2/6

736 67 10
                                    

Note: mulai dari sini Mikey Bonten akan dipanggil "Mikey", sedangkan Mikey yang asli timeline ini akan dipanggil "Manjiro"
.
.
.
Keheningan melanda setelah Takemichi mengatakan hal itu. Para bawahan Mikey terlihat bingung tentang semua ini, tapi tidak dengan Mikey sendiri. Dia sudah tahu tentang perjalanan waktu yang dilakukan Takemichi.

"Jadi, semua baik-baik saja disini?" tanya Mikey pelan.

"Ya."

Ada rasa sakit di hati Mikey saat sadar jika dia tidak menjadi bagian dari masa depan yang indah ini.

"Begitu," bisiknya. "Apa yang lain juga masih hidup?"

"Ya, semua."

"Maaf, bos." Ran memberanikan diri untuk berbicara. "Bisakah aku bertanya tentang apa ini? Seingatku, kita sedang membasmi beberapa tikus lalu tiba-tiba kita berada di tempat aneh namun familiar ini. Bahkan bertemu dengan Hanagaki."

"Kalian sampai ke sini tiba-tiba?" tanya Takemichi penasaran.

"Menurutmu?" Sanzu berkata dengan raut wajah tak sukanya seperti biasa.

"Yah, baik. Karena sudah seperti ini aku akan menjelaskannya secara singkat." Takemichi mengabaikan sikap kasar Sanzu padanya.

"Aku bisa kembali ke masa lalu dan masa depan. Itu sudah kulakukan berkali dengan tujuan mencegah kematian beberapa orang, tapi semuanya selalu gagal dan berakhir dengan Mikey yang menjauh dari semua orang. Saat aku kembali ke masa lalu untuk terakhir kalinya-lebih tepatnya saat aku berusia delapan tahun- Mikey juga tereset. Jadi kami berdua melakukan semua yang kami bisa untuk menyelamatkan orang-orang yang sudah mati."

Para anggota Bonten menatap tak percaya, kecuali Mikey dan satu orang lainnya.

"Terdengar seperti cerita fiksi bagiku," celetuk Takeomi.

"Memang." Takemichi mengangguk. "Tapi Sanzu bahkan tahu tentang perjalanan waktu itu. Karena orang pertama yang berhasil kembali ke masa lalu adalah Sano Shiniciro dengan Sanzu sebagai pemicunya."

Sontak semua orang menatap Sanzu terkejut. Laki-laki dengan luka di kedua sudut bibirnya itu hanya terdiam. Dia tidak menyangka jika Takemichi juga bisa kembali ke masa lalu seperti Shiniciro. Mikey sendiri juga terkejut mendengar fakta itu.

"Benarkah itu, Sanzu?" tanya Bos Bonten itu. Sanzu menelan ludahnya kasar melihat tatapan dingin bosnya. Dia mengangguk pelan.

"Ya, bos. Itu memang benar. Tapi Shiniciro menyuruhku untuk tidak mengatakannya pada siapapun, bahkan kau. Jadi, aku hanya bisa membawa rahasia itu selama hidupku."

Ruang tamu kembali hening. Takemichi menatap mereka satu persatu, memikirkan bagai cara memulangkan mereka ke timeline aslinya.

'Mungkin dengan jabat tangan seperti biasa?' batinnya. 'Semoga saja bisa.'

"Yah, baiklah. Sekarang-"

"MITCHY, AKU PULANG!"

Suara teriakan itu mengagetkan semua orang yang ada di ruang tamu. Mereka semua menatap ke sosok yang masuk dengan tatapan tidak percaya. Itu Mikey, dengan rambut hitam dan membawa sesuatu di tangannya.

Manjiro yang baru saja datang jelas juga terkejut. Tatapannya beralih ke seseorang yang mirip dengan dia, hanya saja rambutnya berwarna putih dengan tubuh kurus dan juga kantung mata yang tebal.

"SIAL! APA-APAAN INI?"
.
.
.

Setelah sesi teriak dan saling menatap, kini Manjiro sudah duduk di samping Takemichi sembari memakan taiyaki. Benar, kantong yang dia bawa berisi banyak sekali taiyaki yang masih panas.

"Intinya, mereka tidak sengaja terseret ke timeline ini, begitu?" tanya Manjiro setelah mendengar penjelasan Takemichi.

"Begitulah."

"Kau yakin dia itu aku, Takemithcy?" Manjiro menatap dirinya versi Bonten dengan tidak senang. "Kenapa aku terlihat seperti orang depresi stadium akhir?"

Takemichi sontak memukul kepalanya. "Sekarang kau paham dengan apa yang aku lihat saat itu, hah? Bisa-bisanya kau memilih pergi untuk menjadi kriminal dan saat bertemu kembali kau terlihat lebih buruk dari banyaknya masa depan yang pernah kulihat."

"Sakit, sayang." Manjiro mengeluh, "Tapi itu bukan aku."

"Sama saja! Dia itu kau, kau itu dia!"

Manjiro memakan taiyakinya dengan cemberut, sesekali melirik dirinya versi lain itu.

"Jadi, bagaimana kita kembali?" Koko bertanya. "Jika ini bukan timeline kita, bukankah akan menimbulkan masalah?"

Takemichi mengangguk. "Tentu saja. Aku tidak bisa membiarkan ada dua dari kalian masing-masing di timeline ini."

"Aku tidak terlalu yakin. Tapi mungkin cara kerjanya masih sama seperti saat aku melakukannya dulu yaitu dengan jabat tangan," ucap Takemichi. "Walaupun aku juga sedikit ragu sih," lanjutnya bergumam.

Takemichi memang sedikit ragu. Lagipula, baru kali ini dia melihat ada yang tersesat ke timeline lain dengan tubuh asli mereka.

Suara bel yang ditekan terus menerus menghentikan pembicaraan mereka. Takemichi mengangkat alisnya heran saat melihat Manjiro sudah bangun dari sofa.

"Aku akan membuka pintu."

Takemichi mengangguk dan Manjiro pun pergi untuk membukakan pintu. Selang beberapa saat, beberapa orang masuk ke dalam dengan Manjiro di depan.

Semua orang menatap para tamu itu. Mikey terbelalak, menatap orang-orang yang baru saja datang. Itu saudara-saudaranya, semua. Emma berjalan di belakang dirinya yang lain. Mikey bisa melihat perutnya yang buncit. Di belakang Emma ada Shiniciro, lalu disusul oleh Izana.

Emma menatap semuanya sampai matanya terpaku pada sosok berambut putih yang sedang menatap dirinya juga. Emma menatap Mikey dengan mata berkaca-kaca.

Benar. Semua orang yang mati di timeline sebelumnya akan mengingat semua hal tentang perjalanan waktu Takemichi dan setiap masa depan yang dia lewati. Itulah kenapa ketiga orang yang baru datang sangat terkejut. Emma mendapat pesan dari Manjiro yang menyuruh dia untuk datang ke rumahnya hanya bersama Izana dan Shiniciro.

Ternyata untuk ini.

"Mikey?" Shiniciro yang sudah sadar dari terkejutnya pun berjalan mendekati Mikey yang masih mematung. Si sulung Sano menangkup wajah Mikey dan menatapnya lekat.

"Maafkan aku, Jiro." bisiknya. Dia sudah ingin mengatakan hal ini pada adiknya versi Bonten saat dia mulai mengingat semua masa depan yang terjadi. "Kau pasti sudah kesulitan selama ini."

"S-shin?" Mikey memanggil. Suaranya terdengar bergetar. Dia mengusap wajah Shiniciro dengan kedua tangannya-yang entah sejak kapan sudah gemetar.

Kedua obsidian hitam itu saling menatap. Mikey hanya memandangi wajah Shiniciro sambil terus bergumam memanggil namanya.

"Shin. Shin. Shin."

Bibirnya ia gigit hingga berdarah. Shiniciro menatap penuh penyesalan melihat adiknya yang berantakan itu. Dia segera menarik Mikey dan memeluknya erat.

Mikey tak tahan lagi. Dia membalas pelukan Shiniciro dengan sangat erat seolah-olah untuk memastikan jika dia nyata. Merasakan hangat tubuh yang familiar membuatnya semakin mengeratkan pelukan. Keduanya jatuh berlutut di lantai dengan saling berpelukan sebelum akhirnya tangisan pilu Mikey akhirnya terdengar.

Tbc...
2/6

Change the Ending(✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang