Bab 1 : Halim Dan Pandangan Pertama

112 6 0
                                    

Halim segera turun dari motornya untuk berteduh di halte kosong, ketika hujan deras tiba-tiba mengguyur permukaan bumi. Dia baru saja pulang dari sekolah tempat dia mengajar.

Halim merupakan seorang guru PNS berumur 28 tahun yang baru saja pindah tugas. Sekitar 3 bulan sudah dia mengajar di Sekolah Menengah Kejuruan di kota tempat dia tinggal. Sebelumnya, dia ditempatkan di daerah agak terpencil di luar pulau.

Halim merupakan anak sulung dari seorang pengusaha terkenal. Tapi dia lebih memilih mengabdikan dirinya pada negara untuk mencerdaskan anak bangsa, dari pada meneruskan perusahaan orang tuanya.

Lagi pula, dari awal Halim memang sengaja mengambil kuliah jurusan pendidikan dari pada bisnis. Dan sekarang, dia sedang kuliah lagi untuk mengambil magisternya.

Halim melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 18:00. Pria itu lalu berdecak.

"Sudah sore. Sebentar lagi masuk waktu magrib. Tapi hujan makin deras saja sepertinya."

Halim mendongak menatap langit yang sudah semakin gelap, seiring matahari yang juga akan terbenam.

Dikarenakan sedang ada pembangunan tambahan kelas, maka waktu pembelajaran pun dibagi menjadi 2 waktu. Pagi dan sore.

Karena Halim guru matematika, jadinya dia masuk untuk pagi dan sore. Cuma satu hari dia akan off dari tugas mengajarnya.

Halim segera tersentak dari lamunannya menatap langit, saat mendengar ada suara sepeda yang mendekat ke halte itu.

Ada seorang gadis memakai baju seragam sekolah, sedang menutupi keranjang yang ada di jok belakang sepedanya dengan plastik besar.

Ketika rasanya sudah pas menutup semua jualannya, gadis itu langsung berlari untuk berteduh.

Karena ada orang lain selain gadis itu, gadis itu menunduk dan tersenyum sekilas pada Halim dan langsung mengambil tempat berdiri agak jauh.

Halim hanya menganggukkan kepalanya sekilas. Tapi entah kenapa, matanya malah tertarik memperhatikan sepeda gadis itu.

'Apakah itu jualannya?'

Dan sekarang, matanya malah melirik gadis yang sedang memasangkan mantel pada tas sekolahnya.

Setelah selesai, gadis itu lantas memakai kembali tas ranselnya.

Halim agak terkejut dan tak berkedip saat gadis itu tak sengaja menatapnya juga. Lagi-lagi gadis itu tersenyum singkat dan langsung mengalihkan tatapannya ke arah lain.

Sedang Halim tak selesai-selesai dengan yang dilakukannya. Satu kata yang dapat Halim simpulkan di dalam hatinya mengenai gadis itu, yaitu cantik dan manis.

'Astaghfirullah! Apa yang lagi aku pikirkan?'

Halim tersenyum tipis. Baru kali ini semenjak patah hati, matanya mulai melirik seorang gadis lagi. Dilihat dari cara dia memakai seragam sekolahnya yang rapi, dan jilbab yang terjulur menutupi dada.

Ada rasa kagum yang dengan tanpa ijin menyentil hati Halim. Padahal, bukan hanya gadis di sebelahnya ini saja yang memakai jilbab seperti itu di sekolah.

Hujan akhirnya berhenti. Gadis itu langsung beranjak dari halte untuk menghampiri sepedanya. Dengan segera mengambil plastik yang menutupi keranjang berisi jualannya, lalu mengibaskannya sebelum melipat plastik itu.

Mata Halim tak bergerak mengamati setiap gerakan yang dilakukan gadis itu. Entah kenapa, kok dia malah tertarik, ya?

Halim tak sengaja melihat lambang sekolah yang ada di lengan baju sebelah kiri gadis itu.

My Murid My Jodoh Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang