5/6

552 57 4
                                    

Keheningan melanda. Takemichi masih menundukkan kepalanya, dengan Naoto yang juga hanya diam.

Naoto menghela nafas pelan. "Aku tidak, tapi mungkin kakakku iya."

Takemichi terkejut. Dia langsung mendongak, menatap Naoto yang justru tersenyum padanya.

"Aku tahu hal ini akan terjadi cepat atau lambat," ucapnya. "Kau hanya terlalu bodoh untuk menyadarinya, Takemichi."

"A-apa?"

Naoto mengambil laptopnya lalu bangun. "Ayo pergi untuk menemui kakakku. Kau harus mengatakannya sendiri, Takemichi. Dan apapun yang akan dilakukan kakakku padamu, aku tidak akan ikut campur."

Takemichi menunduk dan berbisik. "Terimakasih."
.
.
.
Hinata menatap laki-laki yang sedang membungkuk padanya dengan tatapan tak percaya. Netra gadis bersurai coklat itu berkaca-kaca. Air matanya mengalir begitu saja setelah mendengar kalimat yang dia ucapkan.

"Kau bercanda kan, Takemichi-kun?" tanya Hina tak percaya.

Takemichi terus membungkuk, dalam hati dia mengucapkan ribuan kata maaf.

"Maafkan aku, Hina. Aku sudah memikirkan hal ini dan aku tahu seberapa keras pun aku berusaha, aku tetap tidak bisa meninggalkan dia seperti itu."

Hina meremat ujung gaunnya erat. Hatinya terasa sakit. Namun dia tahu jika ini akan terjadi cepat atau lambat, hanya saja Hinata masih berharap jika dia yang menjadi pemenangnya.

Nyatanya, itu bukan dia.

Hina menarik nafasnya pelan untuk menenangkan diri. "Kapan kau akan menemui dia?"

"Hah?" Takemichi menatapnya bingung.

"Aku akan ikut denganmu, Takemichi-kun. Aku tidak ingin dia menyakitimu. Jika dia menolak untuk kembali, maukah kau tetap bersamaku?" tanyanya penuh harap.

"Entahlah," Takemichi menjawab pelan. "Aku tidak tahu, Hina. Aku sungguh minta maaf. Tapi jika dia tidak kembali, aku mungkin akan memilih untuk pergi."

Hinata menatapnya sejenak sebelum akhirnya membuang muka.

"Begitu," bisiknya. "Tapi aku akan tetap ikut, Takemichi-kun."

"Itu berbahaya, Kak!" Naoto yang sejak tadi hanya mengamati menatap kakaknya khawatir.

"Justru karena itu berbahaya jadi aku ingin ikut." Hina menatap adiknya.

"Tolong, Naoto. Aku mencintai Takemichi-kun. Kalaupun kami tidak bisa bersama, tolong biarkan aku memastikan dia keluar dengan aman."

Naoto menatap keduanya, lalu menghela nafas pasrah. "Baiklah. Tapi kau harus bersembunyi dari Sano Manjiro, Kak. Biarkan Takemichi yang berbicara dengannya."

Melihat jika dia tidak bisa menolak, Hinata hanya mengangguk. "Itu baik-baik saja."

Ketiganya segera masuk ke dalam mobil untuk pergi ke sebuah bangunan terbengkalai, tempat dimana mereka bisa menemukan pemimpin Bonten.
.
.
.
Takemichi memandang sekeliling gedung. Ini adalah gedung bowling yang sudah tak digunakan. Naoto berhasil menemukan informasi jika mereka bisa menemukan Mikey di tempat ini.

Dia sudah berkeliling, namun tidak bisa menemukan tanda-tanda adanya Mikey. Takemichi pun memutuskan untuk duduk di jejeran kursi panjang yang ada di sana. Dia melamun memikirkan apa yang terjadi di timeline ini. Semuanya benar-benar membingungkan walaupun hidupnya orang-orang itu mungkin bisa membawa kembali Mikey.

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar. Dia bisa merasakan seseorang duduk di belakangnya. Tak lama, suara yang familiar terdengar.

"Ini masa depan yang baik kan, Takemitchy?"

Change the Ending(✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang