kamu kotor ntar." Andara berkata sambil melingkarkan tangan di pinggang Jenagara.

"Iya gapapa, celana saya kusut atau kotor masih bisa diperbaiki. Asal muka kamu jangan kusut kaya tadi, saya takut kamu kesel sama saya."

Andara tersenyum, hatinya menghangat.

Rasanya menyenangkan mempunyai seseorang yang bisa menggantikan peran orang tuanya. Yang memberi kenyamanan saat Andara merasa kesal menahan perasaan.

Yang memberikan rasa aman setelah bertahun tahun sendirian.

TAKDIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang