Penting untuk dibaca!
Unggahan bersifat promosi.
Unggahan promosi akan menayangkan beberapa chapter season 2 judul ini.
Judul lain cerita ini adalah Pff! Kampret Dosen is My Husband! (Season1), Bisa dibaca terpisah di Karyakarsa atau baca Dosen Kampret itu Suamiku!! langsung di GoodNovel.
Season 1 juga dapat dibaca di dreame dengan judul Dosen Kampret tapi Ganteng itu Suamiku!
Season-2 hanya tayang eksklusif di GoodNovel.
**
Bukti kelelahan secara fisik tak dapat ditutupi. Anya dan Kamarudin sama-sama memiliki kantung mata yang menghitam, lengkap dengan beberapa kerutan yang tampak di sekitar kelopak mata keduanya.
Baru dua hari menjadi orang tua baru dan mereka rasanya ingin mengibarkan bendera putih ke seluruh penjuru kota Jakarta.
Keduanya menyerah!
Ternyata tidak mudah mengurus dua bayi sekaligus. Keduanya hampir tak memiliki waktu untuk terlelap, meski itu sekejapan mata.
Penderitaan keduanya pun tak hanya berhenti disana. Selain kesulitan untuk mengistirahatkan diri, mereka juga harus menjadi sosok berhati dingin tatkala mengisi bahan bakar tenaga. Semua itu dilakukan karena si kembar selalu menangis saat hendak diletakkan ke dalam boks mereka.
"Nggak kuat lagi, Din. Depresot ini lama-lama," ucap Anya lirih. Kedua bayi yang dirinya lahirkan sungguh menguji iman. Kalau saja bukan dirinya yang bertaruh nyawa, sudah Anya titipkan mereka ke panti asuhan. Tunggu mereka sedikit besar, lalu ia bisa mengambilnya lagi.
"Sea, Mama laper, hiks! Sepuluh menit aja, Nak."
Kamasea tentu tidak memberikan respon. Bayi berusia 2 hari itu asik menyerap sari-sari kehidupannya, tak peduli dengan rengekan sang mama, yang pastinya tidak dirinya mengerti.
"Masa dia anteng kalau dipangku gini sih. Kan jadi nggak bisa ngapa-ngapain," gerutu Anya, kesal mode on. Kamasea sudah seperti bayi koala yang tidak ingin lepas dari pelukan induknya. Dia akan diam jika berada di dekapan Anya seorang.
Tidak jauh berbeda dari adiknya, Josephine pun demikian. Mereka saling berebut selagi kedua matanya terbuka lebar-lebar. Mengadu mekanik tentang siapa gerangan yang paling keras dalam mencari perhatian orang tuanya.
"Jo-nya gimana, Babe?" tanya Kamarudin sembari menimang-nimang tubuh kecil Josephin. Anak itu sedari tadi menangis, menanti gilirannya untuk bisa berada di dalam dekapan hangat mamanya.
"Ya nggak gimana-gimana, Din!" Masalahnya jika mulut Kamasea dilepaskan dari putingnya, anak itulah nanti yang akan menggantikan posisi paduan suara kakaknya. Menyusui keduanya langsung pun, Anya masih belum mengetahui tekniknya. Salah-salah, si kembar justru masuk panti pijat.
"Mama, Ibu.. Mereka belum kesini-sini ya?"
Kamarudin menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan sang istri. Ia sudah berusaha menghubungi kedua ibu mereka, tapi usahanya sama sekali tak membuahkan hasil.
Ibu mertuanya yang berada nun jauh dari rumahnya tak kunjung mengangkat teleponnya. Sedangkan ibunya yang merupakan tetangga paling dekat, katanya tak berada di rumah sejak matahari terbit.
Entah ada hal busuk apa dibalik kekompakan hilangnya kedua wanita itu, Kamarudin sendiri pun tidak tahu alasannya. Hanya saja feelingnya mengatakan jika keduanya sengaja berbuat demikian.
"Din, cari cara kek. Nggak bisa ini kalau terus-terusan begini. Mati muda aku lama-lama dikenyot sama mereka."
"Laksanakan, Babe!"
Amit-amit!
Kamarudin tidak akan membiarkan semua itu terjadi. Ia belum sempat mencicipi sumber makanan yang membuat si kembar menggila setiap detiknya. Terlebih dekapan Anya yang tak juga bisa dirinya rasakan kehangatannya.
"Sini Babe, Sea biar gantian aku gendong." Ucap Kamarudin, merolling jatah minum asi si kembar.
Kamarudin terlebih dahulu meletakkan Josephin ke atas ranjang. Tak perlu lagi menggunakan prediksi jitu, mulut anak itu terbuka sesaat usai tubuhnya mendarat. Mendendangkan tangisan yang semakin kencang dari sebelumnya.
Hal yang sama terjadi kala Kamasea berada dalam gendongan papanya. Keduanya kembali saling bersahut-sahutan, memekakkan gendang telinga orang tuanya.
Jika diibaratkan, mungkin mereka sedang berdebat dengan menggunakan metode para bayi. Bercekcok satu sama lain untuk mendapatkan pengakuan tentang siapa yang paling berhak bersama sang mama.
"Udah ya, Din. Nggak lagi-lagi beranak. Kata pemerintah, dua anak cukup! Bisa-bisa nggak nyampe umur kita kalau masih nambah pasukan!"
Kamarudin setuju. Ia pun tidak lagi terpikir memiliki banyak anak. Realita yang terjadi setelah masa persalinan jauh lebih buruk dibandingkan ketika istrinya mengandung. Jika Kamarudin boleh jujur, ngidam aneh Anya justru tidak ada apa-apanya dibandingkan sekarang.
'Kenapa keluarnya nggak dijeda aja ya? Kan bisa satu tahun setelah Jo lahir, Sea baru pengen lahir," batin Kamarudin mulai kehilangan otak pintarnya hanya karena kelakuan dua bayi ajaib mereka.
"Ada lakban, nggak? Itu tolong, mulut Sea ditutup dulu, Din. Nggak fokus ini ngempengin si Abang akunya!" Lontar Anya asal membuat kedua mata Kamarudin membulat sempurna. Saking frustasinya, sang istri jadi tak lagi manusiawi ke anak sendiri.
"Babe, aku ajak jalan-jalan keluar aja. Please, jangan siksa anak kita. Mereka cuman bayi yang taunya nangis doang!"
Dengan gerakan tergesa, Kamarudin segera menyelamatkan Kamasea. Untuk sementara, putrinya harus dijauhkan dari jangkauan mamanya. Gawat kalau Anya sampai melakban mulut si kecil. Para oma dan opanya pasti tidak akan terima.
"Ya Tuhan, ternyata repot sekali ya mengurus bayi. Padahal mereka bisanya cuman nangis aja loh," gumam Kamarudin bermonolog. "Gimana nanti ya, waktu mereka sudah lincah kesana-kemari?" Untuk membayangkannya saja, Kamarudin tak mampu. Bisa jadi saat waktu itu tiba, Anya tidak hanya melakban si kembar, tapi juga mengikat keduanya dengan tali tambang.
"Cup, Cup, Sea.. Jangan nangis terus cantiknya, Papa," sembari mengayun-ayunkan tangannya, Kamarudin mengajak Kamasea untuk berkomunikasi.
"Dilakban Mama loh nanti, Dek. Diem ya," bukannya menghentikan tangis sang putri, ucapan Kamarudin justru membuat tangisan Kamasea semakin keras terdengar.
Yah, dimana lagi ada orang tua yang mengancam anak mereka. Metode unik yang belum teruji dalam penelitian mana pun itu, hanya dapat dijumpai pada pasangan aneh bernama Anya dan Kamarudin Hasan.
"Alamak, Mbak! Bisa mati cucu-cucu kita."
Tanpa sepengetahuan Kamarudin, interaksinya bersama Kamasea sedang diintai. Dari jarak yang tidak begitu jauh, para nenek tengah bersembunyi. Mereka menghentikan langkah ketika melihat keberadaan Kamarudin dan Kamasea di luar kamar.
"Gimana sih mereka! Belum seminggu aja udah mau KDRT!" Dumel Miranti. Ibu Kamarudin itu geram. Niat hati ingin memberikan waktu berkualitas agar anak-anaknya mandiri, eh— malah mendengar cucupnya mau dilakban.
"Kita culik aja si kembar, Mbak. Saya jadi nggak tega. Takutnya mereka beneran khilaf!" timpal Sasmita.
"Ide bagus! Mereka juga nggak becus jagain si kembar. Kita ambil ajalah anak-anaknya."
Di tempat Kamarudin berdiri menggendong Kamasea, bulu kuduknya tiba-tiba saja berdiri. Pria itu merasakan hawa dingin yang menusuk sampai ke tulangnya.
"Belum magrib, tapi kok kayak ada tanda-tanda makhluk halus," cicit pria beranak dua itu. Ia tak hanya berkata-kata, karena setahunya anak bayi sangat peka terhadap kehadiran bangsa lain. Anak-anak akan menangis lebih keras dari sebelumnya dan hal tersebut benar-benar dilakukan oleh Kamasea sekarang.
"Hii! Harus panggil Pak Kyai ini buat bersihin rumah! Takut anak-anak ketempelan," ujar Kamarudin sembari memutar tubuhnya.
"Sontoloyo! Cah Semprul! Ibu sendiri dikatain setan," berang Miranti selepas menghilangnya punggung Kamarudin, "Wooo! Tak culek beneran anakmu, Kam!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen Kampret itu Suamiku!!
RomanceKonten Bersifat Promosi Judul Komersil pada PF selain GN adalah Pff! Kampret Dosen is My Husband (Judul ini hanya menyediakan Season 1) Blurb: Di dunia ini ada 3 manusia yang teramat Anya benci. Pertama papanya, ke dua ibu tirinya yang mirip leak, d...