Bab 6

47 6 0
                                    

Please kasih komen dan vote ya pembaca aku 🤟🏻

_______________********_______________

Seperti biasa, ketika Halim berada di kelas, murid-murid perempuan pasti akan datang menghampirinya ke meja.

Benar-benar memang tingkah mereka, pikir Halim. Seakan-akan baru ini melihat manusia. Manusia tampan seperti dirinya ini. Astaghfirullah! Kadang ada rasa sombong di hati. Tapi mau bagaimana lagi? Memang tampan, jadi gimana, dong?

Nona sudah mencak-mencak di tempat duduknya, melihat tingkah primitif teman-temannya.

“Memang! Gatal banget ‘sih mereka!”

Medina menyenggol lengan Nona. “Huss! Gak boleh ngomong gitu, Na!”

“Ya habisnya! Kan gue gak bisa dekatin Bapak itu!” ucapnya dengan nada genit.

Medina langsung menghunuskan tatapan tajamnya pada Nona.

Nona garuk-garuk kepala. “Ya ampun, Me. Maaf.”

“Ingat ‘kan pesan gue? Kita ini perempuan! Perempuan itu harus mahal! Jangan kita yang datangi laki-laki. Tapi laki-laki yang datangi kita. Itupun dengan syarat akan menjalin hubungan yang halal,” ucap Medina dengan wajah serius.

Nona berdecak kagum dan geleng-geleng kepala. “Ck, ck! Benar-benar elu spek bidadari, Me.”

Medina hanya bisa menghela nafas. Rasa-rasanya sudah lebih dari 100 kali Nona memujinya, kalau dia mengingatkan tentang menjalin hubungan yang halal.

Halim mengedarkan pandangannya di tengah murid-murid lain sedang sibuk ingin berkenalan dengannya.

Dan hup! Halim menemukan gadis yang belakangan ini tidak bisa membuatnya tidur.

Gadis itu duduk di baris ke 3 dari depan. Halim tersenyum. Tapi yang namanya Halim, tersenyum pun tidak akan kelihatan.

Medina yang tadinya masih sibuk menatap kesal Nona-yang sekarang malah menatap cowok-cowok tampan idola sekolah di Ig, lantas menghela nafas.

Tanpa sengaja dia mengalihkan tatapannya pada Halim yang sedang memandanginya.

Medina terpaku sesaat. Tatapan Halim padanya begitu sulit dia artikan.

Karena dilihatin begitu oleh gurunya sendiri, Medina langsung menunduk sekilas, kemudian membawa pandangannya menatap objek lain.

Halim kemudian tersadar dari rasa terkesimanya pada Medina. Di kelas ini, hanya Medina satu-satunya Murid yang mengenakan jilbab panjang alias syar’i .

Halim tersenyum lagi. Dia mengerti, kalau Medina tidak nyaman dengan tatapannya tadi.

Tapi setidaknya, hati Halim begitu lega. Dia tidak akan lagi penasaran ada di kelas mana gadis yang sudah mencuri hatinya itu.

Ah! Tinggal namanya saja yang Halim tidak tahu.

“Ayo kalian kembali ke kursi masing-masing!”

Murid-murid perempuan yang ada di hadapan Halim langsung mencebik. Mereka masih tidak ikhlas disuruh duduk. Padahal, berdiri berjam-jam pun mereka akan tahan kalau untuk melihat wajah tampan Halim dari dekat.

Halim berdiri berhadapan dengan para anak muridnya. Dia tersenyum sekilas.

Assalamu’alaikum warahmatullahi. Mungkin kita baru ini bertemu. Karena kalian juga baru kembali dari praktek kerja lapangan ‘kan? Nah, ijinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Abiyan Halim. Biasa dipanggil Halim. Umur saya 28 tahun. Saya juga baru pindah tugas ke sekolah ini sekitar 3 bulan lalu. Kalau kalian belum tahu, saya guru Matematika kalian, menggantikan pak Samsul yang sudah pensiun.”

My Murid My Jodoh Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang