Cangkir 9

181 26 1
                                    

"Bagaimana keadaan cafe saat ini?"

Sasuke yang sedang menikmati makanannya sontak terdiam sebentar, sebelum akhirnya menghela napas pelan dan tersenyum kikuk pada neneknya. "Tentu saja aku bisa melakukannya!" Bangganya yang berpura-pura puas dengan hasil perkembangan cafe sejauh ini.

"Benarkah?" Tanya Tsunade tak yakin. Dengan ala-ala seperti nenek pada umumnya, ia hanya tertawa kecil. "Bagaimana kami bisa percaya?"

"Aku-"

"Coba laporkan hasil cafe satu bulan ini kepada ayahmu."

Keadaan kembali hening, bahkan jauh lebih hening dari sebelumnya. Pria yang tadi masih bisa menukik senyuman palsu, kini tak dapat berkutik apapun di hadapan ayahnya yang masih tenang menikmati sarapannya.

"Kenapa kau diam, Sasuke?"

"A-ah, kenapa kamu menanyakannya sekarang, Nek? Kan aku baru memulainya sebulan yang lalu." Sahut Sasuke sembari mencoba tertawa kecil untuk menghindar.

Tsunade hanya mendelik kecil. "Apa salahnya membicarakan pengembangan cafe mu sekalipun belum mencapai target pada kami? Terutama pada ayahmu?"

"Tapi aku-"

"Sudahlah, biarkan saja dia. Dia bahkan tidak pernah ingin meminta nasihat dari orang tuanya sendiri. Dia terlalu percaya pada dirinya sendiri." Selak Fugaku sembari tersenyum kecut.

Suasana semakin terasa tegang, membuat Mikoto menatap sendu putra semata wayangnya yang mendadak terlihat melamun setelah mendengarkan penuturan Fugaku yang lagi-lagi tak hangat padanya. Merasa tak enak hati dengan perubahan sikap Sasuke, lantas Mikoto mencoba menenangkan hatinya. "Nak, apakah kamu mau menambah nasinya-"

"Ayah bahkan sudah bisa menilai kerja kerasku jelek sebelum benar-benar melihatku berhasil..."

Ketiga orang di sana cukup tercengang dengan perkataan Sasuke yang terdengar sedikit lirih. Membuat Tsunade mencoba mencairkan suasana. "Sasuke-"

"Apakah Ayah begitu membenciku?"

"Apa maksudmu?" Tanya Fugaku tak suka. Ada nada kemarahan di dalamnya.

"Kau terlihat tidak pernah senang denganku!" Desis Sasuke tajam. Tapi sebisa mungkin ia menahan nada suaranya agar tak meninggi begitu saja.

"Itu hanya perasaanmu saja. Sejak dulu, kau lah yang tidak suka denganku." Jawab pria berumur 60 tahun itu dengan kekesalannya.

Kepalan tangan itu mendadak mengeras. Sangat keras hingga kulitnya terlihat memutih. "Bagaimana bisa aku dapat berdamai denganmu setelah mengetahui bahwa aku adalah anakmu dari wanita lain?!"

Lagi-lagi semua orang yang berada di sana tercengang. Sudah 10 tahun lamanya mereka tidak membicarakan hal ini lagi. Lalu mengapa Sasuke mengungkitnya kembali?

Yang tadinya sedang diliputi kemarahan, kini Fugaku terlihat melunak. Ekspresi wajahnya mendadak sayu. "Kenapa kau membicarakan hal itu lagi? Itu cerita lama." Jawabnya sembari membuang muka. Kemudian ia berdiri, lekas ingin pergi menjauh dari putranya tersebut.

"Cerita lama yang masih sangat membekas di benakku..." Lirih Sasuke dengan air mata yang sudah menumpuk di pelupuk matanya. "Kau bahkan tidak pernah meluruskan fakta itu sama sekali padaku sejak 10 tahun yang lalu setelah aku mendengarnya dari bibi secara langsung! Kau diam seribu bahasa di depanku sampai saat ini seperti seorang pengecut! Kau membiarkanku membenci dirimu selama ini, Ayah!"

"CUKUP, SASUKE! UCAPANMU SUDAH KETERLALUAN SEKALI!"

BRAK!!!

"Nak..." Lirih Mikoto.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ucoffe Stop No.1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang