A IMPACT PHOBIC

5 1 0
                                    

Entah sudah seminggu ini Oxcella terus saja mengalami ketakutan, bayangan Oxcella tentang darah kini semakin menjadi-jadi, phobianya kini menjadi kumat.

Padahal Tomi sudah menyarankan Oxcella soal phobianya, bahkan ia sudah menerapkan hal itu, namun sayangnya dampaknya ia semakin ketakutan dengan phobianya.

Oxcella POV

Saat nama Oxcella di panggil ia dipertanyakan siapa nama identitas dan berserta pekerjaan. "Permisi sebelum memulai, sebutkan siapa nama anda, umur anda dan perkerjaan anda sekarang?" sapa Tomi yang memulai percakapan antara Oxcella dan Tomi.

"Namaku Oxcella Nathania, umurku 20 tahun, pekerjaan ku sekarang sebagai mahasiswa di Universitas Negeri ternama, ambil jurusan psikologi." jawab Oxcella ternyata ia juga sebagai mahasiswa psikologi di Universitas ternama.

Tomi pun sangat salut dengan Oxcella mengenai jurusannya, bahkan ia pun memulai basa-basi mengenai jurusannya. "Apa alasan Oxcella ambil psikologi?" tanya Tomi pada Oxcella, ia pun semakin yakin dengan jawabannya. "Aku ingin menyembuhkan orang di sekitarku yang selalu dihakimi tanpa adanya validasi yang jelas dan orang yang meminta bantuan, aku ingin menyelamatkan orang yang sedang berada di puncak terburuknya, meskipun aku kini ada di posisi terburuk." ujar Oxcella dengan alasannya ia menjadi Psikologi dan menyebutkan bahwa ia berada di posisi terburuk saat ini.

Tak lama Tomi mengamini cita-cita Oxcella dimasa depan. "Semoga kamu bisa menyembuhkan mental dan psikis orang diluar sana Oxcella." ucap Tomi pada Oxcella. "Amin." ucap Oxcella dengan penuh bahagia. "Apa keluhan Oxcella saat ini dan apa yang dirasakan Oxcella?" tanya Tomi yang mempertanyakan kondisi Oxcella, tak lama Oxcella pun mengungkapkan apa yang ia rasakan. "AKU TAKUT DARAH PAK, JADI AKU KEMARIN TIDAK SENGAJA LIHAT SAMPEL GOLONGAN DARAH, JADI AKU KALO YANG BERKAITAN DENGAN DARAH PASTI TAKUT." Oxcella menceritakan keluhannya soal darah, bahkan ia pun sangat tidak kuat membahas hal itu, ia tak mau terbuka soal phobianya.

"Aku takut menceritakan hal itu, tapi aku berusaha untuk tenang Pak, aku gak kuat." Oxcella menangis sekencang-kencangnya, jantungnya kini berdegup kencang, entah pikirannya kini semakin kacau, namun demi kesehatan mentalnya, ia harus siap dengan itu.

"Jadi apa hubungannya dengan sampel darah itu dengan phobia Oxcella?" tanya Tomi pada Oxcella, ia sambil mencatat semua cerita Oxcella. "Aku selain takut darah, aku juga takut dengan warna merah darah." jawab Oxcella penuh gugup.

"Jadi apa yang di harapkan Oxcella?" tanya Tomi sekali lagi pada Oxcella, saat di tanya soal harapan, Oxcella pun ingin ia tenang. "Aku mau harus membiasakan diri pada phobia itu, terus aku juga ingin hidup tenang seperti kemarin." jawab Oxcella dengan harapan hidupnya.

Setelah Oxcella menyatakan harapan hidupnya, Tomi pun mencoba memberikan saran pada Oxcella mengenai keluhannya. "Jadi Oxcella saya menyarankan kamu harus berpikir positif, salah satu cara kamu terbiasa dengan phobia kamu, kamu harus hadapi itu tanpa takut tapi jangan berlebihan," ujar Tomi pada Oxcella, namun Oxcella bertanya lagi soal itu.

"Tapi aku ingin terbiasa dengan phobia itu." tanya Oxcella ia kini berharap ada jalan keluar itu. "Sebaiknya kamu hindari itu, kalo kamu ingin hidup tenang."

Namun tetapi saat Oxcella selesai bicara soal phobianya, ia tetap kekeuh untuk menghadapi yang berkaitan dengan darah, tapi sayangnya hal itu ia semakin takut dengan darah, ia tidak mengikuti saran Tomi, karena ia ingin terbiasa dengan darah, Oxcella tidak memikirkan resiko yang ia hadapi.

Satu-satunya resikonya, ia merasa lingkungannya tetap sama, ia merasa sangat seram dengan situasi itu, bahkan saat di kelas saja Oxcella masih membayangkan darah di sekitarnya.

Dampak lebih parah Oxcella sampai merembet pada warna merah, ketakutan Oxcella saat ini adalah warna merah, padahal sebelumnya ia biasa saja dengan warna merah itu.

Drama Oxcella masih berlanjut, ia kini masih ketakutan untuk beradaptasi pada kamarnya, ia masih membayangkan hal aneh itu, tetapi sayangnya ia melihat buku berwarna merah yang tepat ada di samping nakasnya.

"BANGSATTT," Oxcella berteriak spontan, ia pun segera menyingkirkan buku itu secara kasar, ia segera menutup telinganya.

Suara riuh tampaknya menghiasi kepala Oxcella, entah ada bisikan apa soal phobianya itu, bahkan ia kini lebih parah sebelum hari pertama.

Oxcella menangis, entah sampai kapan hal ini terus dihantuinya, bahkan ia pun mencoba terus melupakan hal yang berkaitan dengan darah, tapi Oxcella tetap tidak bisa melupakan hal itu.

"SAMPEL DARAH SIALANN." Oxcella berteriak kencang, seandainya Oxcella tidak melihat sampel darah itu, mungkin saja hidupnya tenang.

Setelah itu pikiran Oxcella terus di hantui karena sebuah pintu Oxcella ada suara ketukan, phobianya kini bukan merembet warna merah melainkan suara berisik.

Saat mendengar suara ketukan pintu itu, Oxcella berteriak kencang, ia tak mau beranjak di tempat tidurnya, ia terus saja merasa sangat tidak aman dengan situasinya saat ini.

"GUE BEGO NGOTOT DENGAR SARAN PAK TOMI!!!" gumam Oxcella yang menyesali, ia tidak mengikuti saran dari Tomi soal phobianya.

Seandainya jika ia menghindari phobia itu mungkin hidupnya kini semakin membaik, tetapi sayangnya Oxcella keras kepala ia tetap saja menonton horror.

Tak lama Oxcella berlari di ruangan atasnya, ia menuju rooftop rumahnya, ia berlari sekencang mungkin, ia kini punya rencana baru.

Saat Oxcella berada di rooftop ia kini menangis sejadi-jadinya, meskipun pemandangannya indah, tapi tetap saja membuat Oxcella tidak senang.

Batin Oxcella sepertinya kini terganggu, entah karena sebuah phobia benar-benar merubah hidupnya. "AKU CAPEKK!!!" pekik Oxcella dengan air matanya.

"AKU INGIN PERGI DARI SINI." batin Oxcella semakin kacau, tak lama ia memukul kepalanya untuk menghilangkan phobia itu.

"PERGI-PERGI LO DARAH SIALAN." Oxcella memekik keras sembari memukul kepalanya, meskipun terasa sakit di kepala, namun ia tetap melanjutkan itu.

Bukannya semakin baik, hidung Oxcella berdarah, saat Oxcella melihat darah ia memekik, pikirannya semakin terlintas soal darah, ia berteriak sangat kencang melihat darah tepat di matanya.

"SIALANNN!!!" Oxcella buru-buru menyeka darahnya, tepat Oxcella lupa bahwa ia menggunakan baju putih, dan tiba-tiba saja ia teringat pada sampel darah itu.

Kondisi Oxcella semakin panik, ia terlihat sangat kacau, bahkan Oxcella seperti terganggu dengan darah itu. "Kenapa aku harus memukul kepala sih," gumam Oxcella, kepalanya kini semakin pusing, namun ia tetap kekeuh untuk kuat menghadapi itu.

Tak lama Oxcella berniat untuk bunuh diri, ia kini sepertinya semakin tak berkaruan, entah mengapa karena sebuah darah ia melakukan hal itu.

Oxcella merentangkan tangan, darahnya semakin mengalir deras, pikirannya mulai berantakan, tak lama Oxcella mencoba memiringkan badannya dan ia pun melakukan bunuh diri itu.

"BRUK"

BERSAMBUNG



Physics Fragments (on going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang